Metode Penilaian Ekonomi Sumberdaya

2.4. Metode Penilaian Ekonomi Sumberdaya

Nilai merupakan persepsi seseorang, yaitu harga yang diberikan terhadap sesuatu pada waktu dan tempat tertentu. Ukuran harga dapat ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki, menggunakan atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa yang diinginkan. Adapun penilaian adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa David dan Johson 1987 dalam Widada 2004. Pada prinsipnya metode penilaian sumberdaya hutan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan harga pasar dan kesediaan untuk membayar WTP Davis dan Johson 1987 dalam Widada 2004. Dalam kondisi pasar tidak mengalami penyimpangan, WTP akan sama dengan harga pasar. Namun pada saat mekanisme pasar tidak bekerja secara sempurna akan terjadi distorsi, maka harga pasar tidak akan dapat memberikan perkiraan yang akurat mengenai WTP. Metode yang didasarkan pada pendekatan harga pasar terdiri atas dua metode, yaitu Metode Manfaat Sosial Bersih Net Social Benefit Method dan Metode Harga Pasar Market Price Method. Para ahli ekonomi dewasa ini telah mengembangkan berbagai teknik dan metode valuasi dan perhitungan nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan pada kondisi pasar yang tidak sempurna. Hufschmidt et al 1983 dalam Widada 2004, menyimpulkan bahwa metode dan teknik penilaian ekonomi dijabarkan sebagai berikut : a. Teknik penilaian yang berdasarkan pada harga pasar atau produktivitas seperti perubahan nilai produk dan hilangnya penghasilan. b. Teknik penilaian yang berdasarkan pada penggunaan harga pasar bagi inputsubstitusi seperti biaya penggantian, biaya produk bayangan, analisis biaya pengeluaran dan biaya pencegahan. c. Penilaian dengan pendekatan survei yaitu dengan menanyakan besarnya WTP konsumen terhadap barang dan jasa lingkungan dengan menggunakan pasar hipotesis. Tantangan praktis dalam pelaksanaan studi penilaian ekonomi sumberdaya alam adalah menurunkan perkiraan yang dapat dipercaya bagi sumberdaya biologis, baik dalam konteks terdapat harga pasar atau pada pasar tidak sempurna Dixon dan Sherman 1990 dalam Widada 2004. Menurut Dixon dan Sherman 1990 dalam Widada 2004, ada beberapa teknik atau metode penilaian ekonomi yang dapat diaplikasikan untuk kawasan konservasi antara lain : 1. Teknik Berdasarkan Pasar Market-based Techniques Teknik ini menggunakan harga pasar aktual sebagai harga yang dianggap mendekati nilai dari barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi. Sebagai contoh, penduduk lokal tidak membayar air yang mereka ambil dari sumber air dalam kawasan konservasi. Suatu teknik yang sederhana untuk menentukan nilai dari air tersebut adalah dengan cara membandingkannya dengan harga air yang di jual di pasar lokal. Selain itu, ,penilaian juga dapat dilakukan dengan melihat pengaruh yang terjadi terhadap produksi atau kesehatan. 2. Teknik Berdasarkan Biaya Cost-based Techniques Teknik ini menghitung opportunity cost dari kawasan konservasi, biayakerugian yang dialami oleh masyarakat akibat hilangnya akses pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalam kawasan konservasi dan biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan barang dan jasa yang secara alami dikontribusikan oleh kawasan konservasi. a. Biaya Oportunitas Opportunity Cost Nilai ekonomi suatu kawasan dapat diketahui melalui nilai bersih sekarang Net Present Value dari berbagai alternatif penggunaan lahan. Sebagai contoh, dapat diperkirakan NPV dari kawasan konservasi dengan menghitung manfaat ekonomi yang dapat dikuantifikasikan dan biaya pengelolaannya. Misalnya ada pembukaan areal perkebunan menjadi salah satu alternatif penggunaan lahan. b. Biaya Preventif Preventive Cost Kawasan konservasi dapat menghindari kerugian masyarakat. Sebagai contoh, kawasan konservasi mempunyai fungsi sebagai pengendalian banjir. Jika dilakukan penebangan hutan, maka masyarakat dan pemerintah harus mengeluarkan biaya penanggulangan banjir. Biaya tersebut merefleksikan nilai ekonomi hutan tersebut. c. Biaya Penggantian Replacemet Cost Kawasan konservasi berfungsi mempertahankan kualitas lahan dan siklus nutrisi. Seandainya terjadi deforestasi, maka hal ini akan meningkatkan erosi tanah dan hilangnya nutrisi. Nutrisi tersebut dapat diganti oleh pupuk. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk merefleksikan nilai ekonomi dari kawasan konservasi. 3. Teknik Biaya Perjalanan Travel Cost Teknik ini menentukan nilai rekreasi dari kawasan konservasi dengan melihat kesediaan membayar willingness to pay para pengunjung. Teknik ini menunjukkan bahwa nilai kawasan konservasi bukan hanya dari tiket masuk saja, tapi juga mempertimbangkan biaya transportasi yang dikeluarkan pengunjung menuju lokasi kawasan konservasi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama kunjungan. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung selama melakukan perjalanan menuju suatu kawasan konservasi menunjukkan kesediaan membayar pengunjung untuk berekreasi di kawasan tersebut. 4. Teknik Contingent Valuation Metode valuasi adalah cara perhitungan secara langsung dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar willingness to pay kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai barang publik yang penekanannya pada standar nilai uang Hanley dan Spash 1993. Metode ini memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya. Dengan demikian nilai ekonomi suatu benda publik dapat diukur melalui WTP. Penawaran WTP dapat diregresikan sebagai hubungan antara tingkat pendapatan Y, tingkat pendidikan E, tingkat pengetahuan K, tingkat usia A dan jenis kelamin G dengan jumlah dari kualitas lingkungan yang dilakukan penawaran Q. Jika hal ini beragam pada setiap responden maka : WTP i = fY i ,E i ,K i ,A i ,G i ,Q i Menurut Pearce 1993, CVM menggunakan pendekatan kepada masyarakat secara langsung. CVM pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat berapa besarnya maksimum Willingness to Pay WTP untuk manfaat tambahan danatau berapa besarnya Willingness to Accept WTA sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan, dalam penelitian ini digunakan pendekatan WTP. Turner et al. 1994 mengasumsikan bahwa secara rasional preferensi positif terhadap sesuatu akan muncul dalam bentuk keinginan membayar willingness to pay sesuatu tersebut. Selanjutnya keinginan untuk membayar dari masing-masing individu tersebut akan berbeda satu sama lain maka kita dapat menjumlahkan keinginan membayar dari masing-masing individu untuk mendapatkan keinginan membayar total konsumen. Sementara kita bisa mengasumsikan dengan aman bahwa konsumen tidak akan mau membayar sesuatu yang mereka tidak inginkan, kita tidak bisa yakin bahwa WTP yang terukur oleh harga pasar secara akurat dapat mengukur keuntungan keseluruhan baik dari individu maupun masyarakat. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah adanya kemungkinan kelompok individu yang bersedia membayar lebih dari harga yang berada di pasar. Jika demikian, keuntungan yang mereka terima lebih besar dari harga pasar yang diindikasikan. Keuntungan tersebut dieknal sebagai surplus konsumen. CVM pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui : pertama, keinginan membayar WTP dari masyarakat, dan kedua, keinginan menerima kompensasi atas WTA kerusakan suatu lingkungan perairan. Karena teknik CVM didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak pemilikan Garrod dan Willis 1999 dalam Fauzi 2004, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar yang maksimum maximum Willingness to Pay untuk memperoleh barang tersebut. Jika individu tersebut memiliki sumberdaya hak atas sumber daya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima WTA kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya alam yang dimiliki. Pelaksanaan penelitian dengan pendekatan CVM, terdapat lima tahap dalam pelaksanaannya, yaitu : 1. Membuat hipotesis pasar. Diasumsikan akan adanya perbaikan terhadapa kualitas lingkungan oleh pemerintah, adanya perbaikan tersebut akan berpengaruh terhadap masyarakat di sekitar hutan mangrove, responden diberi kuesionerpertanyaan mengenai kemampuan masyarakat membayar perbaikan. 2. Mendapatkan nilai lelang. Ini dilakukan dengan survei, baik melalui survei langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Dari ketiga cara tersebut survei langsung akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar WTP. 3. Menghitung rataan WTP dan WTA. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang yang diperoleh pada tahap dua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean rataan dan nilai median tengah. 4. Memperkirakan kurva lelang. Kurva lelang diperoleh dengan meregresikan WTPWTA sebagai variabel tidak bebas dengan variabel bebas. 5. Mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi N. Hal yang menarik dari CVM adalah secara teknik dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting yaitu 1 Seringkali menjadi hanya satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat; 2 Dapat diaplikasikan pada kebanyakan konteks kebijakan lingkungan. Hal yang paling penting dari CVM adalah penggunaannya dalam berbagai macam penilaian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat. Secara khusus, CVM menyarankan bahwa nilai keberadaan barang-barang lingkungan merupakan hal yang penting untuk diketahui. CVM mempunyai kemampuan untuk mengestimasi nilai non-pengguna. Dengan CVM, dapat diukur utilitas dari penggunaan keberadaan barang lingkungan, bahkan jika seseorang tidak menggunakannya secara langsung. Menurut Hanley dan Spash 1993, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian CVM, yaitu : a. Pasar hipotetik harus memiliki kredibilitas dan realistik. b. Alat pembayaran yang digunakan danatau ukuran kesejahteraan WTP sebaiknya tidak kontroversial dengan etika di masyarakat. c. Responden sebaiknya memiliki informasi yang cukup mengenai barang lingkungan yang dimaksudkan dalam kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka. d. Jika memungkinkan ukuran WTP sebaiknya ditetapkan, karena responden sering kesulitan dengan penentuan nilai nominal yang ingin mereka berikan. e. Ukuran contoh yang cukup besar, sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas. f. Pengujian kebiasan, sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategic bias secara khusus. g. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi. h. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi, dan adanya penyesuaian. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju dengan harapan yang tepat. Nilai minimum dari 15 untuk R adjusted direkomendasikan oleh Mitchell dan Carson dalam Hanley dan Spash 1993. CVM meskipun diakui sebagai pendekatan yang cukup baik untuk valuasi, namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Kelemahan yang utama adalah timbulnya bias. Bias ini terjadi jika timbul nilai yang overstate maupun understate secara sistematis dari nilai sebenarnya. Sumber-sumber bias terutama ditimbulkan oleh dua hal utama, yaitu : 1 Bias strategis : bias ini terjadi bila ditemui fakta bahwa responden mungkin akan menolak memberikan tanggapan atas pertanyaan dalam survey atau tidak mengungkapkan nilai WTP sebenarnya karena alasan strategis. 2 Bias informasi : hasil dari survei tidak terlepas dari informasi yang diberikan kepada responden, sehingga nilai WTP seseorang akan bergantung pada kuantitas dan kualitas seseorang dalam memberikan informasi. Contohnya banyak ditemui perbedaan nilai antara yang diperoleh melalui WTP dan melalui WTA. Perbedaan yang ditimbulkan karena orang akan memberikan tanggapan yang berbeda antara bila ditanya “berapa besarnya jumlah yang bersedia dibayar” dengan berapa besarnya ganti rugi yang bersedia diterima”. 3 Bias hipotetik : merujuk dari fakta bahwa dalam survey pasar hipotetik yang diajukan, sesungguhnya tidak benar-benar melakukan transaksi. Selain kelemahan seperti disebutkan diatas terdapat kelebihan dalam menggunakan CVM, yaitu : 1 Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting, yaitu : asering menjadi satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat, bdapat diaplikasikan pada kebanyakan konteks kebijakan lingkungan. 2 Dapat digunakan dalam berbagi macam penilaian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat. Secara khusus, CVM menyarankan bahwa nilai keberadaan barang-barang lingkungan merupakan hal yang penting untuk diketahui. 3 Dengan CVM, seseorang mungkin dapat mengukur utilitasnya dari penggunaan keberadaan barang lingkungan, bahkan jika digunakan secara langsung.

2.5. Persepsi