I. Humektan
Humektan adalah substansi yang mengabsorbsi atau membantu substansi lain menjaga kelembabannya, misalnya gliserin. Humektan adalah substansi yang
higroskopik. Kebanyakan adalah molekul dengan beberapa gugus hidroksi, juga beberapa memiliki gugus amin, karboksil, dan juga ester; yang memiliki afinitas
untuk mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air Pramjeet et al., 2012. Prinsipnya ketika agen pelembab dioleskan pada kulit, humektan akan
membentuk suatu lapisan film tipis Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011. Sistem pada humektan memungkinkan lembab dapat tertahan dengan cara menarik air
dan mengikatnya Greive, 2015.
J. Gliserin
Gambar 5. Struktur gliserin Rowe et al., 2009.
Gliserin ini memiliki rumus empirik C
3
H
8
O
3
dengan bobot molekul 92,09. Gliserin ini dapat berfungsi sebagai pengawet, kosolven, emolien,
humektan, plasticizer, pelarut, dan pemanis. Tetapi dalam sediaan topikal, utamanya gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Dalam
penggunaannya sebagai humektan, gliserin digunakan dalam konsentrasi ≤30.
Organoleptis dari gliserin yaitu bening, tidak berwarna, kental, cairan yang higroskopis, rasanya manis dengan tingkat kemanisan 6 kali dari sukrosa. Gliserin
dapat membentuk suatu kristal jika disimpan pada temperatur rendah tetapi dapat ditanggulangi dengan pemanasan kristal pada suhu 20
o
C. Perubahan warna menjadi hitam pada gliserin dapat terjadi jika gliserin terpapar oleh cahaya atau
mengalami kontak dengan zink oksida Rowe et al., 2009. Gliserin tidak menyebabkan iritasi pada kulit kecuali pada individu yang
sensitif, non-karsinogenik, tidak reaktif, memiliki pH yang netral, dan larut dalam air Dirjen POM RI, 2011.
K. Desain Faktorial
Desain faktorial digunakan dalam penelitian, dimana efek dari faktor yang berbeda pada hasil penelitian akan diuraikan. Desain faktorial adalah desain
pilihan untuk determinasi efek dari beberapa faktor beserta interaksinya. Beberapa definisi dalam desain faktorial:
1. Faktor
Faktor merupakan variabel yang ditetapkan, seperti konsentrasi, temperatur, perlakuan terhadap obat, dll. Faktor yang dipilih bergantung pada
tujuan penelitian dan ditetapkan oleh peneliti. Dapat berupa faktor kuantitatif atau kualitatif, jika kuantitatif maka akan disajikan dalam bentuk nilai.
2. Level
Level adalah nilai yang ditetapkan dari suatu faktor. Contohnya adalah 0,1 molar dan 0,3 molar untuk faktor konsentrasi; obat dan placebo untuk
faktor perlakuan obat. Simbol untuk berbagai konsentrasi faktor antara lain: 1, a, b, dan ab. Ketika kedua faktor berada pada level rendah maka akan
disimbolkan sebagai 1, ketika faktor A berada pada level tinggi dan faktor B
berada pada level rendah maka disimbolkan sebagai a, ketika faktor A berada pada level rendah dan faktor B berada pada level tinggi maka disimbolkan
sebagai b, dan ketika kedua level berada pada level tinggi maka akan disimbolkan sebagai ab.
3. Efek
Efek dari faktor merupakan perubahan respon yang disebabkan karena membuat level dan faktor menjadi bervariasi Bolton dan Bon, 2004.
Keunggulan dari desain faktorial: a.
Pada saat tidak adanya interaksi, desain faktorial memiliki efisiensi yang maksimal dalam memperkirakan efek utama.
b. Pada saat ada interaksi, desain faktorial penting untuk menyatakan dan
mengidentifikasi interaksi yang terjadi. c.
Karena efek dari faktor diukur pada berbagai level dari faktor-faktor, kesimpulan dapat diterapkan pada kondisi yang lebih umum Bolton dan
Bon, 2004.
Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level Bolton dan Bon, 2004.
Eksperiment A level
B level
1 -
- a
+ -
b -
+ ab
+ +
L. Uji Sifat Fisik Sediaan
1. Organoleptis
Uji organoleptis adalah uji yang dilakukan untuk mengamati terjadinya instabilitas dengan cara mengamati dengan alat indera tanda-tanda yang
muncul pada penampilan fisik gel dengan parameter warna, bau, tekstur dan homogenitas sediaan Lawrence dan Ress, 2000. Pengujian homogenitas
dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat tahapan pembuatan sediaan gel, bahan aktif dan juga eksipien lainnya sudah tercampur dengan merata.
Pengujian homogenitas dilakukan dengan melakukan pengolesan sediaan gel pada lempengan kaca lalu dilakukan pengamatan apakah komponennya sudah
tercampur dengan baik Dirjen POM RI, 1995.
2. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui besar pH yang dihasilkan pada saat awal dan akhir pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah sediaan dapat mempertahankan pH sediaan tetap dalam rentang pH yang ditentukan, yaitu 4,5
– 6,5. pH tersebut merupakan pH kulit manusia, sehingga sediaan dibuat memiliki pH yang sama dengan pH kulit manusia,
sehingga tidak menimbulkan iritasi dan menjadikan kulit kering Muthalib, Fatimawali, dan Edy, 2013.
3. Viskositas
Uji viskositas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tahanan dari sediaan untuk dapat mengalir. Tahanannya dikatakan semakin besar apabila
viskositasnya semakin tinggi. Daya sebar akan dipengaruhi oleh viskositas Garg et al., 2002; Pramjeet et al., 2012.
4. Daya sebar
Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemudahan menyebar gel jika diaplikasikan pada permukaan kulit. Gel yang baik memiliki nilai daya sebar
yang tinggi dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menyebar Ainaro, Gadri, dan Priani, 2015. Kekakuan formula, temperatur pada tempat
aksi dan lama penekanan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar Garg et al., 2002.
M. Senyawa Radikal
Pada masa modern ini ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan penuaan dini seperti faktor gaya hidup, lingkungan, genetis,
rendahnya sistem kekebalan dan radikal bebas. Dari berbagai macam faktor penyebab penuaan dini, teori yang paling sering digunakan adalah teori radikal
bebas. Radikal bebas sendiri dapat berasal dari berbagai macam sumber, antara lain sinar UV, polutan, asap rokok maupun diproduksi secara kontinyu sebagai
konsekuensi dari metabolisme normal Kosasih et al., 2006. DPPH atau 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil adalah suatu senyawa radikal
bebas yang stabil dan terkenal sebagai abstraktor hidrogen yang baik sehingga menghasilkan DPPH-H sebagai produknya. DPPH berwarna ungu dan dapat
direduksi menjadi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin DPPH-H melalui suatu reaksi redoks yang berwarna kuning oranye. DPPH digunakan sebagai scavenger untuk
banyak senyawa radikal lain, karena kemudahannya menjalankan proses reaksi
tersebut, DPPH yang berwarna ungu teredam menjadi senyawa tereduksinya yaitu DPPH-H, dengan penurunan panjang gelombang yang sangat signifikan yaitu dari
530 nm menjadi 330 nm Ionita, 2005.
Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H Patel dan Patel, 2011. N.
Landasan Teori
Penuaan dini dapat disebabkan oleh sinar UV dan polusi udara yang dapat menginduksi terbentuknya ROS yang terdiri dari senyawa radikal dan
senyawa non-radikal. Senyawa non-radikal tersebut pada akhirnya akan menginisiasi terbentuknya senyawa radikal bebas yang sangat reaktif karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan dan akan menghantam sel-sel normal dari tubuh manusia dan menimbulkan kerusakan jaringan. Oleh karena itu, untuk
meredam atau memotong reaksi berantai dari radikal bebas ini kemudian diberikan suatu antioksidan yang dapat menyumbangkan elektronnya secara
cuma-cuma kepada radikal bebas sehingga akan menjadi stabil. Oleh karena beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan penelitian pada
golongan alga hijau-biru dengan spesies Spirulina platensis dan menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat poten pada ekstrak airnya, maka dari itu penulis
hendak memformulasikannya kedalam sediaan gel yang berfungsi sebagai anti-
aging dari ekstrak air Spirulina platensis tersebut. Agar diperoleh formulasi yang optimal sehingga dapat menghasilkan stabilitas dan sifat fisik yang baik dan dapat
memberikan efek antioksidan yang maksimal, maka pada penelitian ini akan dilakukan optimasi formula dengan variasi 2 faktor yang berperan penting yaitu
CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.
O. Hipotesis