Kondisi Sungai di Bojonegoro

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 62 saja yang digunakan untuk pengairan lahan pertanian dikarenakan jumlah debit di tiap sumber air pada musim kemarau mengalami penurunan. Mata air yang terdapat di wilayah Kabupaten Bojonegoro tersebar di 12 Kecamatan antara lain Kecamatan Dander, Ngasem, Gondang, Ngambon, Kalitidu, Kasiman, Baureno, Padangan, Malo, Trucuk, Kapas dan Bubulan. Terdapat dua jenis sumber daya air di Kabupaten Bojonegoro yaitu sumber daya air sungai dan sumber daya air dari mata air dan air tanah. Keduanya memiliki karakter dan fungsi yang berbeda. Selain ke dua jenis sumber daya air tersebut diatas juga terdapat sumber daya air yang telah termanfaatkan dan dikelola oleh pemerintah dan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan waduk dan saluran irigasi. Gambar 3.9 Sendang Grogolan di Ds. Ngunut Kec. Dander

3.2.1 Kondisi Sungai di Bojonegoro

Dilihat dari sudut pandang geomorfologi, terdapat tiga sistem air tanah di Kabupaten Bojonegoro yakni Sistem Akuifer Perbukitan Selatan SAPS, Sistem Akuifer Dataran Bojonegoro SADB dan Sistem Akuifer IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 63 Perbukitan Utara SAPU. Sistem Akuifer Perbukitan Selatan dan Perbukitan Utara secara hidrogeologis sebenarnya lebih sesuai disebut sebagai Akuitard. Oleh karena itu penyebaran air tanah tidaklah merata di seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro, di mana keterdapatan serta potensinya akan sangat tergantung pada sifat lapisan akuifernya. Sedangkan sifat akuifer tersebut akan ditentukan oleh parameter dari akuifernya, yang antara lain menyangkut kapasitas jenis dan keterusannya. Secara garis besar arah aliran air tanah Kabupaten Bojonegoro ada dua arah yaitu dari perbukitan selatan arah aliran airnya adalah ke utara menuju daerah Sungai Bengawan Solo, dan dari perbukitan utara arah aliran airnya ke arah selatan juga menuju daerah Sungai Bengawan Solo. Potensi sumberdaya air di Kabupaten Bojonegoro yang berasal dari sumber-sumber mata air dan sungai cukup banyak, sehingga perlu dikelola dengan baik dan dilakukan secara berkelanjutan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro terdapat  25 dua puluh lima sungai dan anak sungai di Kabupaten Bojonegoro. Dengan banyaknya sungai dan anak sungai serta sumber-sumber air di Kabupaten Bojonegoro memperlihatkan bahwa ketersediaan air di Kabupaten Bojonegoro lebih dari cukup, asalkan dikelola dengan baik dan benar. Panjang sungai bengawan Solo yang melintasi Kabupaten Bojonegoro sepanjang 150 km dengan kedalaman rata-rata 25 m. Kondisi air sungai yang ada di Kabupaten Bojonegoro mempunyai debit fluktuatif yang berbeda-beda. Debit air yang paling besar adalah debit air Sungai Bengawan Solo dengan debit maksimal sebesar 5250 M 3 dtk dan debit terkecil adalah debit air Sungai Ampel dengan debit maksimal sebesar 43 M 3 dtk. Adapun fluktuasi debit air sungai yang ada di Kabupaten Bojonegoro sebagaimana tabel berikut : IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 64 Tabel 3.3 Fluktuasi Debit Air Sungai di Kab. Bojonegoro No. Nama Sungai Debit M 3 dtk Fluktuasi Max-Min Maks Min 1 Bengawan Solo 5,250 2,188 3719 2 Gede 97 41 69 3 Jurang Krapak 192 80 136 4 Kaduk 79 33 56 5 Pandan 66 28 47 6 Tinggang 300 125 212.5 7 Puter 561 234 397.5 8 Gandong 1,008 420 714 9 Warak 86 36 61 10 Tidu 840 350 595 11 Gebang 189 79 134 12 Ganggang 324 135 229.5 13 Grogolan 276 115 195.5 14 Kedung Banteng 72 30 51 15 Pacal 1,080 450 765 16 Besuki 432 180 306 17 Mekuris 630 263 446.5 18 Pomahan 72 30 51 19 Semar Mendem 408 170 289 20 Batokan 108 45 76.5 21 Kening 1,680 700 1190 22 Punden 189 79 134 23 Ampel 43 18 30.5 24 Ingas 90 38 64 25 Loro 72 30 51 Kabupaten Bojonegoro merupakan kota kabupaten yang berada di daerah hulu, di mana mata air yang mengalir melalui sungai juga menghidupi kabupatenkota lain di daerah hilir. Oleh karena itu komitmen untuk menjaga kualitas air sungai merupakan prioritas penting yang harus menjadi perhatian pemerintah kabupatenkota yang dilaluinya. Seiring laju pembangunan dan sejalan dengan pertumbuhan kota dengan segala perubahannya, maka bermunculan permukiman, industri, obyek wisata, hotel, pertanian dan lain-lain yang menyebabkan perubahan terhadap kualitas air sungai di Kabupaten Bojonegoro. IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 65 Aktivitas yang tinggi tanpa memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan telah memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pencemaranperubahan kualitas air sungai di Kabupaten Bojonegoro. Dengan menurunnya kualitas air, berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan. Menurunnya kualitas air sungai akan menyebabkan terganggunya ekosistem terutama biota air dan berkurangnya sumber air bersih yang aman untuk di konsumsi atau untuk aktivitas yang lainnya. Pemantauan kualitas air badan sungai adalah bagian pokok dari strategi pengelolaan kualitas air badan sungai dalam mendukung pelestarian lingkungan hidup di masa mendatang. Tujuan dari pemantauan kualitas air adalah untuk memberikan informasi kondisi kualitas air badan sungai dari waktu ke waktu dan dapat dijadikan acuan dalam menyusun strategi pengelolaan sungai. Tingkat pencemaran yang terjadi pada air dapat dilihat dari parameter kandungan BOD dan COD. Kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme disebut Biological Oksygen Demand BOD. Sedangkan kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air disebut Chemical Oksygen Demand COD. Hasil analisa pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dilaksanakan 3 tiga kali dalam setahun dengan lokasi pengambilan sampel di hulu, hilir dan tengah di diperoleh data sebagai berikut : 1 SUHU TEMPERATUR TemperaturSuhu merupakan salah satu variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik. Temperatur merupakan derajat panas atau dinginnya air yang diukur pada skala definitif seperti derajat celsius IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 66 C atau derajat Fahrenheit F. TemperaturSuhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu air sangat bergantung pada tempat di mana air tersebut berada. Dari hasil pengujian di beberapa titik dengan rentang periode tertentu diperoleh kesimpulan SuhuTemperatur air sungai di Bojonegoro masih dalam kisaran normal, yaitu pada kisaran 28 – 29 C; 2 KEASAMAN pH Tingkat keasaman pH dari hasil pemantauan kualitas air sungai di beberapa titik pantau masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan yaitu pada kisaran 6-8. Tingkat keasaman dalam perairan merupakan faktor pembatas yang penting dan sangat berperan penting dalam kehidupan ikan. Derajat keasaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan air, sehingga sering dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup; 3 TOTAL SUSPENDED SOLID TSS Zat padat tersuspensi atau yang biasa disebut Total Suspended Solid TSS adalah semua zat padat atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup biotik. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Kepadatan yang terlarut TSS pada 3 lokasi sungai dengan beberapa kali pengambilan sampling di waktu yang berbeda, hampir 78 tidak memenuhi baku mutu air kelas II TSS50; 4 TOTAL DISOLVED SOLID TDS Total padatan tersuspensi TDS merupakan agregat dari karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat dan garam-garam lainnya dari IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 67 Ca, Mg, Na, K, dan senyawa lainnya. Padatan tersuspensi dan kekeruhan TDS di 3 lokasi sungai yang dipantau rata-rata masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan TDS1000. TDS sangat penting karena pengaruhnya terhadap palatabilitas dan efeknya untuk menyebabkan reaksi fisiologis yang buruk. Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan, akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan; 5 BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND BOD BOD Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah bahan-bahan buangan didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. Kebutuhan oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi BOD di 3 lokasi sungai yang dipantau rata-rata melebihi baku mutu air kelas II hampir 89, hal ini berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan didalam air oleh mikroorganisme; 6 CHEMICAL OXYGEN DEMAND COD COD Chemical Oxygen Demand yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Kebutuhan oksigen untuk mengurangi zat organik secara kimiawi COD di 3 lokasi sungai yang dipantau dengan beberapa kali sampling hampir 67 tidak memenuhi baku mutu air kelas II COD25, hal ini berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan didalam air. BOD dan COD merupakan dua dari tiga parameter utama yang digunakan IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 68 untuk mengukur kadar bahan pencemar. Parameter utama lain yaitu DO Dissolved Oxygen; 7 DISSOLVED OXYGEN DO Oksigen terlarut Dissolved Oxygen merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Kandungan oksigen terlarut Dissolved Oxygen di 3 lokasi sungai yang dipantau, 79 masih memenuhi baku mutu air kelas II BM DO min 4. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya baik tanaman maupun hewan air bergantung pada oksigen yang terlarut. Keseimbangan oksigen terlarut dalam air secara alamiah terjadi secara berkesinambungan. 8 ASAM SULFIDA H 2 S Senyawa sulfat berasal dari limbah organik yang mengandung sulfur dan terdegradasi secara anaerob membentuk H 2 S. Selanjutnya H 2 S teroksidasi menjadi sulfat yang berasal dari aktivitas fotosintesis bakteri. Di samping itu juga berasal dari hasil proses penguraian zat- zat organik oleh mikroorganisme. Kandungan asam sulfida di 3 lokasi sungai yang dipantau seluruhnya tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan H 2 S 0,002. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan hasil uji kualitas air badan sungai bengawan Solo yang melintas di wilayah Kabupaten Bojonegoro di 3 tiga lokasi yang mewakili hulu, hilir dan tengah dengan IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 69 pengambilan sampling sebanyak 3 tiga kali dalam setahun sebagaimana grafik berikut : Tabel 3.4 Kondisi Kualitas Air Sungai di Bojonegoro Tahun 2016 Lokasi Suhu C pH TDS mgL TSS mgL DO mgL BOD mgL COD mgL H2S mgL Jembatan Padangan 29,8 7,1 242 463 4,71 6,41 18 0,03 Bendung Gerak 28,6 7,2 199 461 4,01 439,00 12 0,03 Taman Bengawan Solo 27,4 6,9 920 468 4,60 2,90 4 0,07 Jembatan Padangan 29,9 8,11 144 867 3,67 15,70 36 0,76 Bendung Gerak 29 8 196 543 3,39 5,45 36 0,76 Taman Bengawan Solo 28,2 8,09 126 867 2,76 3,43 58 0,07 Jembatan Padangan 30,2 6,52 2.166 24 3,83 19,84 40 0,78 Bendung Gerak 28,9 6,54 207 40 3,73 17,64 34 0,74 Taman Bengawan Solo 28,9 6,43 198 54 4,04 27,15 49 0,67 Baku Mutu 30 9 1000 50 4 3 25 0,002 Dari hasil pengujian kualitas air sungai Bengawan Solo di 3 tiga lokasi pengambilan sampel yaitu Jembatan Padangan, Bendung Gerak dan Taman Bengawan Solo didapatkan hasil bahwa kualitas air sungai Bengawan Solo mulai tercemar ringan hingga sedang. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain masih banyak usaha industri di hulu sungai yang membuang limbahnya ke sungai tanpa ada pengolahan terlebih dahulu, dan masih banyak juga masyarakat di bantaran sungai yang membagun industri rumah tangga disertai pembuangan limbah tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. IKPLHD Kabupaten Bojonegoro 2016 III - 70

3.2.2. Kondisi Danau, Waduk, Situ dan Embung