karena terbukti lebih aman. Penelitian juga menunjukkan bahwa antioksidan alami yang berasal dari Spirulina platensis memiliki penghambatan terhadap peroksidasi
lemak lebih besar 65 dari pada antioksidan sintetik seperti BHA 45 dan tokoferol 35 Karkos, Leong, Karkos, Sivaji, dan Assimakopoulos, 2008.
F. Gel
Gel adalah sediaan semisolid yang memiliki penampilan yang jernih dan digunakan secara topikal, terdiri atas suatu suspensi partikel organik dan
anorganik yang berikatan dan terpenetrasi oleh cairan yang dapat mengandung satu atau lebih zat aktif pada substansi hidrokoloidal yang cocok dan dikenal
sebagai gelling agent Allen, 2002; Ansel, 2005; Premjeet et al., 2012. Gel lebih potensial untuk dijadikan sebagai pembawa obat topikal dibandingkan dengan
sediaan salep karena gel memiliki karakteristik yang tidak lengket, memerlukan energi yang rendah saat formulasi, stabil dan memiliki nilai estetika Rao,
Prasanthi, Manikiran, dan Rao, 2011. Gel diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan pelarutnya, antara lain:
1. Hidrogel
Gel hidrofilik yang disebut hidrogel merupakan suatu polimer cross- linked yang menyerap air dalam jumlah besar tanpa melarut. Sifatnya yang
lembut dan kapasitasnya untuk menampung air merupakan sifat unik dari hidrogel. Kemampuan hidrogel untuk menyerap air berasal dari gugus
fungsional hidrofilik yang menempel pada rangka utama polimer, sedangkan ketahanannya untuk tidak larut berasal dari cross-link dari rantai yang saling
berhubungan. Air di dalam hidrogel memungkinkan difusi dari beberapa zat
terlarut, sedangkan polimer berfungsi untuk mengunci air tetap pada tempatnya. Gel ini adalah molekul polimer tunggal yang terhubung satu sama
lain sehingga membentuk molekul besar dalam skala makroskopik. Keuntungannya adalah hidrogel akan menghasilkan gel dengan sifat fisik yang
elastis dan kuat Ganesh, Manohar, dan Bhanudas, 2013.
2. Organogel
Gel organik memiliki sifat non-kristalin, tidak lengket, termoplastik yang terdiri dari fase cair organik yang terjebak dalam jaringan struktural tiga
dimensi. Fase cairnya dapat berupa pelarut organik, minyak mineral, atau minyak sayur. Kelarutan dan dimensi partikel menjadi sifat penting yang
menentukan elastisitas dan kekokohan dari organogel. Singh, Nagori, Shaw, Tiwari, dan Jhanwar, 2013.
3. Xerogel
Xerogel adalah gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah, dibentuk dari penguapan pelarut yang menyisakan kerangka gel. Memiliki
porositas yang tinggi 15-50 dan luas pemukaan yang tinggi 150-900 m
2
g, dan ukuran pori yang kecil 1-10 nm. Ketika proses penghilangan pelarut
terjadi di bawah kondisi superkritis, jaringannya tidak ikut menyusut dan terbentuklah bahan dengan porositas yang tinggi dan densitas rendah yang
disebut xerogel. Perlakuan panas tinggi yang diaplikasikan pada xerogel menghasilkan gel yang kental dan secara efektif dapat mengubah gel yang
berpori menjadi suatu gelas padat Singh et al., 2013.
Terminologi terkait dengan gel antara lain adalah imbibisi, swelling, sineresis dan tiksotropi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairain
tanpa peningkatan volume yang memungkinkan untuk diukur. Swelling adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairan oleh gel dengan peningkatan volume yang
dapat diukur, dan hanya cairan yang mensolvasi gel yang dapat mengakibatkan peristiwa swelling ini. Biasanya disebabkan karena peningkatan pH dan adanya
elektrolit. Sineresis terjadi ketika terjadi interaksi yang kuat antara partikel dari fase terdispersi, medium pendispersi menjadi tertekan sehingga keluar dalam
bentuk droplet sehingga gel menjadi mengerut. Tiksotropi adalah peristiwa pembentukan gel-sol yang dapat kembali seperti semula tanpa terjadinya
perubahan volume dan temperatur Allen, 2009.
G. Gelling Agent