penuaan dini adalah polusi udara. Komponen utama polutan udara adalah PAHs, NOx, PM, VOCs, dan asap rokok Drakaki et al., 2014.
PAHs akan terikat pada permukaan PM dan terserap pada permukaan PM yang tersuspensi di udara. PAHs akan dikonversi menjadi quinin, bahan kimia
yang dapat melangsungkan siklus redoks dan menghasilkan ROS. Jika kompleks PM-PAHs terabsorbsi ke transepidermal kulit dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penuaan kulit Drakaki et al., 2014. Radikal bebas adalah senyawa kimia dengan elektron yang tidak
berpasangan pada orbit terluarnya. ROS terdiri dari oksigen radikal dan oksigan yang tidak radikal, yang terdiri dari molekul seperti hidrogen peroksida H
2
O
2
, superoxide O
2 -
, oksigen singlet ½O
2
dan hidroksida radikal
OH Poljsak, Suput, dan Milisav, 2013. ROS ini dapat mengalami penghilangan radikal bebas,
pengikatan ROS atau perkursornya menghambat pembentukan ROS oleh antioksidan Uttara, Singh, Zamboni, dan Mahajan, 2009.
E. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat berfungsi untuk menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas di dalam tubuh dengan
memberikan pasangan elektronnya pada senyawa radikal Rohman dan Riyanto, 2005, sehingga diharapkan dapat menghambat proses penuaan dini dan
mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif Kosasih, Tony, dan Hendro, 2006.
Antioksidan dapat bersumber dari sumber sintetik atau alami. Dewasa ini, antioksidan alami lebih banyak digunakan dari pada antioksidan sintetik
karena terbukti lebih aman. Penelitian juga menunjukkan bahwa antioksidan alami yang berasal dari Spirulina platensis memiliki penghambatan terhadap peroksidasi
lemak lebih besar 65 dari pada antioksidan sintetik seperti BHA 45 dan tokoferol 35 Karkos, Leong, Karkos, Sivaji, dan Assimakopoulos, 2008.
F. Gel
Gel adalah sediaan semisolid yang memiliki penampilan yang jernih dan digunakan secara topikal, terdiri atas suatu suspensi partikel organik dan
anorganik yang berikatan dan terpenetrasi oleh cairan yang dapat mengandung satu atau lebih zat aktif pada substansi hidrokoloidal yang cocok dan dikenal
sebagai gelling agent Allen, 2002; Ansel, 2005; Premjeet et al., 2012. Gel lebih potensial untuk dijadikan sebagai pembawa obat topikal dibandingkan dengan
sediaan salep karena gel memiliki karakteristik yang tidak lengket, memerlukan energi yang rendah saat formulasi, stabil dan memiliki nilai estetika Rao,
Prasanthi, Manikiran, dan Rao, 2011. Gel diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan pelarutnya, antara lain:
1. Hidrogel
Gel hidrofilik yang disebut hidrogel merupakan suatu polimer cross- linked yang menyerap air dalam jumlah besar tanpa melarut. Sifatnya yang
lembut dan kapasitasnya untuk menampung air merupakan sifat unik dari hidrogel. Kemampuan hidrogel untuk menyerap air berasal dari gugus
fungsional hidrofilik yang menempel pada rangka utama polimer, sedangkan ketahanannya untuk tidak larut berasal dari cross-link dari rantai yang saling
berhubungan. Air di dalam hidrogel memungkinkan difusi dari beberapa zat
terlarut, sedangkan polimer berfungsi untuk mengunci air tetap pada tempatnya. Gel ini adalah molekul polimer tunggal yang terhubung satu sama
lain sehingga membentuk molekul besar dalam skala makroskopik. Keuntungannya adalah hidrogel akan menghasilkan gel dengan sifat fisik yang
elastis dan kuat Ganesh, Manohar, dan Bhanudas, 2013.
2. Organogel
Gel organik memiliki sifat non-kristalin, tidak lengket, termoplastik yang terdiri dari fase cair organik yang terjebak dalam jaringan struktural tiga
dimensi. Fase cairnya dapat berupa pelarut organik, minyak mineral, atau minyak sayur. Kelarutan dan dimensi partikel menjadi sifat penting yang
menentukan elastisitas dan kekokohan dari organogel. Singh, Nagori, Shaw, Tiwari, dan Jhanwar, 2013.
3. Xerogel
Xerogel adalah gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah, dibentuk dari penguapan pelarut yang menyisakan kerangka gel. Memiliki
porositas yang tinggi 15-50 dan luas pemukaan yang tinggi 150-900 m
2
g, dan ukuran pori yang kecil 1-10 nm. Ketika proses penghilangan pelarut
terjadi di bawah kondisi superkritis, jaringannya tidak ikut menyusut dan terbentuklah bahan dengan porositas yang tinggi dan densitas rendah yang
disebut xerogel. Perlakuan panas tinggi yang diaplikasikan pada xerogel menghasilkan gel yang kental dan secara efektif dapat mengubah gel yang
berpori menjadi suatu gelas padat Singh et al., 2013.
Terminologi terkait dengan gel antara lain adalah imbibisi, swelling, sineresis dan tiksotropi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairain
tanpa peningkatan volume yang memungkinkan untuk diukur. Swelling adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairan oleh gel dengan peningkatan volume yang
dapat diukur, dan hanya cairan yang mensolvasi gel yang dapat mengakibatkan peristiwa swelling ini. Biasanya disebabkan karena peningkatan pH dan adanya
elektrolit. Sineresis terjadi ketika terjadi interaksi yang kuat antara partikel dari fase terdispersi, medium pendispersi menjadi tertekan sehingga keluar dalam
bentuk droplet sehingga gel menjadi mengerut. Tiksotropi adalah peristiwa pembentukan gel-sol yang dapat kembali seperti semula tanpa terjadinya
perubahan volume dan temperatur Allen, 2009.
G. Gelling Agent
Gelling agent adalah substansi hidrokoloid yang memberikan konsistensi pada gel. Gelling agent memerlukan agen penetralisir atau peningkat pH untuk
menciptakan struktur gel setelah gelling agent terbasahi pada medium pendispersi, biasanya memerlukan waktu selama 24-48 jam untuk memperoleh viskositas
maksimum dan kejernihan sediaan. Gelling agent seperti metil selulosa memiliki kelarutan yang lebih baik pada air dingin, sedangkan gelatin dan CMC-Na lebih
larut pada air panas Pramjeet et al., 2012. Ketika didispersikan pada solven yang cocok, gelling agent berfusi membentuk struktur hubungan koloid tiga dimensi,
yang bertanggung jawab pada ketahanan gel terhadap perubahan bentuk gel Rao et al., 2011. Idealnya gelling agent yang digunakan untuk bidang farmasi dan
kosmetik harus inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen formula lainnya Bhasha, Khalid, Duraivel, Bhowmik, dan Kumar, 2013.
Pendispersian gelling agent kedalam pelarut yaitu air akan menyebabkan proses stabilisasi yang menyebabkan perpanjangan multidimensional dari rantai
polimer menghasilkan suatu struktur jaringan yang disebut cross linking. Cross- link adalah suatu ikatan yang menghubungkan satu polimer dengan polimer yang
lain, yaitu dengan ikatan hydrogen atau interaksi hidrofobik. Cross linking, seperti yang terlihat pada gambar 2, menyebabkan peningkatan bobot molekul dari
polimer. Suatu polimer cair dapat diubah menjadi gel dengan menyatukan satu polimer dengan polimer lain melalui ikatan cross link Maitra dan Shukla, 2014.
Gambar 3. Cross-linking pada polimer Maitra dan Shukla, 2014.
Gambar 2 dari kiri ke kanan menjelaskan terbentuknya ikatan cross linking antara polimer-polimer yang masih terpisah satu sama lain melalui suatu
ikatan hidrogen, ditandai dengan perubahan viskositas dari encer menjadi kental.
H. Sodium Carboxymethyl Cellulose Na