Buku IKPLH Th 2016

(1)

BUKU LAPORAN

INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

KABUPATEN BOJONEGORO

TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PROVINSI JAWA TIMUR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dalam rangka penetapan isu prioritas lingkungan hidup daerah, kami yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Drs. H. SUYOTO, M.Si.

Jabatan : Bupati Bojonegoro.

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Perumusan isu prioritas lingkungan hidup daerah tahun 2016 yang ditetapkan telah melalui tahapan penyaringan isu dan analisa PSR ( pressure – state – response ) dengan melibatkan para pemangku kepentingan;

2. Isu prioritas lingkungan hidup daerah tahun 2016, yang ditetapkan adalah : 1) Kebencanaan ( bencana banjir, longsor dan kekeringan );

2) Kerusakan lingkungan ( penambangan galian C dan sumur tua ); dan 3) Persampahan.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bojonegoro, Mei 2017

BUPATI BOJONEGORO


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Dinas Lingkungan Hidup telah menyusun buku laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016.

Buku ini memuat tentang laporan tahunan kondisi lingkungan hidup daerah Kabupaten Bojonegoro atau State of the Environment Report (SoER),yang di dalamnya memuat laporan tahunan kondisi lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan sebagai pilar pembangunan yang telah direalisasikan di Kabupaten Bojonegoro.

Adapun penyusunan buku laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016 dengan dasar :

1) memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu “penyediaan

informasi lingkungan hidup untuk masyarakat”, juga merupakan salah satu upaya untuk menerapkan Good Environmental Governance (GEG), terutama berkaitan dengan penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lingkungan hidup.

2) pemenuhan kewajiban Badan Publik dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Bojonegoro, yang meliputi kondisi lingkungan hidup dan kecenderungannya, tekanan terhadap lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat dalam bentuk kebijakan maupun program untuk menangani dampak lingkungan yang terjadi.


(4)

Selanjutnya buku ini sebagai pedoman semua pihak yang terkait sehingga sinergi dalam mewujudkan Bojonegoro peduli lingkungan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup di Bojonegoro menjadi tanggung jawab bersama.

Semoga bermanfaat dalam mewujudkan “Bojonegoro Matoh, Aman, Nyaman, Asri, Teduh, Bersih dan Indah” secara berkelanjutan.

Bojonegoro, Mei 2017

BUPATI BOJONEGORO


(5)

i

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

i v vii x

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Profil Kabupaten Bojonegoro

1.2.1 Geografis 1.2.2 Topografi 1.2.3 Struktur Geologi

1.3 Metedologi Penyusunan

1.3.1 Gambaran Umum

1.3.2 Kerangka Penyusunan

1.4 Tujuan dan Manfaat

1.5 Tujuan Penulisan Laporan 1.4.2 Manfaat Penulisan Laporan

1.5 Ruang Lingkup Penulisan

ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH 2.2 Kebencanaan

2.1.1 Bencana Banjir

2.1.2 Bencana Tanah Longsor

I-1 I-4 I-4 I-8 I-10 I-11 I-11 I-12 I-13 I-13 I-14 I-15

II-16 II-17 II-20


(6)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

ii

BAB III

2.1.3 Bencana Kekeringan

2.1.7 Kerusakan Lingkungan

2.1.8 Penambangan Galian C

2.2.2 Sumur Tua

2.2 Persampahan

2.2.3 Kondisi Tempat Pembuangan Akhir

2.3.1 Analisa PSR (Pressure-State-Response)

2.4.1 Kebencanaan

2.4.2 Kerusakan Lingkungan 2.4.3 Persampahan

2.5 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

2.5.1 Indeks Pencemaran Air 2.5.2 Indeks Pencemaran Udara 2.5.3 Indeks Tutupan Hutan

2.4.3 IKLH Kabupaten Bojonegoro

ANALISIS PSR ISU LINGKUNGAN HIDUP DAERAH 3.1 Tata Guna Lahan

3.1.1 Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW 3.1.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama 3.1.3 Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi dan Status 3.1.4 Luas Lahan Kritis di Dalam dan Luar Kawasan

Hutan

3.1.5 Evaluasi Kerusakan Tanah pada Lahan Basah dan Kering

3.1.6 Luas Perubahan Penggunaan Lahan 3.1.5.2 Jenis Pemanfaatan Lahan

II-23 II-26 II-26 II-28 II-29 II-29 II-33 II-33 II-37 II-40 II-41 II-42 II-45 II-47 II-48 III-49 III-49 III-50 III-51 III-52 III-54 III-55 III-57


(7)

iii

3.1.7 Luas Areal dan Produksi Pertambangan 3.1.8 Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi 3.1.10 Analisa PSR Tata Guna Lahan

3.2 Kualitas Air

3.2.1 Kondisi Sungai di Bojonegoro

3.2.2 Kondisi Danau, Waduk, Situ dan Embung 3.2.3 Kondisi Air Sumur

3.2.1 Kondisi Air Laut

3.2.2 Curah Hujan Rata-rata Bulanan 3.2.3 Sumber Air Minum

3.2.4 Fasilitas Buang Air Besar

3.2.5 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan 3.2.7 Analisa PSR Kualitas Air

3.3 Kualitas Udara

3.3.1 Kualitas Udara Ambien 3.3.2 Penggunaan Bahan Bakar 3.3.3 Penjualan Kendaraan Bermotor 3.3.4 Perubahan Penambahan Ruas Jalan 3.3.5 Analisa PSR Kualitas Udara

3.4 Resiko Bencana

3.4.1 Bencana Banjir, Korban dan Kerugian 3.4.2 Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian 3.4.3 Bencana Kebakaran Hutan, Luas dan Kerugian 3.4.4 Bencana Tanah Longsor, Korban dan Kerugian 3.5 Analisa PSR Resiko Bencana

3.5.1 Perkotaan III-58 III-59 III-61 III-61 III-62 III-70 III-72 III-73 III-74 III-74 III-76 III-77 III-80 III-81 III-81 III-85 III-87 III-87 III-88 III-90 III-91 III-93 III-94 III-95 III-96 III-96


(8)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

iv

BAB IV

BAB V

3.5.2 Luas Wilayah, Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

3.5.2 Persampahan 3.5.3 Jenis Penyakit

3.5.5 Jumlah Rumah Tangga Miskin

3.5.6 Volume Limbah

3.5.7 Analisa PSR Perkotaan

INOVASI DAERAH DALAM PENGELOLAAN LH 4.2.4 Kelembagaan

4.3 Anggaran

4.3.1 Personil

4.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup

4.4.1 Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Hidup 4.4.2 Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi 4.4.3 Kegiatan Fisik Lainnya

4.5 Penegakan Hukum

4.6 Ijin Lingkungan

4.7 Pengawasan Ijin Lingkungan

4.8 Tindaklanjut Pengaduan Masyarakat

4.8.1 Peran serta Masyarakat

4.8.2 LSM Lingkungan Hidup

4.9 Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup

PENUTUP III-96 III-98 III-100 III-101 III-103 III-105 IV-108 IV-109 IV-110 IV-111 IV-111 IV-112 IV-113 IV-116 IV-117 IV-118 IV-119 IV-120 IV-121 IV-122 V-124 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 125 126


(9)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro I-7 Tabel 1.2 Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian di Kabupaten

Bojonegoro I-8 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 3.1 Tabel 3.2

Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tanah di Kabupaten Bojonegoro

Luas Areal Menurut Jenis Tanah di Kabupaten Bojonegoro Parameter dari Setiap Indikator IKLH

Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo

Status Mutu Air Sungai Bengawan Solo di wilayah Kab. Bojonegoro Tahun 2016

Indeks Pencemaran Air Sungai Tahun 2016 Hasil Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2016 Indeks Pencemaran Udara Tahun 2016

Indeks Tutupan Hutan Tahun 2016

Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2016 Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro Tahun 2030

I-9 I-11 II-42 II-43 II-44 II-45 II-46 II-47 II-47 III-55 III-57 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6

Fluktuasi Debit Air Sungai di Kabupaten Bojonegoro Kondisi Kualitas Air Sungai di Bojonegoro Tahun 2016 Hasil Uji Kualitas Air Sumur

Hasil Pemantauan Kualitas Udara di Bojonegoro Tahun 2016

III-64 III-69 III-72 III-84


(10)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

vi

Tabel 3.7 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3

Bencana Kebakaran Hutan, Kerugian dan Luas Lahan Anggaran Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro Kegiatan Fisik Lainnya di Tahun 2016

Pengawasan terhadap Ijin Lingkungan

III-93 III-110 III-113 III-118


(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bojonegoro I-6

Gambar 1.2 Festival Perahu Hias di Kabupaten Bojonegoro I-9

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Banjir di Bojonegoro Tahun 2007

Peta Orientasi Wilayah Rawan Banjir di Kabupaten Bojonegoro

II-18 II-19

Gambar 2.3 Peta Wilayah Rawan Longsor di Kabupaten Bojonegoro II-22 Gambar 2.4

Gambar 2.5

Bencana Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro

Peta Wilayah Rawan Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro

II-23 II-25

Gambar 2.6 Penambangan Galian C di Kecamatan Baureno II-26

Gambar 2.7 Penambangan Pasir di Bojonegoro II-27

Gambar 2.8 Sumur Tua di Kabupaten Bojonegoro II-28

Gambar 2.9 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10

Persentase Penghitungan IKLH

Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Luas Hutan Berdasarkan Fungsi dan Status

Luas Lahan Kritis di Dalam dan Luar Kawasan Hutan Luas Lahan Basah dan Kering di Bojonegoro

Persentase Penggunaan Lahan Tahun 2016 Luas Areal Produksi Pertambangan

Grafik Realisasi Penghijauan dan Reboisasi

Sendang Grogolan di Desa Ngunut Kecamatan Dander Waduk Pacal di Kabupaten Bojonegoro

II-41 III-50 III-51 III-52 III-53 III-54 III-56 III-58 III-60 III-62 III-70


(12)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

viii

Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 3.16 Gambar 3.17 Gambar 3.18 Gambar 3.19 Gambar 3.20 Gambar 3.21 Gambar 3.22 Gambar 3.23 Gambar 3.24 Gambar 3.25 Gambar 3.26 Gambar 3.27 Gambar 3.28 Gambar 3.29 Gambar 3.30

Hasil Uji Kualitas Air Embung Bulan Maret dan Juni Tahun 2016

Kondisi Kualitas Air Sumur di Bojonegoro Tahun 2016 Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan

Grafik Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum Grafik Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas BAB Grafik Jumlah Penduduk menurut Jenjang Pendidikan Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak

Jumlah Kendaraan dan Penggunaan Bahan Bakar Grafik Penjualan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bojonegoro

Banjir dari Luapan Air Sungai Bengawan Solo Grafik Luas Area Terendam Banjir

Pengiriman Air Bersih di Wilayah Terdampak Kekeringan Bencana Kebakaran Hutan

Bencana Tanah Longsor

Grafik Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bojonegoro Grafik Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro

Bank Sampah Patrol 21

Lahan Sanitary Landfill yang ada di TPA Banjarsari 10 Jenis Penyakit Utama yang diderita Masyarakat

III-71 III-73 III-74 III-75 III-77 III-78 III-79 III-82 III-86 III-87 III-90 III-91 III-92 III-94 III-94 III-97 III-98 III-99 III-100 III-101


(13)

ix

Gambar 3.31

Gambar 3.32

Gambar 3.33

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7

Bojonegoro Tahun 2016

Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012-2016

Volume Limbah Padat Berdasarkan Sumber Pencemar Bergerak

Volume Limbah Padat dan Limbah Cair Berdasarkan Sumber Pencemar Tidak Bergerak

Bintek Pengelolaan Sampah 3R Berbasis Masyarakat Pembangunan Ipal Biogas Ternak Sapi

Pembangunan Sumur Resapan di Sekolah Adiwiyata Kegiatan Pengawasan di Hotel Dewarna dan MCM Car Free Day di Kabupaten Bojonegoro

Penerimaan Penghargaan Adipura Kirana

Pembuatan Lubang Resapan Biopori sebagai Bentuk Kegiatan Siswa Peduli Lingkungan

III-102

III-103

III-105

IV-112 IV-115 IV-116 IV-119 IV-121 IV-122 IV-124


(14)

BAB I

PENDAHULUAN


(15)

I -

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan lingkungan hidup di daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga dalam proses perencanaannya tidak terlepas atau merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana-rencana pembangunan nasional. Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan berdasarkan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan rangkaian untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dalam rangka mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Upaya tersebut dapat dicapai melalui perlindungan, peningkatan pelestarian dan pemanfaatan yang berkesinambungan dari sumber daya yang dimiliki.

Sumber daya alam yang meliputi tanah, air, udara, tumbuhan, dan satwa merupakan unsur pembentuk kualitas dan fungsi lingkungan hidup bagi penopang kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, arah kebijakan pemanfaatan sumber daya alam tersebut merupakan tiga pilar pembangunan yang menekankan kepada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Pemanfaatan lingkungan tersebut akan mengakibatkan perubahan besar terhadap kualitas komponen alam seperti menurunnya kualitas tanah, air, udara dan keanekaragaman hayati, sehingga alam tidak mampu mengembalikannya pada keadaan semula atau memerlukan waktu yang lama untuk memulihkannya. Banyak faktor yang mempengaruhi kerusakan tersebut mulai dari faktor alamiah seperti bencana alam, tetapi sumber


(16)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

2

utama dari penyebab kerusakan tersebut umumnya adalah manusia itu sendiri.

Dalam rangka pengelolaan lingkungan dan mewujudkan akuntabilitas publik, pemerintah berkewajiban menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. Informasi tersebut harus menggambarkan keadaan lingkungan hidup, baik penyebab dan dampak permasalahannya, maupun respon pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu pelaporan lingkungan menjadi sangat penting sebagai sarana untuk memantau kualitas dan alat untuk menjamin perlindungan kehidupan bagi generasi sekarang dan mendatang.

Sebagai sarana pemenuhan kewajiban badan publik dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup, dan sebagai sarana penyediaan data dan informasi lingkungan yang berguna dalam menilai dan menentukan prioritas masalah, dan membuat rekomendasi bagi penyusun kebijakan dan perencanaan untuk membantu pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup dan menerapkan mandat pembangunan berkelanjutan maka pelaporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah.

Demikian halnya di Kabupaten Bojonegoro, banyak sekali isu-isu tentang penurunan kualitas lingkungan seperti kerusakan tanah akibat penambangan sumur tua dan galian C serta penambangan pasir yang terus menerus dapat menyebabkan erosi tanah bahkan banjir bandang. Di samping itu masalah persampahan dan kebencanaan (banjir, tanah longsor dan kekeringan) juga merupakan isu lingkungan yang harus diperhatikan secara signifikan, agar daya tampung dan daya dukung lingkungan tetap terjaga sesuai peruntukannya.

Kondisi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat, perkembangan ilmu pengetahuan dan


(17)

I -

3

teknologi yang tinggi dengan penerapan yang tidak ramah lingkungan, dan kurangnya etika dan perilaku yang tidak berpihak pada kepentingan pelestarian lingkungan, sehingga eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi tidak hanya terbatas pada fisik tetapi juga mengarah pada lingkungan sosial dan budaya, seperti kemiskinan, kelaparan, pelanggaran HAM, dan kepunahan nilai-nilai budaya masyarakat.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 telah melimpahkan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Di sisi lain, undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Undang-undang 32 tahun 2009), pada pasal (62) mengamanatkan pemerintah daerah perlu mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup yang memuat paling sedikit informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup dan informasi lingkungan hidup lainnya.

Atas dasar uraian tersebut, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro menyusun Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) Kabupaten Bojonegoro dengan pendekatan P-S-R (Pressure – State – Response) sesuai dengan Pedoman Umum Penyusunan IKPLHD Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara ini kebijakan yang telah ditetapkan oleh berbagai sektoral dalam pengelolaan sumber daya alam belum dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada seperti kerusakan sumber daya hutan dan lahan, banjir, tanah longsor, puting beliung, ancaman kepunahan berbagai jenis tumbuhan dan hewan, serta ancaman masalah lingkungan global seperti perubahan iklim. Salah satu upaya untuk mendorong mengatasi berbagai permasalahan terebut dilakukan pengawasan yang diarahkan kepada kinerja pemerintah daerah


(18)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

4

dalam pelaksanaan peraturan dibidang konservasi dan pengendalian kerusakan lingkungan.

Laporan IKPLHD merupakan sarana penyediaan data dan informasi lingkungan yang komprehensif sehingga dapat menjadi alat yang berguna untuk menilai dan menentukan prioritas masalah dalam penyusunan kebijakan pada sektor-sektor yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan. Lebih jauh lagi IKPLHD dapat memberikan rekomendasi bagi penyusunan kebijakan pada setiap sektor dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga dapat menerapkan mandat pembangunan berkelanjutan.

1.2 PROFIL KABUPATEN BOJONEGORO

1.2.1 Geografis

Wilayah Kabupaten Bojonegoro merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur yang secara orientasi berada di bagian paling barat wilayah Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Tengah.

Secara geografis Kabupaten Bojonegoro terletak pada posisi 6059’ dan 7037’ Lintang Selatan dan 11025’ dan 112009’ Bujur Timur, dengan Sungai Bengawan Solo yang mengalir dari selatan menjadi batas alam dari Provinsi Jawa Tengah, kemudian mengalir ke arah timur, di sepanjang wilayah utara Kabupaten Bojonegoro. Bagian utara merupakan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur, sedangkan bagian selatan adalah Pegunungan Kapur bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Bagian barat laut adalah bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara.

Adapun batas administrasi Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut : - sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban;

- sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang;


(19)

I -

5

- sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora; - sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

Selengkapnya mengenai batas administrasi Kabupaten Bojonegoro sebagaimana gambar berikut :


(20)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

6

Gambar 1.1


(21)

I -

7

Luas wilayah Kabupaten Bojonegoro mencapai 230.706 Ha yang dibelah oleh Sungai Bengawan Solo dari barat sampai ke timur. Wilayah terluas di Kabupaten Bojonegoro adalah Kecamatan Tambakrejo yaitu mencapai 20.952 Ha atau sekitar 9,08% dari luas wilayah Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan wilayah administrasi kecamatan paling kecil adalah Kecamatan Bojonegoro yang merupakan ibukota Kabupaten Bojonegoro dengan luas 2.571 Ha atau 1,11%. Adapun luas wilayah per kecamatan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1

Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro

No Nama Kecamatan Luas Wilayah Ha %

1 Margomulyo 13.968 6,05

2 Ngraho 7.148 3,10

3 Tambakrejo 20.952 9,08

4 Ngambon 4.865 2,11

5 Sekar 13.024 5,65

6 Bubulan 8.473 3,67

7 Gondang 10.701 4,64

8 Temayang 12.467 5,40

9 Sugihwaras 8.715 3,78

10 Kedungadem 14.515 6,29

11 Kepohbaru 7.964 3,45

12 Baureno 6.637 2,88

13 Kanor 5.978 2,59

14 Sumberrejo 7.658 3,32

15 Balen 6.052 2,62

16 Sukosewu 4.748 2,06

17 Kapas 4.638 2,01

18 Bojonegoro 2.571 1,11

19 Trucuk 3.671 1,59

20 Dander 11.836 5,13

21 Ngasem 14.721 6,38

22 Kalitidu 6.595 2,86

23 Malo 6.541 2,84

24 Purwosari 6.232 2,70

25 Padangan 4.200 1,82

26 Kasiman 5.180 2,25

27 Kedewan 5.651 2,45

28 Gayam 5.005 2,17


(22)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

8

Sebelum tahun 2011 wilayah Kabupaten Bojonegoro terdiri dari 27 Kecamatan, kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pembentukan Kecamatan Gayam di Kabupaten Bojonegoro, pada Tahun 2011 terjadi pemekaran 1 (satu) Kecamatan baru yaitu Kecamatan Gayam yang sebelumnya merupakan bagian dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kalitidu dan Ngasem. Sehingga secara administrasi Kabupaten Bojonegoro saat ini terbagi menjadi 28 kecamatan dengan 419 desa dan 11 kelurahan, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro.

1.2.2 Topografi

Keadaan topografi Kabupaten Bojonegoro disepanjang Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah (low land) yang berada pada ketinggian 11 sampai dengan 25 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan 2 sampai dengan 14,99 persen, sedangkan dibagian selatan merupakan dataran tinggi (upland plain) di sepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat dan Gajah yang berada pada ketinggian diatas 25 meter. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2

Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian di Kab. Bojonegoro No. Ketinggian Tempat (mdpl) Luas (Ha) Persen (%)

1 11 – 25 m 43.155 18,71

2 25 - 99,99 m 104.629 45,35

3 100 - 499,99 m 82,348 35,69

4 > 500 m 574 0,25


(23)

I -

9

Tabel 1.3

Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tanah di Kab. Bojonegoro

No. Kemiringan Tanah (%) Luas (Ha) (persen)

1 0 - 2 % 127.109 55,10

2 2 - 15 % 83.429 36,16

3 15 - 40 % 17.312 7,50

4 > 40 % 2.856 1,24

Jumlah 230.706 100

Menurut tipologinya lahan di Kabupaten Bojonegoro terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

1) Daerah pegunungan, merupakan dataran tinggi yang terletak di utara dan selatan Kabupaten Bojonegoro, merupakan rangkaian dari Pegunungan Kapur Utara (berada di Kecamatan Kedewan) dan Pegunungan Kapur Selatan (mulai dari Kecamatan Sekar, Gondang, Temayang, Sugihwaras dan Kedungadem).

2) Daerah dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 25 m dari permukaan laut, terletak disepanjang aliran Sungai Bengawan Solo yang merupakan daerah pertanian yang subur.

3) Daerah tengah Kabupaten Bojonegoro, merupakan lahan sawah yang subur, tersebar dari Kecamatan Margomulyo sampai dengan Kepohbaru.

Gambar 1.2


(24)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

10

1.2.3 Struktur Geologi

Jenis tanah yang ada di Kabupaten Bojonegoro secara umum adalah Grumosol di mana pada musim kemarau terjadi rekahan tanah yang cukup besar dan pada musim penghujan tanah sedikit sekali meresapkan air sehingga tanah bersifat becek dan lengket. Tanah grumosol banyak dijumpai di daerah tengah Kabupaten Bojonegoro mulai dari Kecamatan Purwosari, Ngasem, Dander, Sukosewu, Kapas, Balen, Sumberrejo, Kedungadem dan Kepohbaru.

Terdapat jenis tanah alluvial, yang terbentuk dari endapan halus di aliran sungai dalam hal ini adalah Sungai Bengawan Solo yang tersebar di wilayah utara mulai dari Kecamatan Margomulyo sampai dengan Baureno. Tanah alluvial memiliki struktur tanah yang pejal dan yang tergolong liat atau liat berpasir dengan kandungan pasir kurang dari 50%. Tanah alluvial memiliki manfaat di bidang pertanian yaitu untuk mempermudah proses irigasi pada lahan pertanian. Selain itu tanah alluvial memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga cocok untuk bidang pertanian. Selain grumosol dan alluvial di Kabupaten Bojonegoro juga ditemukan jenis tanah litosol dan mediteran.

Terdapat jenis tanah litosol yang tersebar di Kecamatan Margomulyo, Ngraho, Tambakrejo, Ngambon, Bubulan, Temayang, Sugihwaras dan Kedungadem. Tanah litosol merupakan jenis tanah yang terbentuk dari batuan beku yang berasal dari proses meletusnya gunung berapi dan juga sedimen keras dengan proses pelapukan kimia dan fisika yang belum sempurna. Jenis tanah litosol ini mengandung batuan dan memiliki unsur hara yang sangan sedikit sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian. Tanaman yang cocok tumbuh di tanah litosol anatar lain: rerumputan, jagung, dan bunga edelweis.

Sedangkan jenis tanah komplek mediteran dan litosol terletak di bagian selatan Kabupaten Bojonegoro meliputi Kecamatan Sekar, Gondang dan sebagian Kecamatan Bubulan. Tanah mediteran merupakan


(25)

I -

11

hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen sehingga tanah ini memiliki warna yang cukup terang seperti merah, coklat terang, hingga kuning. Tanah mediteran ini merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kapur daripada jenis tanah kapur lainnya sehingga cocok untuk tanaman palawija, jati, tembakau, dan jambu mete. Lebih jelasnya jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat pada tabel 1.4. berikut :

Tabel 1.4

Luas Areal Menurut Jenis Tanah di Kabupaten Bojonegoro

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persen (%)

1 Alluvial 46.349 20,09

2 Grumosol 88.937 38,55

3 Litosol 50.871 22,05

4 Mediteran 44.549 19,31

Jumlah 230.706 100

1.3 METODOLOGI PENYUSUNAN

1.3.1 Gambaran Umum

Metodologi penyusunan merupakan acuan dari langkah-langkah yang akan dilakukan selama proses penyusunan laporan. Metodologi ini disusun berdasarkan pada perkiraan akan adanya permasalahan dalam ide mencapai tujuan penulisan laporan. Dengan mengikuti langkah-langkah dalam metodologi ini, diharapkan dalam penyusunan laporan lebih sistematis, terarah dan mengurangi terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan penulisan pelaporan sesuai dengan pedoman penulisan buku laporan.

Pada penulisan pelaporan ini akan dilakukan analisa terhadap data adanya bencana ataupun isu-isu lingkungan yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro selama kurun waktu tahun 2016. Sehingga didapatkan isu lingkungan prioritas di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016. Kemudian akan dilakukan pendekatan melalui metode P-S-R ( Pressure-State-Response) terhadap kebijakan maupun tindak lanjut yang telah dilakukan


(26)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

12

Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro. Dari hasil penulisan laporan ini akan diketahui nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bojonegoro yang selanjutnya tertuang dalam buku laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bojonegoro.

1.3.2 Kerangka Penyusunan

Penyusunan laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ini dimaksudkan untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan proses penyusunan laporan dan langkah-langkah yang akan dilakukan selama proses penyusunan laporan. Kerangka penyusunan bertujuan untuk memudahkan penulis dalam menyusun laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah sehingga dapat tersusun sesuai pedoman penulisan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Secara ringkas, kerangka penyusunan laporan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(27)

I -

13

Pengumpulan data dan informasi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Kabupaten Bojonegoro

Hasil penelitian atau survei yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta

Melakukan kompilasi data sesuai dengan format pedoman penyusunan laporan IKLHD

Melakukan pengolahan data, analisis data, dokumentasi kebijakan, dan penyajian informasi dengan model P-S-R (Pressure-State-Response)

Melakukan penyusunan laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten

Bojonegoro

Menetapkan isu-isu lingkungan prioritas di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016

NIRWASITA TANTRA 2016

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT

1.4.1 Tujuan Penulisan Laporan

Tujuan dari penulisan laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Pemerintah Kabupaten Bojonegoro adalah : 1) Menyediakan data dasar dan informasi lingkungan bagi pengambil

keputusan pada semua tingkat untuk memperbaiki kondisi lingkungan daerah. Dengan adanya data dasar ini maka perbaikan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat dan lebih mudah untuk dilaksanakan;


(28)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

I -

14

2) Memberi gambaran secara nyata melalui data yang diambil dari lingkungan secara nyata guna meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan pengertian kepada masyarakat mengenai kecenderungan dan kondisi lingkungan hidup di Kabupaten Bojonegoro;

3) Sebagai sarana evaluasi kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mengukur perkembangan dan kemajuan lingkungan di suatu daerah;

4) Sebagai sarana pemenuhan kewajiban badan publik dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup kepada masyarakat.

5) Menentukan isu prioritas lingkungan hidup tahun 2016, status kualitas lingkungan hidup kritis dan perubahannya, sumber tekanan terhadap lingkungan dan dampaknya serta upaya apa yang telah dilakukan oleh Kabupaten Bojonegoro selama kurun waktu tahun 2016.

6) Menentukan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kabupaten Bojonegoro untuk memberikan gambaran kondisi lingkungan hidup Kabupaten Bojonegoro tahun 2016.

1.4.2 Manfaat Penulisan Laporan

Adapun manfaat dari penulisan laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah dimaksudkan antara lain :

1) Untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan hidup dan sebagai penyedia informasi secara rutin tentang keadaan lingkungan yang ada di Kabupaten Bojonegoro secara berkala dan dapat diakses oleh publik.

2) Pelaporan yang rutin akan menjamin akses informasi lingkungan hidup yang terkini dan akurat bagi publik, industri, organisasi non pemerintah dan semua tingkatan lembaga pemerintah dan adanya kemungkinan yang akan terjadi pada jangka waktu ke depan.

3) Menyediakan referensi dasar tentang keadaan lingkungan hidup bagi pengambil kebijakan sehingga akan memungkinkan diambilnya


(29)

I -

15

kebijakan yang baik dalam rangka mempertahankan proses ekologis serta meningkatkan kualitas kehidupan di masa kini dan masa datang. 4) Untuk memberikan jaminan agar ekologi dapat terus dikembangkan

demi kemajuan suatu daerah.

1.5 RUANG LINGKUP PENULISAN

Ruang lingkup penyusunan laporan IKPLHD Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 meliputi:

1) Pengumpulan data dan informasi dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Bojonegoro termasuk Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro.

2) Hasil penelitian atau survei yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta lainnya.

3) Melakukan kompilasi data sesuai dengan format pedoman penyusunan laporan IKLHD.

4) Melakukan pengolahan data, analisis data, dokumentasi kebijakan, dan penyajian informasi dengan model P-S-R ( Pressure-State-Response) sehingga keterkaitan antara kondisi lingkungan, faktor penyebab dan upaya yang telah dilakukan dapat terlihat secara utuh. 5) Melakukan penyusunan laporan IKLHD Kabupaten Bojonegoro yang

secara garis besar memuat :

a) Status lingkungan hidup berdasarkan media air, udara, lahan, dan kehati;

b) Beban pencemaran dan laju/tingkat kerusakan lingkungan; c) Kelembagaan, kebijakan, program, dan kegiatan;

d) Data pendukung (penduduk, sosial ekonomi); e) Dampak, yaitu bencana, aspek kesehatan (penyakit).


(30)

BAB II

ISU PRIORITAS

LINGKUNGAN HIDUP

DAERAH


(31)

II -

16

BAB II

ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

Isu prioritas lingkungan hidup daerah adalah isu utama yang menjadi prioritas dalam memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Isu prioritas lingkungan hidup Kabupaten Bojonegoro tahun 2016, merupakan permasalahan lingkungan hidup yang perlu segera ditangani oleh pemerintah dan masyarakat Bojonegoro di tahun 2016.

Penetapan isu prioritas lingkungan hidup ini didasarkan pada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya berbagai persoalan lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Bojonegoro selama kurun waktu tahun 2016. Di antaranya adalah isu kebencanaan yang meliputi; banjir, tanah longsor dan kekeringan, isu kerusakan lingkungan akibat penambangan galian C dan sumur tua serta masalah persampahan yang merupakan masalah umum yang terjadi di perkotaan.

Dalam penetapan dan perumusan isu prioritas lingkungan hidup tahun 2016, dilakukan pentahapan sebagai berikut :

1) Membentuk Tim Penyusun SLHD yang sekarang berganti nama menjadi IKPLHD dengan SK Bupati Bojonegoro;

2) Tim beranggotakan perangkat daerah terkait, perguruan tinggi dan LSM lingkungan;

3) Melakukan rapat koordinasi dengan anggota tim penyusun IKPLHD dalam perumusan dan penetapan isu lingkungan yang menjadi prioritas pemerintah Kabupaten Bojonegoro tahun 2016;

4) Melakukan analisa P-S-R (Pressure, State dan Response) terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sehingga diperoleh rumusan isu yang menjadi isu prioritas lingkungan hidup Kabupaten Bojonegoro tahun 2016.

2.1 KEBENCANAAN

Kondisi geomorfologi, struktur geologi di wilayah Kabupaten Bojonegoro berupa hutan negara, Pegunungan Kapur Selatan dan Utara


(32)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

17

serta Bojonegoro bagian tengah yang merupakan daerah aliran Sungai Bengawan Solo dan merupakan lahan pertanian yang subur. Kondisi demikian menjadikan Kabupaten Bojonegoro mempunyai beberapa kawasan, yaitu kawasan rawan bencana banjir, rawan kekeringan, dan rawan tanah longsor.

Dengan kondisi kerawanan tersebut Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Bagian Pengendalian Dampak Lingkungan, pada Tahun 2008 telah memetakan lahan kritis dan rawan bencana yang ada di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Dan pada Tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah menetapkan status siaga darurat bencana banjir, tanah longsor dan angin puting beliung melalui Surat Keputusan Bupati Bojonegoro Nomor 188/378/KEP/412.11/2014.

2.1.1. Bencana Banjir

Secara umum Kabupaten Bojonegoro hingga saat ini belum terbebas dari ancaman banjir yang terjadi sepanjang tahun. Kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro yang dialiri Sungai Bengawan Solo membelah bagian utara dan selatan Kabupaten ini. Sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah hingga ke bagian utara, hal ini menjadikan wilayah Bojonegoro bagian utara selalu mendapatkan luapan air dari Bengawan Solo yang mengalirkan banjir kiriman dari hulu sungai di Jawa Tengah.

Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran tinggi yang mempunyai banyak anak sungai yang bermuara di Bengawan Solo. Banyaknya kerusakan hutan di dataran tinggi bagian selatan Kabupaten Bojonegoro menyebabkan terjadinya banjir bandang yang menimpa daerah pertanian maupun pemukiman di sekitar aliran anak sungai menuju hulu sungainya. Aliran banjir bandang ini menyebabkan terjadinya bahaya longsor dan tergerusnya lapisan tanah yang menimbulkan pendangkalan anak sungai yang bermuara di Sungai Bengawan Solo yang memacu


(33)

II -

18

meluapnya air di permukaan tangkis saat terjadi hujan maksimum di daerah ini.

Dari 28 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro, 15 Kecamatan yang berada di sepanjang tepian Sungai Bengawan Solo selalu menjadi langganan banjir luapan Sungai Bengawan Solo. Kecamatan tersebut antara lain Ngraho, Margomulyo, Padangan, Purwosari, Kalitidu, Dander, Bojonegoro, Trucuk, Malo, Kapas, Balen, Kanor, Kasiman, Sumberrejo dan Baureno.

Selain itu semakin sempitnya catchment area akibat dari cepatnya pertumbuhan kawasan terbangun di kawasan perkotaan serta penurunan kualitas daya serap tanah terhadap air hujan di kawasan hutan juga menjadi salah satu faktor penyebab bencana banjir di musim penghujan.

Gambar 2.1

Banjir di Bojonegoro Tahun 2007

Dengan posisi topografi seperti itu setiap tahun Kabupaten Bojonegoro telah menyiapkan segala bentuk antisipasi terhadap bencana banjir yang akan terjadi. Adapun peta orientasi wilayah rawan banjir di Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut :


(34)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

19

Gambar 2.2


(35)

II -

20

2.1.2 Bencana Tanah Longsor

Kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro yang relatif datar pada bagian utara serta dataran tinggi pada bagian selatan memungkinkan aliran hujan akan menambah beban genangan sehingga pada musim hujan tanah akan mengalami kembang (swilling) dan akan mengakibatkan resiko longsor akibat rendahnya kekuatan geser tanah.

Selain itu juga karena kondisi daya dukung tanah berbentuk lereng yang terjal lebih dari 45 derajat, yang banyak terdapat di wilayah bagian selatan Kabupaten Bojonegoro yang mulai berkurang tutupan vegetasinya akibat sering terjadi illegal logging maupun meluapnya aliran anak sungai yang ada di daerah tersebut.

Gambar 2.3

Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Bojonegoro

Daerah rawan bencana tanah longsor meliputi Kecamatan Margomulyo, Tambakrejo, Ngambon, Sekar, Gondang, Malo, dan Kedewan. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah Pegunungan Kapur Selatan dan Pengunungan Kapur Utara, yang merupakan perbukitan kapur yang ada di Kabupaten Bojonegoro.

Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sebanyak 10 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bojonegoro berpotensi tinggi mengalami bencana alam tanah longsor.


(36)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

21

Mayoritas kecamatan tersebut berada di wilayah Bojonegoro bagian selatan. Sepuluh kecamatan itu yakni Kecamatan Temayang, Ngambon, Sugihwaras, Tambakrejo, Margomulyo, Malo, Bubulan, Purwosari, Kasiman dan Trucuk. Sepuluh kecamatan tersebut masuk dalam kriteria menengah tinggi, berpotensi terjadinya longsor. Adapun peta wilayah rawan longsor di Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut :


(37)

II -

22

Gambar 2.3


(38)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

23

2.1.3 Bencana Kekeringan

Meskipun musim kemarau di tahun 2016 tidak terlalu parah seperti tahun 2015, akan tetapi Kabupaten Bojonegoro masih mengalami kemarau basah. Meski hujan kerap mengguyur sejumlah wilayah di Kabupaten Bojonegoro, namun kekeringan dan krisis air bersih mulai melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Kondisi ini disebabkan jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro pada musim kemarau terjadi rekahan tanah yang cukup besar dan pada musim penghujan tanah sedikit sekali meresapkan air sehingga tanah bersifat becek dan lengket.

Pada musim kemarau tahun 2015 terjadi kekeringan yang cukup parah. Sejumlah desa yang dilanda kekeringan berada di wilayah Kecamatan Kedungadem, Sugihwaras, Trucuk, Tambakrejo, Sumberrejo, Ngasem, Ngraho, Kepohbaru, dan Purwosari. Di tahun lalu banyak warga yang kesulitan air bersih, tanaman mati, kebakaran meningkat dan kejadian lainnya. Selain masyarakat kekurangan air bersih, sebanyak 14.531 hektar lahan pertanian di wilayah Bojonegoro saat itu juga dilanda kekeringan. Data dari Dinas Pertanian setempat menyebutkan ribuan hektar lahan yang dilanda kekeringan tersebar di 25 kecamatan di antaranya yang terparah adalah Kecamatan Baureno, Kanor, Kedungadem, Sugihwaras, Kalitidu, Tambakrejo, Kepohbaru dan Ngraho.

Gambar 2.4


(39)

II -

24

Kawasan rawan bencana kekeringan di Kabupaten Bojonegoro tersebar di daerah selatan Kabupaten Bojonegoro yaitu Kecamatan Sekar, Bubulan dan Gondang. Namun apabila terjadi kemarau yang cukup panjang kekeringan bisa melanda 49 Desa yang ada di 17 Kecamatan.

Bencana kekeringan ini disebabkan adanya kekurangan pasokan air bersih atau belum tercukupinya kebutuhan akan air bersih. Guna penanggulangan sementara adalah dengan mengirimkan air bersih untuk keperluan hidup sehari-hari kepada masyarakat desa yang mengalami kekeringan. Untuk penanggulangan jangka panjang Pemerintah Kabupaten melalui beberapa perangkat daerah telah memprogramkan pemanfaatan air hujan dengan membangun embung, sumur resapan, lubang resapan biopori, serta penanaman pohon pada daerah tangkapan air (catchment area) dan sumber mata air.

Di samping itu Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga memprogramkan pemanfaatan air hujan melalui Instruksi Bupati Nomor 4 Tahun 2015 tentang Gerakan Panen Air Hujan di Kabupaten Bojonegoro, sehingga diharapkan dalam jangka panjang dapat melestarikan sumber-sumber mata air yang ada. Berikut ini disajikan peta wilayah rawan kekeringan yang ada di Kabupaten Bojonegoro sebagaimana gambar dibawah ini :


(40)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

25

Gambar 2.5


(41)

II -

26

2.2 KERUSAKAN LINGKUNGAN

2.2.1 Penambangan Galian C

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), golongan B (bahan vital), dan golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).

Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, bahan golongan B dapat menjamin hajat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.

Gambar 2.6

Penambangan Galian C di Kecamatan Baureno

Sebagaimana diketahui, wilayah Kabupaten Bojonegoro yang mempunyai potensi sumber daya alam seperti hutan, perbukitan dan berada di tengah-tengah Sungai Bengawan Solo maka secara langsung


(42)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

27

mempunyai potensi sumber daya alam yang tidak sedikit, seperti potensi Galian C (batu gamping, tanah urug dan pasir). Selama ini sumber daya alam tersebut telah dimanfaatkan secara berlebihan tanpa melihat resiko lingkungan dan berorientasi pada kepentingan ekonomi.

Penambangan tanah urug dan pasir illegal yang terjadi di beberapa daerah di wilayah Kabupaten Bojonegoro saat ini banyak menimbulkan kerugian, tidak hanya kerugian materi berupa hilangnya pendapatan asli daerah (PAD) bagi Kabupaten Bojonegoro, tetapi juga ancaman dan kerugian bagi lingkungan hidup, yaitu rusaknya lingkungan dan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Beberapa kegiatan penambangan galian golongan C dapat mengakibatkan bencana alam dan banjir.

Gambar 2.7

Penambangan Pasir di Bojonegoro

Dengan adanya penambangan baik di DAS Bengawan Solo maupun di daratan mengakibatkan banyak sekali cekungan-cekungan yang ada di daratan dan longsor pada DAS Bengawan Solo. Suhu di daerah Kabupaten Bojonegoro juga semakin meningkat, mengingat galian yang ada di daratan rata-rata di daerah yang banyak ditumbuhi tanaman. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya lahan kritis dan dapat mengakibatkan bencana alam serta kerusakan keanekaragaman hayati di wilayah Kabupaten Bojonegoro.


(43)

II -

28

2.2.2 Sumur Tua

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang memiliki kekayaan di bidang minyak dan gas bumi. Sumur- sumur tua di beberapa desa di wilayah kabupaten Bojonegoro yang merupakan peninggalan dari Belanda dan saat ini dikelola oleh masyarakat sekitar. Penambangan minyak sumur tua mulai ditambang oleh warga pada tahun 2008 dengan hasil produksi yang semakin menurun hingga saat ini. Sumur-sumur tua di kabupaten Bojonegoro berada di Kecamatan Kedewan dan Malo.

Gambar 2.8

Sumur Tua di Kabupaten Bojonegoro

Kegiatan sumur tua yang telah berlangsung lama berdampak pada kondisi lingkungan di sekitar area kegiatan. Banyaknya pertambangan sumur tua illegal menambah kerusakan di Desa Wonocolo. Masalah utama yang disebabkan dari aktivitas sumur tua yaitu pembuangan limbah dari kegiatan produksi yang langsung ke lingkungan, tumpahan minyak (oil spill) dan penebangan pohon/perusakan hutan yang dilakukan guna memudahkan kegiatan eksplorasi. Kondisi tersebut menyebabkan kondisi tanah disekitar sumur tua tercemar oleh sisa minyak sehingga kesuburan tanah hilang dan mengalami kekeringan yang dapat mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor.


(44)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

29

Penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan di sekitar sumur tua menjadi perhatian dari pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk dilakukan penertiban dan pengembalian kondisi lingkungan yang terdampak dari aktivitas eksplorasi.

2.3 PERSAMPAHAN

Sampah merupakan masalah yang cukup serius saat ini. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai dampak negatif di antaranya bau yang tidak sedap dan menimbulkan berbagai macam penyakit. Sampah yang dibuang sembarangan di sungai maupun saluran-saluran air juga dapat mengakibatkan bencana banjir. Proses pembakaran sampah yang tidak sempurna juga menyebabkan penurunan kualitas udara dan menyebabkan efek gas rumah kaca, oleh sebab itu sampah perlu dikelola dengan serius dan tepat sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Populasi penduduk yang terus bertambah, mempengaruhi peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan, ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengolahan dan pemilahan sampah semakin menambah tekanan terhadap lingkungan.

2.3.1 Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Pada tahun 2016 pemerintah Kabupaten Bojonegoro menargetkan pencapaian 100 persen capaian pelayanan akses sanitasi di sektor persampahan. Hal ini mendorong Kabupaten Bojonegoro melaksanakan

program “Darurat Sampah” melalui pemanfaatan sampah. Kabupaten

Bojonegoro juga merupakan salah satu kabupaten dari delapan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang ditunjuk sebagai pilot project menuju “Indonesia Bebas Sampah” pada tahun 2020. Kabupaten Bojonegoro dipilih karena aktivitas ekonominya cukup tinggi sehingga menghasilkan sampah yang lebih banyak.


(45)

II -

30

Dalam mencapai tujuan pilot project tersebut, Kabupaten Bojonegoro dihadapkan pada permasalahan utama yaitu terkait mengurangi volume sampah sesuai dengan komitmen yang telah diprogramkan oleh pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Pemanfaatan timbulan sampah dan penentuan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah menjadi isu strategis dalam pencapaian target Kabupaten Bojonegoro Bebas Sampah pada tahun 2020.

Pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada Perda Kabupaten Bojonegoro Nomor 26 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011 -2031, ayat (1) huruf a meliputi :

1) Pengembangan sistem pengangkutan diprioritaskan pada kawasan permukiman perkotaan dan pusat-pusat kegiatan masyarakat;

2) Pengembangan sistem composting pada kawasan perdesaan dan permukiman berkepadatan rendah;

3) Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), meliputi :

a. TPA Trucuk; melayani Kecamatan Kapas, Bojonegoro, dan Trucuk; b. TPA Margomulyo; melayani Kecamatan Tambakrejo, Ngraho, dan

Margomulyo;

c. TPA Kedewan; melayani Kecamatan Kedewan dan Malo;

d. TPA Padangan; melayani Kecamatan Padangan, Kasiman dan Purwosari;

e. TPA Ngasem; melayani Kecamatan Ngasem, Kalitidu, dan Ngambon;

f. TPA Dander; melayani Kecamatan Dander, Bubulan, Sukosewu, dan Temayang;

g. TPA Gondang; melayani Kecamatan Gondang dan Sekar;

h. TPA Kanor; melayani Kecamatan Kanor, Balen, Sumberrejo, dan Baureno;

i. TPA Kedungadem; melayani Kecamatan Kedungadem, Kepohbaru, dan Sugihwaras.


(46)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

31

Gambar 2.9

Peta Tahapan Pengembangan Persampahan

Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Bojonegoro masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir, berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.

Persampahan merupakan isu penting di lingkungan perkotaan yang terus menerus dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Pengelolaan sampah di Kabupaten Bojonegoro saat ini ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup dengan pengangkutan secara komunal yaitu sampah dari tiap rumah tangga


(47)

II -

32

dikirim ke TPS (Tempat Pemrosesan Sementara), dari TPS lalu diangkut ke TPA (Tempat Pemprosesan Akhir) di Desa Banjarsari oleh truk-truk sampah. Di wilayah pedesaan, sistem pembuangan sampah dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dengan menimbun sampah di pekarangan rumah masing. Sampah dalam kawasan dikumpulkan oleh masing-masing rumah (daerah terbangun) dan sampah tersebut banyak yang dibakar oleh penduduk.

TPA Banjarsari terletak di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk. TPA ini menampung sampah dari TPS di seluruh Kabupaten Bojonegoro. Rata-rata jumlah sampah yang masuk TPA 250 M3/hari. Sehingga dalam

satu bulan bisa mencapai 7.500 M3 dan dalam setahun mencapai 90.000 M3. Seluruh sampah berasal dari 31 TPS, yaitu 16 TPS di wilayah

kota dan 15 TPS di luar kota. Di antaranya dari Pasar Baureno, Pasar Sumberrejo, Pasar Kapas, TPS Kapas, TPS Sukowati, Pasar Dander, TPS Perumahan Mojoranu, Perumahan BTN, Ponpes Ar Rosyid, Ponpes Abu Dzarrin, Ponpes Padangan, Pasar Kalitidu, TPS Pungpungan, Hotel Bonero dan TPS Banjarsari.

Jumlah sampah yang ditampung di TPA Banjarsari meningkat setiap tahunnya, yaitu tahun 2014 rata-rata 200 M3/hari dan tahun 2015 rata-rata 218 M3/hari. Jumah sampah yang dihasilkan masyarakat Bojonegoro akan terus meningkat, berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah penduduk Bojonegoro setiap tahunnya.

Jumlah penduduk Bojonegoro saat ini mencapai 1,3 juta jiwa, belum ditambah pekerja migas yang merupakan pendatang, akan menambah jumlah volume sampah. Dengan perkiraan setiap orang menghasilkan 2,5 liter sampah/hari, dapat diprediksikan berapa jumlah sampah yang dihasilkan. Oleh karena itu Dinas Lingkungan Hidup memprediksi kurang dari 10 bulan TPA tidak mampu lagi menampung sampah, dan jika dipaksakan justru akan menyebabkan pencemaran lingkungan.


(48)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

33

Pada awal tahun 2017, sisa luas lahan TPA Banjarsari yang dapat dipakai menampung sampah yaitu 6.000 M2 dari total luas lahan 4,8 Ha. Dengan jumlah sampah yang masuk tiap harinya dan sisa luas lahan maka Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sedang melaksanakan pengembangan luas lahan TPA, yang sampai dengan saat ini masih proses pembebasan lahan. Pengembangan luas lahan TPA tersebut direncanakan sebesar 1 Ha, sehingga daya tampung TPA secara teori diperkirakan akan mampu menampung sampah sampai dua tahun.

Jumlah sampah yang ditampung di TPA Banjarsari meningkat setiap tahunnya, yaitu tahun 2014 rata-rata 200 M3/hari dan tahun 2015 rata-rata 218 M3/hari. Jumah sampah yang dihasilkan masyarakat Bojonegoro akan terus meningkat, berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah penduduk Bojonegoro setiap tahunnya.

2.4 ANALISA PSR (PRESSURE-STATE-RESPONSE)

Analisa model P-S-R merupakan analisa status lingkungan hidup yang dikembangkan oleh UNEP. Analisa model PSR (Pressure-State-Response) adalah hubungan sebab akibat (kausalitas) antara penyebab permasalahan, kondisi lingkungan hidup, dan upaya mengatasinya.

2.4.1 Kebencanaan 1) Bencana Banjir

a) Pressure

Adanya pembalakan liar (illegal logging) oleh masyarakat; Adanya peningkatan jumlah bangunan sehingga mengurangi area peresapan air hujan dan ruang terbuka hijau;

Adanya bangunan liar disepanjang aliran sungai; Adanya pembuangan sampah pada badan air;

Adanya peningkatan luas lahan kritis di daerah ruang terbuka hijau.


(49)

II -

34

Banyaknya lahan hutan yang gundul sehingga tidak mampu untuk menyerap air hujan;

Topografi/kemiringan cukup tinggi sehingga aliran air hujan (run off) cukup tinggi;

Kondisi sungai yang mengalami penyempitan dan pendangkalan akibat proses sedimentasi dan sampah yang menumpuk;

Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro adalah jenis alluvial (lempung) sehingga sulit untuk meresapkan air karena permeabilitas dan porositas jenis tanah alluvial relatif rendah;

c) Respon

Penanaman kembali (reboisasi) hutan yang gundul;

Membuat peraturan untuk melarang mendirikan bangunan di area sempadan sungai atau saluran air;

Membuat program sumur resapan dan lubang resapan biopori; Membuat program pembangunan 1.000 embung yang berfungsi untuk menampung air hujan;

Gerakan panen air hujan melalui Instruksi Bupati Nomor 4 Tahun 2015;

Pembangunan jalan transportasi dengan menggunakan paving supaya air hujan dapat meresap ke dalam tanah;

Normalisasi sungai dengan pembersihan sampah ataupun dari sedimen;

Membuat SOP tindakan bencana pada saat terjadi banjir bandang.

2) Tanah Longsor a) Pressure

Berkurangnya vegetasi/tumbuhan akibat seringnya terjadi


(50)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

35

Kurangnya infrastruktur untuk penanganan tanah longsor; Adanya penambangan liar (termasuk penambangan pasir di sungai dan penambangan tanah urug);

Topografi/kemiringan cukup tinggi sehingga memudahkan terjadinya longsor.

b) State

Tanah berbentuk lereng yang terjal lebih dari 45 derajat, yang banyak terdapat di wilayah bagian selatan Kabupaten Bojonegoro;

Meningkatnya intensitas hujan dan periode ulang hujan pada saat musim penghujan;

Meluapnya aliran anak sungai pada saat musim penghujan; Terkikisnya tebing Bengawan Solo yang terjadi di Kecamatan Kota Bojonegoro, Kali Mengkuris dan Kali Apuringas di Kecamatan Kanor.

c) Respon

Penanaman pohon untuk daerah yang rawan longsor;

Menghentikan penambangan liar (termasuk penambangan pasir di sungai dan penambangan tanah urug) dan melakukan pengawasan;

Membangun infrastruktur yang berfungsi sebagai penahan longsor di daerah rawan longsor;

Membuat SOP tindakan bencana pada saat longsor terjadi.

3) Kekeringan a) Pressure

Jumlah penduduk semakin meningkat sehingga jumlah kebutuhan air juga semakin meningkat sedangkan pasokan umumnya berasal dari air hujan yang kapasitasnya hampir sama setiap tahun;


(51)

II -

36

Berkurangnya vegetasi/tumbuhan akibat seringnya terjadi

illegal logging;

Masih adanya lahan kritis yang menyebabkan daerah resapan air berkurang;

Tingginya nilai run-off sehingga air limpasan hujan lebih banyak masuk ke saluran drainase dan sedikit yang terserap dalam tanah.

b) State

Musim kemarau lebih panjang daripada musim penghujan; Untuk daerah-daerah tertentu masih banyak yang belum memiliki tandon/penyimpan air hujan;

Minimnya jaringan distribusi air bersih dari PDAM daerah; Kurangnya bangunan sumur resapan dan biopori di daerah rawan kekeringan.

c) Respon

Program 1.000 embung yang berfungsi untuk menampung air hujan pada saat musim penghujan dan sebagai cadangan air untuk musim kemarau;

Program pembangunan sumur resapan yang berfungsi untuk memasukkan air hujan ke dalam tanah sehingga pada saat musim kemarau sumur-sumur penduduk tidak kekeringan; Program pembangunan jalan dengan menggunakan paving yang bertujuan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah; Membuat PAH (Penampungan Air Hujan) untuk daerah rawan kekeringan;

Pembuatan lubang resapan biopori (LRB) yang berfungsi seperti sumur resapan namun dengan kapasitas yang lebih kecil. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro telah memberikan bantauan alat untuk pembuatan LRB kepada masyarakat Bojonegoro yang membutuhkan;


(52)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

37

Membuat regulasi yang mewajibkan setiap warga Kabupaten Bojonegoro yang mau membangun bangunan harus memiliki sumur resapan dan/atau biopori.

2.4.2 Kerusakan Lingkungan 1) Penambagan Galian C

a) Pressure

Meningkatnya kebutuhan pasir dan tanah urug, seiring dengan meningkatnya pembangunan yang ada di wilayah kabupaten Bojonegoro dan wilayah sekitar Bojonegoro;

Banyak daerah yang sudah melarang penambangan pasir, sehingga pengusaha mengalihkan usahanya untuk penggalian pasir di wilayah Kabupaten Bojonegoro;

Belum terjalinnya kerja sama antara Kabupaten Bojonegoro dengan Kabupaten yang berbatasan untuk mengatur arus galian pasir dan tanah urug;

Masa transisi perubahan peraturan tentang pengalihan pengawasan dari kabupaten ke pemerintah provinsi, sehingga mengakibatkan pengawasan masih belum optimal.

b) State

Pada tahun 2014 jumlah penambang pasir yang ada di Bojonegoro adalah sebagai berikut; penambang manual 70 tempat, penambang mekanik 223 tempat. Dalam regulasi yang ada, penambangan mekanik sudah dilarang namun faktanya kegiatan penambangan mekanik masih sangat menjamur; Dengan adanya penambangan baik di DAS Bengawan Solo maupun di daratan mengakibatkan banyak sekali cekungan- cekungan yang ada di daratan dan longsor pada DAS Bengawan Solo;


(53)

II -

38

Suhu di daerah Kabupaten Bojonegoro juga semakin meningkat, mengingat galian yang ada di daratan rata-rata di daerah yang banyak ditumbuhi tanaman;

Menurunnya sumber air, hal ini diakibatkan dengan banyaknya tumbuhan yang ditebang di daerah galian C.

Meningkatnya efek gas rumah kaca di Kabupaten Bojonegoro.

c) Response

Membuat regulasi tentang teknis galian C; Reboisasi pada bekas galian C;

Sosialisasi kepada pengusaha dan masyarakat agar sadar untuk menjaga lingkungan dan membatasi eksploitasi yang berlebihan;

Melakukan pengawasan terhadap lokasi galian baik di DAS Bengawan Solo maupun di lokasi galian C;

Menyita alat-alat mekanik yang digunakan untuk penambangan di DAS dan lokasi galian C.

2) Sumur Tua a) Pressure

Adanya penambangan sumur minyak tua secara illegal;

Pembuangan limbah dari kegiatan illegal drilling dan penyulingan yang langsung dibuang ke lingkungan, sehingga mencemari lingkungan sekitarnya;

Perusakan hutan yang dilakukan guna memudahkan kegiatan eksplorasi sumur tua;

Bertambahnya jumlah sumur minyak tua dalam 10 tahun terakhir, mengakibatkan kerusakan lingkungan di kawasan tersebut semakin parah;

Kawasan setempat yang dipenuhi ratusan dapur penyulingan tradisional mengakibatkan lapisan atas tanah di kawasan tersebut tercemar dengan minyak mentah.


(54)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

39

b) State

Sumur minyak tua yang berada di sejumlah desa di Kecamatan Kedewan merupakan aset negara yang telah diserahkan penguasaannya kepada Pemerintah Daerah;

Banyaknya sumur minyak tua peninggalan Belanda yang saat ini dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar secara illegal;

Adanya illegal mining (PETI) dengan pemboran baru dan/atau pendalaman sumur;

Tumpahan minyak (oil spill) dari aktivitas penambangan yang mencemari lingkungan sekitar; dan

Hilangnya kesuburan tanah yang tercemar oleh tumpahan minyak dari aktivitas penambangan sumur tua.

c) Respon

Menata kembali pengelolaan sumur tua;

Menyerahkan pengelolaan sumur tua Wonocolo kepada PT. Bojonegoro Bangun Sarana (BUMD) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun;

Meningkatkan intensitas komunikasi dan saling memahami dalam menyelesaikan masalah pengelolaan sumur tua;

Melakukan monitoring terhadap pengelolaan sumur tua yang ada di Kecamatan Kedewan;

Pengawasan kegiatan angkat dan angkut produksi minyak yang dilakukan para penambang sumur tua;

Membuat CSR yang sesuai dengan usaha pemberdayaan para penambang sumur tua.

2.5.2 Persampahan a) Pressure

Bertambahnya jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan di Kabupaten Bojonegoro;


(55)

II -

40

Pola hidup modern yang berdampak pada meningkatnya volume sampah di Kabupaten Bojonegoro;

Jumlah sampah yang ditampung di TPA Banjarsari tiap tahun mengalami peningkatan, sehingga dalam beberapa tahun ke depan TPA dimungkinkan sudah tidak mampu lagi menampung sampah yang ada;

Timbunan sampah dengan volume yang besar di TPA berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global;

b) State

Kabupaten Bojonegoro hanya mempunyai 1 (satu) buah TPA; TPA yang ada digunakan untuk menampung sampah dari seluruh TPS yang ada di Kabupaten Bojonegoro;

Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir (TPA).

Masih adanya pembakaran sampah yang dilakukan oleh masyarakat;

Belum adanya pemilahan sampah dari sumbernya;

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

c) Respon

Membangun TPA yang baru dan pengembangan lahan TPA yang sudah ada (TPA Banjarsari);

Mengoptimalkan fungsi TPA/TPS yang ada, dengan melibatkan langsung masyarakat di sekitar area TPA/TPS;

Mengembangkan inovasi dalam pengelolaan sampah plastik yang ada di TPA Banjarsari untuk dijadikan sebagai bahan bakar minyak (BBM);


(56)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

41

Mengembangkan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu 3R untuk mengatasi sampah dengan skala komunal;

Mengembangkan pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) berbasis masyarakat untuk mengurangi jumlah timbulan sampah langsung dari sumbernya;

Memfasilitasi pembentukan bank sampah yang dikelola oleh sekolah maupun masyarakat melalui program satu desa satu bank sampah;

2.5 INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP ( IKLH )

Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil 3 indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Mengingat bahwa harus ada keseimbangan antara indikator yang mewakili green issues (isu hijau) maka setiap indikator memiliki pembobotan yang berbeda yakni indeks pencemaran udara sebesar 30%, indeks pencemaran air sebesar 30%, dan indeks tutupan hutan sebesar 40%.

Gambar 2.9

Persentase Penghitungan IKLH

Adapun parameter dari setiap indikator dapat dilihat pada tabel tersebut di bawah ini :

IKLH (100%)

Indeks Pencemaran Udara (30%)

Indeks Tutupan Hutan (40%)

Indeks Pencemaran Air (30%)


(57)

II -

42

Tabel 2.1

Parameter dari Setiap Indikator Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

No. Indikator Parameter Bobot

1. Kualitas Udara SO2 30% NO2

2. Kualitas Air

TSS

30% DO

BOD COD

Total Phospat Fecal-Coli Total-Coliform

3. Tutupan Hutan Luas Hutan 40%

2.5.1 Indeks Pencemaran Air

Untuk menentukan indeks pencemaran air dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1

Masing-masing titik diasumsikan sebagai 1 data dan akan memiliki status mutu air. Setiap titik akan memiliki indeks pencemaran air melalui persamaan sebagai berikut :

Pij = √(Ci/Lij)2

M + (Ci/Lij)2R 2

Di mana :

Lij : Konsentrasi baku peruntukan air (j)

Ci : Konsentrasi sampel parameter kualitas air (i) PIj : Indeks pencemaran bagi peruntukan (j) Pij : (C1/L1j, C2/L2j,...,Ci/Lij)

(Ci/Lij)M : Nilai maksimum dari Ci/Lij (Ci/Lij)M : Nilai rata-rata dari Ci/Lij

Sebagai contoh diambil titik pantau Sungai Bengawan Solo di titik sampling jembatan Padangan, pengambilan sampel pada tanggal 1 Pebruari 2016 sebagaimana terlihat pada tabel berikut :


(58)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

43

Tabel 2.2

Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran Air Sungai Bengawan Solo

Parameter Ci Lix Ci/Lix

TSS 463 50 5,83 DO 4,71 4 0,19 BOD 6,41 3 2,65 COD 18 25 0,72 Phospat - 0 - Fecal Coli 280 1.000 0,28 Total Coliform 280 5.000 0,06

Rata-rata 4,24

Langkah 2

Setelah didapat angka rata-rata atau indeks suatu titik, kemudian diberikan status mutu air. Misalnya pada titik pantau Sungai Bengawan Solo di titik sampling Jembatan Padangan tersebut didapat angka 4,24 yang berarti

tercemar ringan. Adapun selengkapnya untuk evaluasi terhadap Pij adalah sebagai berikut :

Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika nilai Pij antara 0 – 1 Tercemar ringan jika nilai Pij antara 1 – 5

Tercemar sedang jika nilai Pij antara 5 – 10 Tercemar berat jika nilai Pij > 10


(59)

II -

44

Tabel 2.3

Status Mutu Air Sungai Bengawan Solo di wilayah Kab. Bojonegoro Tahun 2016

No. Nama Sungai Titik Sampling

Periode/

Tanggal TSS DO BOD COD Fosfat

Fecal Coli

Total-Colifo rm

Pij Status Mutu Air

1 Bengawan Solo Jembatan

Padangan 01-02-2016 463 4,71 6,41 18 0 280,00 280,00 4,24 ringan 2 Bengawan Solo Bendung

Gerak 461 4,01 439 11,87 0 0 0 8,57 sedang

3 Bengawan Solo

Taman Bengawan Solo

467,5 4,6 2,9 4,46 0 0 0 4,20 ringan

4 Bengawan Solo Jembatan

Padangan 15-06-2016 867 3,67 15,7 35,78 0 0 0 5,28 sedang 5 Bengawan Solo Bendung

Gerak 542,7 3,39 5,45 36,39 0 0 0 4,50 ringan

6 Bengawan Solo

Taman Bengawan Solo

867 2,76 3,43 57,55 0 0 0 5,22 sedang

7 Bengawan Solo Jembatan

Padangan 01-09-2016 23,5 3,83 19,84 39,73 0 0 0 3,69 ringan 8 Bengawan Solo Bendung

Gerak 40 3,73 17,64 33,74 0 0 0 3,51 ringan

9 Bengawan Solo

Taman Bengawan Solo


(60)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

45

Langkah 3

Jumlah titik sampel yang memenuhi baku mutu air dijumlahkan dan kemudian dibuat dalam persentase dengan membaginya terhadap seluruh jumlah sampel.

Langkah 4

Masing-masing persentase pemenuhan mutu air kemudian dikalikan bobot indeks, yaitu 70 untuk memenuhi, 50 untuk ringan, 30 untuk sedang dan 10 untuk berat. Sehingga didapat masing-masing nilai indeks per mutu air dan kemudian dijumlahkan menjadi indeks air untuk IKLH Kabupaten Bojonegoro sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 2.4

Indeks Pencemaran Air Sungai Tahun 2016

Mutu air

Jumlah titik sampel yang memenuhi

mutu air

Persentase pemenuhan

mutu air

Bobot nilai indeks

Nilai indeks

per-mutu air

Memenuhi 0 0% 70 0 Ringan 6 67% 50 33,333 Sedang 3 33% 30 10 Berat 0 0% 10 0 Total 9 100% - -

Indeks Pencemaran Air Kabupaten Bojonegoro 43,33 Dari hasil perhitungan tersebut didapat Nilai Indeks Pencemaran Air Sungai di Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 adalah sebesar 43,33.

2.5.2 Indeks Pencemaran Udara

Pemantuan kualitas udara dilakukan melalui passive sampler dilakukan di 3 lokasi yaitu jalan padat kendaraan, terminal, dan permukiman dekat industri.

Untuk menentukan indeks pencemaran udara dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut :


(61)

II -

46

Langkah 1

Menghitung rerata parameter NO2 dan SO2 dari tiap periode pemantauan untuk masing-masing lokasi (titik) sehingga didapat nilai rerata jalan padat kendaraan (A), terminal (B) dan permukiman dekat industri (C).

Hasil pemantauan kualitas udara Passive Sampler Tahun 2016 di Kabupaten Bojonegoro sebagaimana tabel berikut :

Tabel 2.5

Hasil Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2016

No Lokasi Waktu NO2 (µg/m3)

SO2

(µg/m3)

1 Bundaran Adipura

(Jl. Padat kendaraan) 1-02-2016 4,06 3,34

2 Terminal Rajekwesi 2,51 2,37

3 Pemukiman dekat jalan padat

kendaraan (Jl. Gajah Mada) 4,21 3,43 4 Bundaran Adipura

(Jl. Padat kendaraan) 15-06-2016 6,53 3,35

5 Terminal Rajekwesi 4,69 1,06

6 Pemukiman dekat jalan padat

kendaraan (Jl. Gajah Mada) 4,94 2,07 7 Bundaran Adipura

(Jl. Padat kendaraan) 06-09-2016 1,97 0,221

8 Terminal Rajekwesi 10,08 0,1

9 Pemukiman dekat jalan padat

kendaraan (Jl. Gajah Mada) 3,34 0,84

Rerata 4,70 1,86

Langkah 2

Angka rerata parameter NO2 dan SO2 dibandingkan dengan referensi EU akan didapatkan Indeks Udara Model EU atau indeks antara sebelum dinormalisasikan pada indeks IKLH.

Langkah 3

Indeks Udara Model EU dikonversikan menjadi indeks IKLH melalui persamaan sebagai berikut :

Indeks Udara IKLH = 100 – [(50/0,9) X ieu – 0,1)]


(62)

IKPLHD Kabupaten Bojonegoro

2016

II -

47

Tabel 2.6

Indeks Pencemaran Udara Tahun 2016

Parameter Rerata

Pemantauan 2016 Referensi EU Indeks

NO2 1,86 40,00 0,0466

SO2 4,70 20,00 0,2352

Indeks Udara Indeks annual model EU-Ieu 0,1409

Indeks udara 2016 97,73

Dari hasil perhitungan tersebut didapat Nilai Indeks Pencemaran Udara Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 adalah sebesar 97,73.

2.5.3 Indeks tutupan hutan

Untuk menentukan indeks tutupan hutan dilakukan perhitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1

Menghitung persentase yang merupakan perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah administrasi.

Langkah 2

Melakukan konversi persentase yang merupakan perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah administrasi melalui persamaan sebagai berikut :

ITH = 100 - [84,3 - (TH X 100) X (50/54,3)]

Hasil dari perhitungan indeks tutupan hutan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7

Indeks Tutupan Hutan Tahun 2016

Lokasi

Luas Wilayah

(Ha)

Luas Tutupan Hutan (Ha)

Tutupan Hutan

(%)

Indeks Tutupan

Hutan


(63)

II -

48

Dari hasil perhitungan tersebut didapat Nilai Indeks Tutupan Hutan Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 sebesar 54,3.

2.5.4 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro

Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil 3 indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Mengingat bahwa harus ada keseimbangan antara indikator yang mewakili green issues (isu hijau) maka setiap indikator memiliki pembobotan yang berbeda yakni indeks pencemaran udara sebesar 30%, indeks pencemaran air sebesar 30%, dan indeks tutupan hutan sebesar 40%.

Hasil dari perhitungan adalah sebagai berikut : Indeks pencemaran air sebesar 43,33 Indeks pencemaran udara sebesar 97,73 Indeks tutupan hutan sebesar 54,30

Sehingga Indek Kualitas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut :

IKLH = (30% X 43,33) + (30% X 97,73) + (40% X 54,3) = 13,00 + 29,32 + 21,72

= 64,04

Berikut ini adalah klasifikasi penjelasan kualitatif dari angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup :

 Unggul : > 90

 Sangat baik : 82 – 90

 Baik : 74 – 82

 Cukup : 66 – 74

 Kurang : 58 – 66

 Sangat kurang : 50 – 58

 Waspada : < 50


(64)

BAB III

ANALISIS P-S-R

ISU LINGKUNGAN

HIDUP DAERAH


(1)

Lamp -

206

No. Jenis Produk Hukum Nomor dan tanggal Tentang

(1) (2) (3) (4)

28 Surat Keputusan Bupati 188/131/KEP/412.11/2016 Tim Koordinasi dan Pelaksana Kegiatan Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian LH melalui Program Gerbang Bojonegoro Bersinar Kab. Bojonegoro

29 Surat Keputusan Bupati 188/261/KEP/412.11/2016 Juara Lomba Gerbang Bojonegoro Bersinar melalui Kegiatan

Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian LH di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016

Keterangan :


(2)

Lamp -

207

Tabel-49. Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Bojonegoro

Tahun Data : 2016

No. Sumber

Anggaran Peruntukan Anggaran

Jumlah Anggaran Tahun Sebelumnya

Jumlah Anggaran Tahun Berjalan

(1) (2) (3) (4) (5)

1 APBN dan

APBD

Penyediaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Persampahan

74.170.000,00 730.492.500,00

2 APBD Koordinasi Penilaian Kota Sehat/

Adipura

299.680.000,00 283.404.000,00

3 APBD Pemantauan Kualitas Lingkungan 14.510.000,00 20.500.000,00

4 APBD Pengawasan Pelaksanaan

Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup

219.606.500,00 243.515.500,00

5 APBD Pengelolaan B3 dan Limbah B3 25.000.000,00 45.000.000,00

6 APBD Koordinasi Penyusunan Amdal 40.000.000,00 78.385.500,00

7 APBD Peningkatan peran serta

Masyarakat dalam Pengendalian Lingkungan Hidup

300.130.000,00 255.604.500,00

8 APBD Konservasi Sumber Daya Air

dan Pengendalian Kerusakan Sumber-sumber Air

705.729.500,00 173.536.000,00

9 APBD Koordinasi Pengelolaan

Konservasi SDA

47.953.000,00 16.400.000,00

10 APBD Peningkatan peran serta

Masyarakat dalam Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam

338.361.000,00 284.300.000,00

11 APBD Peningkatan Edukasi dan

Komunikasi Masyarakat di Bidang Lingkungan

85.000.000,00 68.750.000,00

12 APBD Pengembangan Data dan

Informasi Lingkungan

47.483.000,00 44.800.000,00

13 APBD Pengujian Kadar Polusi Limbah

Padat & Limbah Cair

459.650.000,00 185.800.000,00

14 APBD Pembangunan Tempat

Pembuangan Benda Padat/Cair yang Menimbulkan Polusi

346.387.000,00 79.536.000,00

15 APBD Penyuluhan dan Pengendalian

Polusi dan Pencemaran

32.250.000,00 57.000.000,00

Keterangan :


(3)

Lamp -

208

No. Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Doktor (S3) 0,00 0,00 0,00

2. Master (S2) 5,00 4,00 9,00

3. Sarjana (S1) 11,00 9,00 20,00

4. Diploma (D3/D4) 1,00 0,00 1,00

5. SLTA 4,00 0,00 4,00

Jumlah 21,00 13,00 34,00

Keterangan : "0" Belum ada personil dengan tingkat pendidikan S3 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro Tahun Data : 2016

Tabel-50. Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Bojonegoro

Tahun Data : 2016

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 BLH Kab. Bojonegoro

Fungsional

Pengendali Dampak Lingkungan

0 0 0 0

2 BLH Kab. Bojonegoro

Fungsional Pengawas Lingkungan

0 0 5 2

3 BLH Kab. Bojonegoro

Inspektur Migas Pertama

0 0 1 0

Keterangan : "0" Belum ada staf fungsional bidang lingkungan hidup Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro

Tabel-51. Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan dan Staf yang telah mengikuti Diklat di

Jumlah Staf Fungsional Jumlah Staf Yang Sudah No. Nama Instansi Nama Jabatan


(4)

Lamp -

209

Tahun Data : 2016

NO URAIAN 2011 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 PERTANIAN 5.244.036,11 5.870.586,08 6.555.192,36 7.261.866,86 8.457.421,40

a. Pertanian Sempit 4.666.787,71 5.233.175,33 5.844.629,10 6.546.044,52

-- Tanaman Bahan Makanan 3.459.177,22 3.876.582,77 4.291.733,15 4.790.484,30

-- Tanaman Perkebunan 303.323,76 334.623,86 363.751,44 424.508,06

-- Peternakan dan hasil--hasilnya 904.286,73 1.021.968,70 1.189.144,51 1.331.052,16

-b. Kehutanan 502.867,45 547.090,99 602.177,25 587.722,39

-c. Perikanan 74.380,95 90.319,76 108.386,01 128.099,95

-2 Pertambangan dan Penggalian 12.235.599,11 12.625.584,35 12.967.544,11 12.895.671,40 17.946.770,90

3 Industri Pengolahan 1.531.560,11 1.771.558,73 2.032.166,97 2.321.819,69 3.206.136,20

4 Listrik, Gas, dan Air bersih 121.470,40 132.152,39 147.517,20 163.092,85 11.614,80

5 Bangunan 1.101.289,48 1.236.150,70 1.452.255,95 163.092,85 3.883.051,00

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3.554.992,13 4.092.257,61 4.704.415,95 5.400.994,06

-7 Pengangkutan dan Komunikasi 824.623,86 440.173,26 1.084.531,37 1.235.946,03

-8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 925.928,31 1.066.802,80 1.235.188,75 1.429.783,25

-9 Jasa-jasa 2.076.288,70 2.304.988,60 2.606.557,01 2.917.423,80

-PRODUK DOMESTIK BRUTO 27.615.799,30 30.043.184,71 37.785.329,66 35.319.818,46 46.649.168,20

PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA 5.684.085,30 17.755.678,52 20.145.127,38 228.384,67 28.910.222,80

Keterangan : "-" Tidak ada data Sumber : BPS Kabupaten Bojonegoro


(5)

Lamp -

210

Tahun Data : 2016

NO URAIAN 2011 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 PERTANIAN 2.214.298,26 2.314.455,46 2.382.506,27 2.466.978,30

-a. Pertanian Sempit 2.051.880,75 2.148.618,45 2.208.940,83 2.299.876,34

-- Tanaman Bahan Makanan 1.536.014,74 1.605.596,21 1.632.570,22 1.688.404,13

-- Tanaman Perkebunan 140.479,13 146.463,54 147.254,44 159.741,62

-- Peternakan dan hasil--hasilnya 375.386,88 396.558,70 429.116,17 451.730,59

-b. Kehutanan 128.836,82 128.025,15 131.174,57 120.234,61

-c. Perikanan 33.580,69 37.811,86 42.390,87 46.867,35

-2 Pertambangan dan Penggalian 2.678.531,78 2.721.579,22 2.748.296,55 2.743.963,95

-3 Industri Pengolahan 648.995,33 705.912,22 760.440,94 817.869,45

-4 Listrik, Gas, dan Air bersih 56.877,85 60.341,71 64.571,19 67.748,05

-5 Bangunan 301.388,11 329.658,31 368.426,13 407.626,67

-6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.447.595,56 605.566,98 1.779.575,01 1.960.949,91

-7 Pengangkutan dan Komunikasi 320.666,17 349.461,99 383.052,49 414.708,98

-8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 418.056,19 455.597,64 498.774,80 544.614,80

-9 Jasa-jasa 792.696,14 837.007,85 891.263,45 942.245,63

-PRODUK DOMESTIK BRUTO 8.875.105,39 4.379.581,33 9.876.906,84 10.366.705,74 46.892.831,00

PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA 6.307.489,59 6.773.969,81 7.249.663,71 7.748.395,24 22.858.624,60

Keterangan : "-" Tidak ada data Sumber : BPS Kabupaten Bojonegoro


(6)