81
Tabel 5.23 Hasil Uji Beda Data Berdasarkan Status Guru
Sum of Squares
Df Mean Square
F Sig.
Between Groups 150.526
1 150.526
2.638 .107
Within Groups 6277.152
110 57.065
Total 6427.679
111 Sumber: Data Primer Penelitian lampiran 9, hal 166
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tabel 5.23, nilai F hitung sebesar 2,638 dengan nilai probabilitas signifikansi 0,107. Oleh karena nilai
probabilitas signifikansi a = 0,05 dan F hitung 2,638 lebih kecil dari F tabel 3.927 maka H
diterima. Hal ini berarti persepsi guru terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan antara guru yang berstatus
PNS dan pegawai tetap dengan guru yang berstatus pegawai bantu dan guru kontrak adalah identik atau tidak memiliki perbedaan yang
signifikan.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Persepsi Guru Terhadap Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Guru.
Dari hasil pengujian hipotesis pertama diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan
ditinjau dari tingkat pendidikan. Artinya guru dengan tingkat pendidikan yang berbeda tingkat pendidikan di bawah S1, S1, dan di atas S1
memiliki kesamaan persepsi terhadap program sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil perhitungan Anova
82
yang menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 0,493 lebih kecil dari F tabel sebesar 3,080 lampiran 9, hal 163.
Hasil deskripsi data tingkat pendidikan guru menunjukkan bahwa sebagian besar guru 71,43 berpendidikan D4S1 halaman 65. Artinya
sebagian besar guru yang menjadi responden penelitian ini telah menempuh pendidikan formal yang tinggi. Dengan pendidikan formal
yang tinggi seseorang dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan berhasil, karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas
wawasan serta pengetahuan pada suatu bidang tertentu sesuai dengan profesi yang ingin diraihnya. Sulaiman dalam http:elearn.bpplsp-
reg5.go.idindex.php?pilih=news aksi=lihatid=18. Oleh sebab itu guru dengan latar belakang tingkat pendidikan tinggi dan rendah diduga akan
memberikan persepsi yang berbeda terhadap program sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Seperti diungkapkan Walgito 1994:53, bahwa sekalipun
stimulus yang diterima sama tetapi karena kerangka acuan dan kemampuan berpikirnya tidak sama ada kemungkinan hasil persepsi antar
individu satu dengan yang lain tidak sama Namun pada kenyataannya, hasil penelitian ini menunjukkan
kesamaan persepsi guru, yaitu persepsi yang kurang baik terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan lampiran 6, hal 149. Menurut penulis
adanya kesamaan persepsi guru yang kurang baik terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan ditinjau dari tingkat pendidikan guru disebabkan
adanya kesamaan memahami informasi tentang sertifikasi sehingga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
membentuk pola pikir yang sama. Pola pikir guru tidak hanya berkembang melalui pendidikan formal saja, informasi dari media massa dan
perkembangan teknologi juga dapat membantu mengembangkan pola pikir seorang guru.
Banyaknya opini masyarakat terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan yang dituangkan dalam tulisan di media cetak ataupun berita
media elektronik dapat membentuk pola pikir guru terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Oleh sebab itu opini yang tidak baik terhadap
program sertifikasi ini me mbentuk persepsi guru yang kurang baik terhadap program sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Misalnya, opini
Suparsa Kompas, Senin 17 September 2007, yang menyatakan kemungkinan kecurangan akan muncul khususnya dalam penilaian
kompetensi guru untuk portofolio, seperti kedekatan pribadi dengan tim asesor yang menyebabkan penilaian menjadi subjektif; jual beli gelar, jual
beli karya tulis, dan jual beli ijasah tanpa harus bekerja keras belajar; kegiatan pelatihan, seminar, lokakarya, rapat kerja fiktif untuk bukti
portofolio. Praktek suap- menyuap mungkin akan terjadi untuk menutup kekurangan yang ada untuk dapat lulus uji sertifikasi bagi guru dalam
jabatan. 2. Persepsi Guru Terhadap Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Ditinjau
Dari Masa Kerja Guru. Dari hasil pengujian hipotesis kedua diketahui bahwa tidak ada
perbedaan persepsi guru terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
ditinjau dari masa kerja guru. Artinya guru dengan masa kerja yang berbeda mengajar 2–4 tahun, lama mengajar 5–7 tahun, lama mengajar
8–10 tahun, lama mengajar 11–13 tahun, lama mengajar 14–16 tahun, lama mengajar 17-19 tahun, lama mengajar 20-22 tahun, lama mengajar
23–25 tahun, lama mengajar lebih dari 25 tahun memiliki kesamaan persepsi terhadap program sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Kesimpulan
tersebut didasarkan pada hasil perhitungan Anova yang menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 0,992 lebih kecil dari F tabel sebesar 2,030
lampiran 9, hal 164. Hasil deskripsi data masa kerja guru menunjukkan bahwa sebagian
besar guru 25 telah memiliki masa kerja di atas 25 tahun halaman 65. Dalam sertifikasi, seorang guru yang memiliki pengalaman mengajar yang
banyak akan mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk lolos uji sertifikasi masa kerja 25 tahun dihargai poin 160, dari total minimal
kelulusan 850 poin. Oleh sebab itu penulis menduga bahwa guru dengan pengalaman mengajar yang banyak akan memandang sertifikasi adalah
baik dan sebaliknya guru dengan pengalaman mengajar yang sedikit akan memandang sertifikasi adalah tidak baik.
Namun pada kenyataannya dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada kesamaan persepsi antara guru dengan masa kerja yang banyak dan
guru dengan masa kerja yang sedikit, yaitu kesamaan persepsi yang kurang baik dari program sertifikasi bagi guru dalam jabatan lampiran 6, hal
149. Hasil penelitian ini ternyata tidak sejalan dengan teori ya ng ada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
sebelumnya yang menyatakan bahwa dalam persepsi sekalipun stimulus yang diterima sama tetapi karena pengalaman tidak sama ada
kemungkinan hasil persepsi antar individu satu dengan yang lain tidak sama Walgito,1994:53.
Menurut penulis timbulnya kesamaan persepsi guru ditinjau dari masa kerja guru dikarenakan adanya kesamaan asumsi bahwa bukti
portofolio tidak menunjukkan kenyataan yang sebenarnya, khususnya pada bukti pengalaman pendukung profesi guru. Penilaian pengalaman
mengajar seorang guru tidak hanya melihat lamanya seorang guru mengajar dalam hitungan tahun, tetapi juga menggambarkan pengalaman
pendukung bidang profesi guru, seperti pengalaman mengikuti seminar, pelatihan, kepengurusan organisasi, kejuaraan lomba dan juga menulis
artikel ilmiah di media massa. Pengalaman guru tersebutlah yang nantinya akan dinilai dalam sertifikasi bagi guru dalam jabatan dalam bentuk
penilaian portofolio. Tetapi kurangnya kesiapan guru menghadapi program sertifikasi ini memungkinkan munculnya “proyek pengadaan” sertifikat
untuk keperluan portofolio aspek profesional. Misalnya pemalsuan dokumen mengikuti seminar dan pelatihan, kepengurusan orga nisasi yang
fiktif yang dapat dilakukan dengan bantuan kemajuan teknologi dengan bantuan komputer, mesin fotokopi, scanner.
Dalam pelaksanaan program sertifikasi bagi guru dalam jabatan ada fakta yang menunjukkan bukti pemalsuan dokumen portofolio dalam
sertifikasi Kompas, Rabu, 19 September 2007. Meskipun tidak semua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
peserta uji sertifikasi melakukan pengadaan sertifikat palsu, tetap saja fakta tersebut menimbulkan persepsi yang kurang baik terhadap sertifikasi
bagi guru dalam jabatan karena tidak mengambarkan pengalaman guru yang sebenarnya.
3. Persepsi Guru Terhadap Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Ditinjau Dari Beban Mengajar Guru.
Dari hasil pengujian hipotesis ketiga diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan
ditinjau dari beban mengajar guru. Artinya guru dengan beban mengajar yang berbeda guru yang memiliki beban mengajar di bawah 24 jam
pertemuan dan guru yang memiliki beban mengajar lebih atau sama dengan 24 jam pertemuanminggu memiliki kesamaan persepsi terhadap
program sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil perhitungan Anova yang menunjukkan bahwa nilai
F hitung sebesar 0,029 lebih kecil dari F tabel sebesar 3,927 lampiran 9,
hal 165. Hasil deskripsi data ditinjau dari beban mengajar menunjukkan
sebagian besar guru 74 memiliki beban mengajar dibawah 24 jam mengajar halaman 66. Di pasal 35 ayat 1 UU Guru Dan Dosen
disebutkan bahwa guru harus memiliki beban mengajar sekurang- kurangnya 24 JPminggu dan sebanyak-banyaknya 40 JPminggu. Adanya
aturan tersebut dapat menjadikan beban dan tanggung jawab guru semakin besar. Beban masalah yang dihadapi guru tidak hanya terletak pada
87
masalah kualifikasi dan dokumentasi saja, tetapi juga persoalan jam mengajar. Meskipun memiliki beban yang berat, tanggung jawab guru
untuk mengajar tidak dapat dikesampingkan. Beban mengajar guru tersebut menunjukkan kompetensi pedagogik
yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Dalam sertifikasi, pengujian kompetensi guru dilakukan
dengan penilaian portofolio yaitu, kumpulan bukti fisik atau dokumen yang merupakan pengalaman berkarya guru. Sedangkan persoalan yang
terkait dengan tugas mengajar ini menyangkut konsistensi bukti fisik dengan realita yang sebenarnya. Sebagai contoh penilaian terhadap aspek
perencanaan, dimana penilaian tidak dilakukan tim assesor dengan melihat langsung proses pembelajaran di kelas. Sehingga mungkin saja terjadi
ketidaksesuaian RPP dalam portofolio dengan proses belajar mengajar di kelas.
Dalam penelitian ini guru dengan beban mengajar di bawah 24 JPminggu maupun dengan beban mengajar di atas 24 JPminggu
menunjukkan adanya kesamaan persepsi yang tidak baik terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini lampiran 6, hal 149. Adanya
kesamaan persepsi ini sekaligus menolak teori yang ada sebelumnya, yang
menyatakan bahwa sekalipun stimulus yang diterima sama tetapi karena pengalaman beban mengajar tidak sama ada kemungkinan hasil persepsi
antar individu satu dengan yang lain tidak sama Walgito, 1994:53.
88
Menurut penulis munculnya kesamaan persepsi tersebut disebabkan adanya kesamaan pola pikir guru terhadap penilaian portofolio yang tidak
baik, khususnya penilaian aspek perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Yang dimaksud tidak baik adalah penilaian tidak menunjukkan keadaan yang
sebenarnya seperti dijelaskan di atas. Bukan hanya kekhawatiran akan penilaian terhadap RPP dalam portofolio yang menimbulkan persepsi tidak
baik terhadap sertifikasi, tetapi juga adanya bukti penemuan sertifikat- sertifikat palsu atau aspal asli tapi palsu yang tidak menggambarkan
pengalaman berkarya guru yang sebenarnya semakin menambah persepsi yang tidak baik terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini.
4. Persepsi Guru Terhadap Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Ditinjau Dari Status Guru.
Dari hasil pengujian hipotesis keempat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap sertifikasi bagi guru dalam ja batan ditinjau
dari status guru. Artinya guru dengan status guru yang berbeda status PNS dan pegawai tetap yayasan, serta status pegawai bantu dan kontrak memiliki
kesamaan persepsi terhadap program sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil
perhitungan Anova yang menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 2,638 lebih kecil dari F tabel
sebesar 3,927 lampiran 9, hal 166. Hasil deskripsi data status guru menunjukkan bahwa sebagian besar
guru 93 memiliki status sebagai guru PNS dan tetap halaman 67. Status guru menggambarkan tingkat pendidikan, pengalaman, dan juga prestasi guru.
Maksudnya seorang guru yang diangkat statusnya dari guru bantukontrak
89
menjadi PNS dan tetap dianggap telah memiliki kompetensi guru yang baik. Oleh sebab itu dalam sertifikasi bagi guru dalam jabatan, hanya guru dengan
status PNS dan tetap yang dapat mengikuti uji kompetensi guru selain persyaratan lainnya yaitu, tingkat pendidikan = S1, masa kerja yang
diutamakan adalah yang banyakberumur 50 tahun, beban mengajar = 24 JPminggu, dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan persepsi guru terhadap sertifikasi bagi guru ditinjau dari tingkat pendidikan, masa kerja, beban mengajar. Persepsi guru
ditinjau dari status guru juga menunjukkan adanya kesamaan persepsi yang negatif terhadap sertifikasi bagi guru dalam jabatan lampiran 6, hal 149.
Berarti hasil penelitian ini juga menolak teori yang ada sebelumnya yang menyebutkan bahwa sekalipun stimulus yang diterima sama tetapi karena
pengalaman, kerangka acuan kemampuan berpikirnya tidak sama ada kemungkinan hasil persepsi antar individu satu dengan yang lain tidak sama.
Melihat adanya kesamaan persepsi guru, yaitu: kesamaan memahami informasi tingkat pendidikan, kesamaan asumsi bahwa bukti portofolio yang
tidak menunjukkan kenyataan yang sebenarnya pengalaman mengajar, dan pola pikir guru terhadap penilaian portofolio yang tidak baik perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran , hal tersebut menunjukkan bahwa guru-guru belum memahami tujuan utama program sertifikasi bagi guru dalam jabatan,
yaitu peningkatan mutu dan penentuan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran
http:jalan-mendaki.blogspot.com200707sertifikasi-guru.com. Dengan penilaian sertifikasi portofolio yang hanya mensyaratkan
profesionalisme guru secara kuantitatif dalam bentuk dokumen keprofesian
90
guru, maka guru pun akan memenuhinya dari aspek kuantitatif saja. Disinilah “ujian moral” yang sesungguhnya bagi guru, apakah ia ingin memperoleh
kesuksesan dalam sertifikasi dengan kejujuran atau penyimpangan. Dalam pelaksanaan program sertifikasi bagi guru dalam jabatan ada fakta yang
menunjukkan bukti penyimpangan dalam dokumen portofolio Kompas, Rabu, 19 September 2007. Bukti penyimpangan secara moral yang terjadi,
seperti: membuat sertifikat sendiri dengan bantuan software komputer, memfotokopi sertifikat guru lain discan dan diganti namanya, sertifikat
seminar, pendidikan dan pelatihan aspal asli tapi palsu, mengganti jadwal pelajaran untuk mendapatkan beban mengajar lebih dari 24 JPminggu.
Menilik semua faktor yang menimbulkan persepsi negatif guru terhadap sertifikasi di atas, menurut penulis disebabkan adanya kesamaan
memandang pentingnya tujuan sertifikasi. Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kompetensi guru secara keseluruhan yang tergambar pada
tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, kemampuan guru merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, sampai dengan prestasi guru. Sedangkan
peningkatan kompetensi guru yang merupakan tujuan dari sertifikasi masih tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
91
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada BAB V, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap program sertifikasi guru
ditinjau dari tingkat pendidikan nilai probabilitas signifikansi 0,612 a = 0,05 dan F hitung 0,493 F tabel 3,080.
2. Tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap program sertifikasi guru ditinjau dari masa kerja nilai probabilitas signifikansi 0,447 a = 0,05
dan F hitung 0,992 F tabel 2,030. 3. Tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap program sertifikasi guru
ditinjau dari beban mengajar nilai probabilitas signifikansi 0,865 a = 0,05 dan F hitung 0,029 F tabel 3,927.
4. Tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap program sertifikasi guru ditinjau dari status guru nilai probabilitas signifikansi 0,107 a = 0,05
dan F hitung 2,638 F tabel 3,927.
B. Keterbatasan Penelitian
1.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Ada beberapa fakta yang ditemukan bahwa responden dalam menjawab kuesioner
kurang lengkap. Meskipun peneliti sudah memberikan waktu yang cukup ±
2 minggu, namun karena kegiatan guru cukup banyak dan
bertepatan dengan