Direct Use Value Nilai Manfaat Langsung

Dalam penelitian ini, penilaian sumberdaya hutan mangrove di kawasan Hutan Angke Kapuk dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu direct use value nilai manfaat langsung, indirect use value nilai manfaat tidak langsung, existence value nilai manfaat keberadaan, option value nilai manfaat pilihan dan bequest value nilai manfaat pewarisan.

5.2.1. Direct Use Value Nilai Manfaat Langsung

Nilai manfaat langsung dari ekosistem hutan mangrove dilapangan, diidentifikasi ada beberapa kegiatan yang dilakukan masyarakat secara langsung sebagai sumber mata pencahariannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan yang dapat memberikan nilai manfaat langsung bagi mereka, diantaranya masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk budidaya tambak bandeng dan mujair, mengambil benih bandeng, mengambil cacing laut, rekreasi memancing. Perhitungan nilai manfaat langsung berdasarkan harga pasar yang berlaku. Pendekatan ini yaitu dengan menghitung jenis jumlah produk langsung yang dapat dinikmati masyarakat dikalikan dengan harga pasar. Nilai manfaat langsung di hutan Angke Kapuk disajikan pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Nilai Manfaat Langsung Hutan Mangrove Angke Kapuk Nilai Manfaat No Manfaat Nilai Manfaat Rphathn Rpthn Persentase 1 Bandeng 7.450.382,- 488.000.000,- 57,06 2 Mujair 89.600,- 5.600.000,- 0,65 3 Benih Bandeng 2.978.776,- 133.330.000,- 15,59 4 Cacing Laut 1.957.105,- 87.600.000,- 10,24 5 Rekreasi pemancingan 97.051,- 4.344.000,- 0,51 6 Kayu sebagai kayu bakar 2.605.965,- 136.383.200,- 15,95 Total 15.178.879,- 855.257.200, - 100,00 Sumber : Data Primer Penelitian 2005 Pada Tabel 5 menyajikan hasil pengolahan data primer kegiatan selama penelitian yang menghasilkan nilai manfaat langsung di hutan Angke Kapuk sebesar Rp. 855.257.200,-. Persentase terbesar diberikan dari adanya pembukaan lahan pertambakan bandeng sebesar 57,06 atau mencapai Rp. 488.000.000,- per tahun atau Rp. 7.450.382,- per ha per tahun Lampiran 1. Perhitungan bandeng yang dihasilkan dari tambak yang ada di dalam kawasan hutan wisata Angke Kapuk. Areal tambak dalam penelitian ini adalah yang berada di dalam kawasan Hutan Wisata Angke kapuk, yang saat ini berada dalam kondisi konflik antara petambak dengan pemerintah. Jika dilihat dari hasil tambak yang cukup besar, mungkin itu merupakan salah satu alasan kenapa para petambak tersebut tidak mau meninggalkan lahan kawasan tersebut. Selain itu juga jika dilihat dari sejarahnya, memang pembukaan areal tambak tersebut sudah lama dilakukan oleh masyarakat tersebut. Selain tambak bandeng juga terdapat tambak mujair, pada Tabel 6 terlihat persentase nilai tambak mujair untuk nilai manfaat langsung sangat kecil jika dibandingkan dengan tambak bandeng. Dari hasil wawancara dilapangan, nampak bahwa tambak mujair sifatnya hanya sampingan saja. Dari hasil pengamatan, tambak bandeng dan mujair dalam budidayanya digabung dalam satu tambak. Karena sifatnya sampingan, benih-benih ikan mujair tersebut benihnya berasal dari alam atau sengaja tidak disebar. Nilai manfaat langsung berikutnya dari hutan Angke Kapuk adalah pengambilan benih bandeng oleh masyarakat sekitar. Nilai manfaat pengambilan benih bandeng cukup besar jika dilihat dari persentasenya, yaitu sebesar 15,59 dari total manfaat langsung di hutan Angke Kapuk. Nilai manfaat langsung dari pengambilan benih bandeng sebesar Rp. 133.330.000,-per tahun atau Rp. 2.978.776,- per ha per tahun Lampiran 1. Pengambilan benih bandeng umumnya dilakukan oleh para petambak dan penjaga tambak, selain itu juga dilakukan oleh masyarakat yang memang bermatapencaharian mencari benih bandeng. Satu ekor benih bandeng dihargai Rp. 500,- dengan ukuran benih bandeng kira-kira panjang 9 – 12 cm. Rata-rata masyarakat bisa mendapatkan benih bandeng sekitar 50 – 100 ekor per hari, tangkapan akan lebih besar lagi disaat air laut sedang pasang. Pengambilan benih bandeng dilakukan didekat Hutan Wisata Angke Kapuk. yaitu disekitar sungaikanal yang langsung terhubung dengan muara laut. Manfaat berikutnya dari hutan hutan Angke Kapuk adalah pengambilan cacing laut Polychaeta. Pada Tabel 5 memperlihatkan nilai manfaat langsung dari pengambilan cacing laut adalah sebesar 10,24 dari total nilai manfaat langsung di hutan Angke Kapuk yaitu sebesar Rp. 87.600.000, per tahun atau sekiktar Rp. 1.957.105,- per ha per tahun Lampiran 1. Pengambilan cacing laut dilakukan disekitar hutan lindung. Cacing laut digunakan sebagai umpan pada saat memancing ikan disekitar hutan Angke Kapuk. Harga cacing laut adalah Rp. 2.000,- per cup. Ukuran cup adalah kira-kira 300 ml atau berisi sekitar 15 ekor cacing. Pengambilan cacing laut hampir dilakukan setiap hari, tapi pada umumnya dilakukan pada hari kamis dan jum’at, hal ini dilakukan untuk dijual pada hari sabtu dan minggu, karena pada hari-hari libur banyak pemancing yang memancing ikan disekitar hutan. Untuk nilai manfaat pemancingan, jika dilihat dari persentasenya tergolong kecil yaitu 0,51 atau hanya Rp. 4.344.000,- per tahun atau Rp. 97.051,- per ha per tahun. Untuk perhitungan nilai pemancingan, responden didapatkan yang sedang melakukan rekreasi pemancingan disekitar hutan lindung, sehingga untuk mengestimasi nilai rekreasi pemancingan untuk per hektarnya berdasrkan luasan dari hutan lindung tersebut. Manfaat berikutnya dari hutan Angke Kapuk adalah nilai kayu yang dihasilkan. Estimasi nilai kayu di hutan Angke Kapuk dalam penelitian ini, berdasarkan dari potensi tegakan kayu mangrove yang digunakan sebagai sebagai kayu bakar, dan nilai kayu yang dihitung yang berada dalam hutan lindung dan Suaka Margasatwa Muara Angke, karena kedua kawasan tersebut relatif mempunyai vegetasi mangrove yang masih baik. Nilai kayu sebagai kayu bakar yang dihasilkan dalam penelitian ini sebesar Rp. 136.383.200,- per tahun atau sekitar 15,95 dari total nilai manfaat langsung di hutan Angke Kapuk , jika dikonversikan dalam per hektar sekitar Rp. 2.605.965,- per ha per tahun Lampiran 1. Dalam perhitungan nilai manfaat langsung, nilai budidaya tambak tetap dimasukan, walaupun usaha budidaya tambak yang dibuka oleh masyarakat ini sifatnya illegal. Nilai yang besar ini, cukup beralasan bagi masyarakat memanfaatkannya sebagai areal tambak, seperti yang terjadi pada saat ini. Areal tambak yang dihitung dalam penelitian ini, areal yang berada dalam kawasan Hutan Wisata Angke Kapuk. Berdasarkan pengamatan dilapangan, nampak jelas dengan luas kira-kira 99,82 ha, sekitar 95 berubah menjadi areal tambak. Konflik-konflik masalah tersebut, memang sudah lama terjadi, dan sekarang masih dalam tahap-tahap penyelesaian dari pihak-pihak terkait. Konflik terjadi karena adanya pembukaan areal tambak yang sifatnya illegal di dalam kawasan hutan wisata.

5.2.2. Indirect Use Value Nilai Manfaat Tidak Langsung