1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembata- san masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi ope-
rasional variabel penelitian dan batasan –batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang  sejarah  pendidikan  di  Indonesia,  tentu  setiap  orang  mengenal sosok  pendidik  yang  berjasa  membangun,  mendidik,  mengayomi,  melayani,
dan membina generasi muda dalam mencapai pribadi yang baik, utuh, unggul, berkarakter, mandiri, dan berkualitas. Sosok pendidik hadir ketika masyarakat
membutuhkan  informasi  penting  di  era  globalisasi  dan  memodernisasi,  se- hingga sosok pendidik diharapkan mampu mengembangkan keahliannya di bi-
dang  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi.  Selain  itu,  sosok  pendidik  juga  hadir ketika kehidupan masyarakat semakin majemuk dan penuh dengan keberaga-
man suku, bahasa, ras, budaya, adat –istiadat, dan agama. Meskipun demikian,
setiap orang tentu saja pernah menghina, membenci, merendahkan, meremeh- kan, dan bahkan ada juga beberapa pihak yang ingin mencelakakannya. Sosok
pendidik yang dimaksud adalah Guru BK Bimbingan dan Konseling, sosok pendidik yang dikenal peserta didik sebagai penolong kehidupan.
Kehadiran  Guru  BK  sangat  dibutuhkan  oleh  masyarakat  ketika  masalah kehidupan semakin kompleks, seperti kekerasan dalam rumah tangga, konflik
antar  suku,  ras,  dan  agama,  tawuran  antar  pelajar,  seks  bebas,  narkoba,  serta
terbatasnya lapangan pekerjaan. Kompleksitas masalah yang dialami masyara- kat, membuat Guru BK dituntut untuk memiliki kompetensi yang baik dalam
mencapai tujuan profesional di dunia pendidikan. Kompetensi profesional Gu- ru BK sangat dibutuhkan dalam menangani berbagai permasalahan hidup yang
ada disekitarnya, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. Beranjak  dari  pengalaman  peneliti  ketika  mengikuti  kegiatan  PPL  BK  di
SMP Negeri 15  Yogyakarta, peneliti menemukan beberapa kesulitan  yang di- alami Guru BK dalam meningkatkan kompetensi profesional. Data yang diper-
oleh  peneliti  setelah  melakukan  wawancara  dan  pengamatan  secara  langsung, ditemukanlah  beberapa  faktor  yang  menghambat  Guru  BK  dalam  meningkat-
kan kompetensi profesional, diantaranya: 1 faktor usia; 2 faktor perekonomi- an; 3 faktor manajemen waktu; 4 faktor ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
5 faktor penyesuaian diri terhadap kurikulum baru. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan 5 orang Guru BK di
Yayasan IPEKA Puri Indah Jakarta Barat. Hasil wawancara ini berorientasi pa- da kemampuan dan kedisiplinan setiap Guru BK. Orientasi masalah yang diha-
dapi oleh Guru BK adalah sebagai berikut: 1 konflik dengan pimpinan  yaya- sansekolah, rekan guru mata pelajaran, rekan sesama Guru BK, maupun staff
karyawan;  2  kebijakan  pihak  yayasan  pusat  yang  dinilai  tidak  mendukung Guru  BK  dalam  mengikuti  berbagai  kegiatan  di  luar  IPEKA;  3  Guru  BK
mengalami kesulitan untuk mempelajari dan memahami filosofi, konsep dasar, tujuan,  metode,  teknik,  dan  praksis  BK,  serta  tidak  memiliki  kemampuan  da-
lam hal manajemen kelas dengan baik, terkhususnya bagi Guru BK dari lulusan
S1S2 Non BK; dan 4 Terjadi pro dan kontra antara Guru BK dengan pimpi- nan  yayasansekolah,  rekan  guru  mata  pelajaran,  rekan  sesama  Guru  BK,  dan
staffkaryawan terkait dengan kinerja Guru BK dalam sistim pendidikan. Terkait  dengan  permasalahan  Guru  BK  di  Yayasan  IPEKA  Puri  Indah,
Kepala  SMA  IPEKA  Puri  Indah  mengungkapkan  bahwa  Guru  BK  perlu  di- berikan  pengarahan  dan  pemahaman  tentang  pentingnya  mempelajari  hal
–hal yang berkaitan dengan bidangnya, seperti 1 bagaimana cara Guru BK komit-
men dengan profesinya; 2 bagaimana cara Guru BK memahami dan melaksa- nakan kode etik profesinya; 3 bagaimana cara Guru BK bekerjasama dengan
rekan sesama Guru BK, guru mata pelajaran, siswa, orang tua siswa, dan ma- syarakat;  4  bagaimana  cara  Guru  BK  membuat  program  pembelajaran  atau
layanan dengan baik dan tidak memihak; 5 bagaimana cara Guru BK membe- rikan layanan BK yang berasas-kan pada pendidikan ke
–Tuhan–an Yang Maha Esa;  6  bagaimana cara Guru BK bersikap, bertindak, bertutur kata, berpikir,
beradaptasi,  berkarya,  dan  bereksperimen  dalam  berbagai  hal;  7  bagaimana cara  Guru  BK  menguasai,  mengimplementasikan,  dan  merancang  setiap  pro-
gram yang hendak dilaksanakan dalam bidang ke –BK–an; serta 8 bagaimana
cara Guru BK mengaitkan bidangnya dengan kehidupan rohani. Kedelapan hal ini merupakan tantangan bagi Guru BK dan juga bagi para
guru mata pelajaran lainnya,  agar setiap tenaga pendidikan perlu memperhati- kan hal
–hal yang mengarah pada esensitas kinerja yang berdedikasi, bermutu, bermoral, berkarakter, dan ber-Tuhan. Hal ini dapat melengkapi makna kompe-
tensi profesional dalam status setiap guru. Apabila seorang guru tidak memiliki
kelima  esensitas  tersebut  dan  tidak  menyatukan  makna  kompetensi  profesio- nalnya, maka akan menimbulkan keraguan, kesalahan, dan kegagalan, serta ke-
ricuhan dalam kinerjanya di lembaga pendidikan. Selain permasalahan
–permasalahan yang telah dipaparkan di atas, pendidi- kan di Indonesia masih terbatas dengan jumlah sumber daya manusianya. Eddy
Wibowo, Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Kom- pas, 23 Januari 2013, menyebutkan bahwa jumlah Guru BK yang ada di Indo-
nesia saat ini hanya mencapi 33.000 orang, artinya, perbandingan jumlah Guru BK  dengan  peserta  didik  belum  mencapai  1:150,  sehingga  Guru  BK  perlu
mengupayakan  diri  dalam  meningkatkan  kompetensinya  sebagai  tenaga  ke –
BK –an dan pendidik yang profesional.
Permasalahan –permasalahan yang dihadapi oleh Guru BK dapat disebab-
kan  juga  oleh  rendahnya  hasil  uji  kompetensi  guru.  Muhammad  Nuh  dalam Skripsi  Pramesti  Ayuningtyas,  Universitas  Negeri  Yogyakarta,  2012,  meng-
atakan bahwa nilai uji kompetensi yang diperoleh guru di Indonesia pada tahun 2012  di  bawah  rata
–rata,  yaitu  42,25.  Artinya,  nilai  rata–rata  uji  kompetensi guru di Indonesia pada tahun 2012 masih rendah, dan hal tersebut dapat terjadi
pada profesi Guru BK. Hasil  penilaian  uji  kompetensi  guru  yang  diungkapkan  oleh  Muhammad
Nuh  Ayuningtyas,  2012,  dapat  menurunkan  semangat  dan  kinerja  Guru  BK dalam mengembangkan  kompetensi  profesional  di  sekolah.  Berikut ini adalah
penyebab –penyebab rendahnya kinerja Guru BK di Indonesia, yaitu:
1. Hasil PLPG Guru BK untuk  jenjang SMP pada tahun  2010–2011 tingkat
kelulusan  Guru  BK  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  Daerah  Istimewa  Yog- yakarta,  masih  di  bawah  75,  sedangkan  pada  tahun  2011
–2012  tingkat kelulusan  Guru  BK  masih  tidak  memuaskan  dan  mengalami  peningkatan
sangat signifikan, yaitu 91,5. Ayuningtyas, 2012. 2.
Hasil  Musyawarah  Guru  Bimbingan  dan  Konseling  wilayah  Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diketahui bahwa persentase
Guru  BK  untuk  jenjang  SMP  yang  berpendidikan  S1  non  bimbingan  dan konseling cukup tinggi, yaitu 25. Ayuningtyas, 2012
3. Ilfiandra 2006, mengatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan di wi-
layah Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, menunjukkan kinerja Guru BK masih tidak memuaskan. Persentase kinerja Guru BK  yang dipandang
tidak memuaskan masih cukup tinggi, yaitu 64,28, sedangkan persentase kinerja  Guru  BK  yang  dipandang  memuaskan  hanya  sekitar  35,71.  Be-
rikut ini adalah urutan aspek yang dipandang tidak memuaskan, yaitu: a.
Pengetahuan  tentang  keterampilan  dalam  memberikan  layanan  bim- bingan dan konseling dengan persentase responden, yaitu 36,74.
b. Kepribadian Guru BK dengan persentase responden, yaitu 29,85.
c. Pengetahuan tentang layanan bimbingan dan konseling dengan persen-
tase responden, yaitu 21,28. Harjanti, 2010 Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat tema
penelitian, yaitu Upaya –Upaya Guru Bimbingan dan Konseling Mening-
katkan  Kompetensi  Profesional  Studi  Deskriptif  Analitis  pada  Guru –
Guru Bimbingan dan Konseling  Yayasan IPEKA Jakarta Tahun Ajaran 20152016
.
B. Identifikasi Masalah