Penguatan Kelembagaan Pengembangan peran unit pelaksana teknis (UPT) pelatihan dan pengembangan dalam pemberdayaan industri kecil dan menengah di Provinsi Riau

keberhasilan best practice, penyusunan dan perencanaan aksi, bahkan sampai melakukan advokasi untuk melakukan memperjuangan kepentingan masyarakat. Hal yang utama dalam hal ini semua kegiatan itu dilakukan dalam bentuk proses belajar sosial partisipatif yang diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama yang produktif. Satu hal yang menjadi hasil outcome dari kegiatan-kegiatan ini adalah lahirnya kader-kader untuk ikut mengembangkan proses pemberdayaan masyarakat. Menurut Bertrand 1974, seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, kelembagaan adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Artinya, wujud kongkrit dari pemahaman tentang kelembagaan dapat berupa grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Sedangkan tata abstraksinya adalah pada sistem norma dan nilai dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Istilah “lembaga” institution dan “pengembangan kelembagaan” institutional development pengembangan masyarakat atau “pembinaan kelembagaan” institutional building, mempunyai arti yang berbeda-beda untuk orang yang berbeda pula. Disini pengembangan kelembagaan sinonim dengan pembinaan kelembagaan dan didefenisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini dapat secara internal dapat digerakkan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampur tangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau oleh badan-badan pembangunan Israel, 1992. Pengembangan kelembagaan atau analisa kelembagaan menyangkut sistem manajemen termasuk pemantauan dan evaluasi; struktur dan perubahan organisasi; perencanaan, termasuk perencanaan untuk suatu proses investasi yang efisien; kebijakan pengaturan staf dan personalia; pelatihan staf, prestasi keuangan, termasuk manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran dan akunting dan auditing; perawatan dan pengadaan Israel, 1992. Menurut Sugiyanto 2002 hasil akhir dari pembangunan lembaga menetapkan sederetan pengujian. Prinsip-prinsip dasarnya 1 harus diadakan norma-norma dan pola-pola yang baru didalam organisasi yang relevan dengan lingkungan; 2 baik organisasi maupun inovasi yang diwakilinya harus melembaga dan semua ini harus dinilai; 3 nilai instrinsik yang diperoleh dapat dipandang sebagai sumber daya yang memungkinkan para penghantar perubahan untuk mencapai tujuannya dengan biaya yang berkurang karena komitmen staf dan citra yang menguntungkan dan diproyeksi dalam lingkungan. Menurut Eade 1997 seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, pengembangan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek-proyek pembangunan.

2.3 Modal Sosial

Dalam pemberdayaan masyarakat, tujuan-tujuan organisasi akan tercapai secara efektif apabila didukung oleh sumber daya yang memadai Siswanto, 2005. Sumber daya dapat berupa human capital, social and institutional assets, natural resources dan man mad assets Syaukat dan Hendrakusumaatmadja, 2005. Penyatuan tersebut mengindikasikan bahwa kelembagaan sebagai organisasi akan efektif dalam mencapai tujuannya apabila didukung oleh sumber daya. Salah satu sumber daya tersebut adalah Modal Sosial. Modal sosial menunjuk pada hubungan sosial, institusi dan struktur sosial serta hubungan dengan trust, resiprositas, hak dan kewajiban dan jejaring sosial. Secara umum modal sosial didefenisikan sebagai “informasi, kepercayaan, dan norma- norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jejaring sosial” Woolcock dalam Nasdian dan Utomo, 2005. Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum world view, kepercayaan trust, pertukaran reciprocity, pertukaran ekonomi dan informasi informational and economic exchange, kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya fisik, manusiawi, budaya sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo, 2005. Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih kongkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya hubungan saling menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas atau kategori sosial atau manusia pada umumnya. Modal sosial menurut Grootaert yang dikutip Marliyantoro 2002, adalah kemampuan seseorang untuk memanfaatkan berbagai keunggulan jaringan sosial atau struktur sosial dimana ia menjadi anggotanya. Selanjutnya Hanifan dalam Marliyantoro 2002, menyatakan bahwa modal sosial sebagai kenyataan yang dimiliki warga berupa kehendak baik, simpati, persahabatan, hubungan antar individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan warga masyarakat. Menurut Woolcock yang dikutip Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo 2005, modal sosial memiliki empat dimensi, yaitu : 1 Integrasi integration, yaitu ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama. 2 Pertalian linkage, yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal berupa jejaring network dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan civic association yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama. 3 Integritas organisasional organizational integrity, yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. 4 Sinergi synergy, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas state-community relations.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam kerangka pikiran ini, upaya memberdayakan masyarakat haruslah pertama-tama dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi atau daya yang dapat dikembangkan. Dalam hal ini, pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,