Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK
c. Klasifikasi tanah Aluvial Dataran Pantai adalah terdapat satu
great group
dari sub
ordo Aquent yaitu Fluvaquent merupakan lahan basah dan ditemukan di Indonesia. 12.
Pengelolaan Aquent a.
Pengelolaan  Tanah  Berpotensi  Sulfat  Masam  adalah:  1  pengaturan  muka  air
tanah,  dijaga  jangan  sampai  tereduksi,  dan  air  tanah  diatur  jangan  sampai  di  bawah lapisan
cat clay
lapisan hitam dengan sedikit BO,  2 pencucian, diperlukan waktu yang lama sampai 10 tahun untuk menghilangkan sebagian besar pirit, 3 percobaan
pengapuran.
b. Pengelolaan  Tanah  Regosol  Pantai  faktor  penghambat  utama  untuk  pengelolaan
pertanian  adalah  tanah  yang  berpasir,  sehingga  kekurangan  air  dan  daya  dukung  air rendah, sehingga perlu adanya cara untuk  mengubah daya dukung air  menjadi  lebih
tersedia  bagi  tanah,  yaitu  dengan  pemberian  mulsa  organik  atau  dengan  pemberian “
polymer
”  atau
soil  conditioner
.  Selain  Spodosol,
Quartzipsamment  Udipsa mment
Regosol dan
Psammaquent
yang terdapat di daerah pantai  merupakan
great  group
dari  Entisol,  yang  berasosisasi  dengan  tanah-tanah  di  daerah
coastal
lainnya,  juga merupakan  tanah-tanah  berpasir,  pengelolaan  tanahnya  dapat  dilakukan  dengan  cara
yang sama seperti pada Spodosol.
c. Pengelolaan  Tanah  Aluvial  Dataran  Pantai  kebanyakan  tanah  Aluvial  sepanjang
daerah  aliran  besar  merupakan  campuran  yang  mengandung  cukup  hara  tanaman, sehingga  umumnya  dianggap  subur  sejak  dulu  misalnya:  Euphrat,  Babilon,
Majapahit,  Sriwijaya,  Jakarta,  dan  lain-lain.    Yang  menjadi  problem  adalah pengawasan  tata-air,  termasuk  perlindungan  terhadap  banjir,  drainase,  dan  irigasi.
Tekstur  tanahnya  sangat  beragam,  baik  secara  vertikal  maupun  horisontal,  jika banyak mengandung liat tanahnya sukar diolah dan menghambat drainase.
13. Penggunaan Aquent
a. Penggunaan  Tanah  Berpotensi  Sulfat  Masam  adalah  cocok  digunakan  untuk
sawah pasang surut asalkan tanahnya tergenang.
b. Penggunaan Tanah Regosol Pantai adalah pemberian polimer “
vinyl chloride film
” telah  dicobakan  di  Thailand  pada  Spodosol  berpasir  untuk  penanaman  jeruk  lemon
yang dapat menghasilkan banyak buah, hal ini dapat juga dilakukan pada Regosol.
c. Penggunaan Tanah Aluvial Dataran Pantai cocok ditanami padi dan palawija.
5. MetodeStrategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1.
Ceramah 2.
Tanya Jawab 3.
Diskusi 4.
Penugasan
6.   Tahap Pembelajaran A.
Kegiatan Pendahuluan
Dosen  menyiapkan  diri  dan  membuka  perkuliahan  dengan  berdoa  dalam  hati  dan ucapkan  salam  serta  mengajak  mahasiswa  berkonsentrasi  dengan  berbagai  pertanyaan
lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti
Dosen: 1.
Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis 2.
Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3.
Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi 4.
Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5.
Memberi evaluasi
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK
Mahasiswa: 1.
Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2.
Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas 3.
Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4.
Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi
7.   AlatBahanSumber Belajar A.  AlatMedia
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1.
Proyektor 2.
Papan tulis dan spidol 3.
LCD dan Laptop 4.
Contoh materi yang ada di sekitar
B.   BahanSumber Bacaan
Andriesse,  J.P.  1988.  Nature  and  Management  of  Tropical  Peat  Soils.    Food Agriculture Organization. Soil Bull. 59. Rome. 165 p.
Arabia,  T.  2014.  Pengelolaan  Lahan  Basah  dan  Lahan  Kering.  Buku  Ajar.  Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
________.,  A.  Karim,  Manfarizah.  2012.    Klasifikasi  dan  Pengelolaan  Tanah.    Syiah Kuala University Press. Darussalam-Banda Aceh.
Buurman,  P.,  T.  Balsem,  dan  H.G.A.  van  Panhuys.    1988.    Klasifikasi  Satuan  Lahan untuk  Survei  Tingkat  Tinjau  Sumatera.    Laporan  Teknis  No.  3a,  versi  1.2.
Terjemahan:  D.  Sukma,  A.  Hidayat,  dan  J.  Dai.  Pengelolaan  Data  Base  Tanah. Proyek  Perencanaan  dan  Evaluasi  Sumber  Daya  lahan.    Pusat  Penelitian  Tanah,
Bogor.
Dames, T.W.G. 1955.  The soils of East Central Java. Ibid No. 141. Darmawijaya,  M.I.  1992.  Klasifikasi  Tanah.    Dasar  Teori  bagi  Peneliti  Tanah  dan
Pelaksana  Pertanian  di  Indonesia.  Cetakan  kedua.  Gadjah  Mada  University  Press. Yogyakarta.
Dudal,  R.  and  M.  Soepraptohardjo.  1957.  Soil  classification  in  Indonesia.  Cont.  Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.
Fanning, D.S. and M.C.B. Fanning. 1988. Soil Morphology. Genesis and Classification. John Willey and Sons, New York.
Kselik,  R.A.L.    1990.  Water  management  on  acid  sulphate  soils  at  Pulau  Petak, Kalimantan.  In:  AARD-LAWOO.    Paper  Workshop  on  Acid  Sulphate  Soils  in  the
Humid Tropics.  November, 20-22, 1990.  AARD-LAWOO.  BogorJakarta. P 249- 276.
Moormann,  F.R.  and  N.  van  Breemen.    1978.    Rice:    Soil,  Water,  Land.    IRRI.    Los Banos, Laguna, Philippines.
Munir,  M.  1996.  Tanah-tanah  Utama  Indonesia.  Karakteristik,  Klasifikasi  dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa. Sifat  Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 241 hal.
Noorsyamsi,  H.  dan  M.  Hidayat.  1976.  The  tidal  swamp  rice  culture  in  South Kalimantan. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor. 10:1-18.
Notohadiprawiro, T.  1986.  Tanah Estuarin, Watak, Sifat, Kelakuan, dan Kesuburannya. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. 142 hal.
Penelusuran Google.htm. Diakses tanggal 14 September 2012. Ponnamperuma,  F.N.    1977.    Behavior  of  minor  elements  in  paddy  soils.    IRRI.  Res.
Paper Series. 8 Mei 1977. 15 p. Pusat  Penelitian  Tanah.    1982.    Jenis  dan  Macam  Tanah  di  Indonesia  untuk  Keperluan
Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Puslitbangtrans.  1992. Program transmigrasi di lahan rawa. Dalam: S. Partohardjono dan
M.  Syam  eds.  Risalah  Pertemuan  Pengembangan  Terpadu  Pertanian  Lahan  Rawa dan Lebak. SWAMPS. Puslitbangtrans. Bogor.
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK
SATUAN ACARA PENGAJARAN SAP
Dosen Koordinator :  Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi :  S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah :  PIT-403
Nama Mata Kuliah :  Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS :  3 SKS 2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum
KelasSemester :  ?VII
Pertemuan :  Ke-13
Alokasi Waktu :  100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata  kuliah  ini  diberikan  dengan  tujuan  agar  pada  akhir  kuliah  peserta  didik  memahami proses  pembentukan,  klasifikasi,  serta  pengelolaan  dan  penggunaan  Aquept  Tanah  Glei
Humus,  Glei  Humus  Rendah,  Sulfat  MasamThionic  Gleysol  dan  Aluvial  Hidromorf. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa  memahami  dan  menjelaskan  tentang  tanah  subordo  Aquept  Tanah  berglei Gleisol.
3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1.
Menyebutkan definisi Gleisol, 2.
Menyebutkan definisi Tanah Glei Humus, 3.
Menyebutkan definisi Tanah Glei Humus Rendah, 4.
Menyebutkan definisi Tanah Sulfat Masam, 5.
Menyebutkan definisi Thionic Gleysol, 6.
Menyebutkan definisi Aluvial Hidromorf, 7.
Menyebutkan definisi Aquept, 8.
Menjelaskan proses pembentukan Aquept, 9.
Menjelaskan klasifikasi Aquept, 10.
Menjelaskan pengelolaan Aquept, dan 11.
Menjelaskan penggunaan Aquept.
4. Materi Ajar
1. Gleisol PPT
Gleisol  PPT  adalah  tanah-tanah  berglei  memperlihatkan  sifat  hidromorfik  di  dalam penampang  pada  kedalaman  0
– 50 cm dari permukaan ke bawah, bukan berupa bahan kasar dari  bahan albik, tidak  mempunyai  horison  diagnostik  lain kecuali  jika tertimbun
oleh ≥ 50 cm bahan baru; terdapat horison A histik, umbrik, molik, kalsik atau gipsik..
2. Tanah Glei Humus
Tanah  Glei  Humus  adalah  tanah  dengan  perkembangan  horison,  yang  mempunyai horison A, C, dan G; pada horison B terdapat glei dan bahan organiknya sedang sampai
tinggi.  Atau  tanah  aluvial  yang  memiliki  lapisan  gambut  agak  tebal  20-50  cm  di permukaan, disebut juga tanah mineral-bergambut
peaty-soils
.
3. Tanah Glei Humus Rendah
Tanah  Glei  Humus  Rendah  adalah  tanah  dengan  horison  A,  C,  dan  G;  pada  horison  B
terdapat glei dan BO rendah. 4.
Tanah Sulfat Masam
Tanah Sulfat Masam adalah tanah yang terbentuk akibat tanah berpotensi sulfat masam
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK
teroksidasi karena pembuatan saluran drainase. 5.
Thionic Gleysol Thionic Gleysol adalah Gleysol dengan horison sulfurik.
6. Aluvial Hidromorf