2.3 Kerangka Berpikir
Dari beberapa tujuan pelaksanaan pembelajaran matematika, aspek pemecahan masalah menjadi fokus utama tujuan pembelajaran oleh hampir semua guru
matematika di sekolah. Melalui pembelajaran matematika dengan fokus pada pemecahan masalah, siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuannya
dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah perlu dikuasai siswa sebagai bekal dalam menghadapi masalah di kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan data persentase penguasaan materi soal matematika ujian nasional SMPMTs tahun pelajaran 20112012 di kota Magelang oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan, kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan bangun ruang hanya dapat dicapai sebesar 48,39, sedangkan
kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volum bangun ruang hanya dicapai sebesar 59,46. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
kemampuan pemecahan siswa SMPMTs di kota Magelang pada materi luas permukaan dan volum bangun ruang masih rendah.
Salah satu faktor penyebab masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa adalah pembelajaran yang diterapkan oleh guru matematika yang kurang
menunjang dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sebagai contoh di SMP Negeri 2 Magelang, pembelajaran matematika di kelas VIII pada materi
luas permukaan dan volum bangun ruang masih menggunakan pembelajaran langsung Direct Instruction, di mana peran guru masih dominan dibandingkan kegiatan siswa
dalam memecahkan masalah. Salah satu contohnya adalah ketika latihan soal, siswa meniru persis cara memecahkan masalah matematika seperti yang dicontohkan oleh
guru. Kadang guru menuliskan langkah-langkah pemecahan dari suatu soal lalu tugas siswa melengkapi jawaban tersebut. Akibatnya kemampuan pemecahan siswa tidak
berkembang secara optimal. Menurut Hudojo 2005: 130, salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih menyelesaikan masalah dan bagaimana guru membuat para siswa tertarik dan
suka menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sedangkan guru menentukan strategi, pendekatan, metode, maupun model pembelajaran yang tepat untuk menunjang
pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah adalah Creative Problem Solving. Melalui pembelajaran dengan CPS, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menggunakan
pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah matematika yang bersifat non- rutin. Ketika siswa menghadapi suatu masalah, siswa dapat melakukan keterampilan
memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya, tidak hanya mengikuti langkah yang dicontohkan oleh guru saja. Sehingga pembelajaran CPS
memperluas proses berpikir siswa dan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran CPS diharapkan
mampu mencapai KKM yang berlaku serta mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa lebih baik daripada dengan model pembelajaran langsung Direct Instruction.
Model pembelajaran lain yang dipandang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah Problem Posing. Melalui model pembelajaran
Problem Posing, siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian mencari penyelesaiannya. Pengajuan masalah Problem Posing menuntut siswa untuk
menguasai materi dan memahami urutan penyelesaian soal yang dibuat secara mendetail, sehingga dapat memperkaya pengetahuan siswa sebagai bekal dalam
memecahkan masalah yang berakibat pada meningkatnya kemampuan pemecahan masalah. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Problem Posing
diharapkan mampu mencapai KKM yang berlaku serta mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa lebih baik daripada dengan model
pembelajaran langsung Direct Instruction. Kesamaan dari model pembelajaran CPS dan PP adalah dapat meningkatkan
kemampuan masalah siswa. Dalam penerapannya kedua model pembelajaran tersebut dilakukan secara berkelompok. Selain itu kedua model tersebut didominasi oleh
aktivitas siswa. Akan tetapi dilihat dari beban yang diterima siswa, model pembelajaran PP memberikan tututan kepada siswa lebih berat daripada model pembelajaran CPS.
Model pembelajaran PP menuntut siswa untuk menguasai materi secara mendalam untuk dapat menyusun pertanyaan dan langkah penyelesaiannya secara tepat.
Sedangkan model pembelajaran CPS hanya berbekal materi prasyarat yang dimiliki siswa untuk digunakan dalam memecahkan masalah matematika. Huda 2013: 273
menambahkan bahwa model pembelajaran seperti CPS, PBL Problem Based Learning, dan PP menjadikan masalah problem sebagai isu utamanya, akan tetapi
dalam prakteknya CPS lebih banyak diterapkan untuk pembelajaran matematika. Karena pertimbangan tersebut, peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran CPS
lebih mudah diterima oleh siswa dalam meningkatkan kemampuan masalah matematika. Oleh karena itu, peneliti mengasumsikan bahwa kemampuan pemecahan
masalah siswa yang dikenai model pembelajaran CPS lebih tinggi daripada model pembelajaran Problem Posing. Bagan kerangka berpikir berdasarkan uraian di atas
dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Bagan Alur Kerangka Berpikir
Kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving tuntas secara klasikal.
Kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan model pembelajaran Problem Posing tuntas secara klasikal.
Ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving, Problem
Posing, dan pembelajaran langsung. Kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan model
pembelajaran Creative Problem Solving lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan model
pembelajaran Problem Posing dan pembelajaran langsung.
Kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII masih rendah.
Model pembelajaran Problem Posing menuntut siswa menguasai materi dan
memahami urutan penyelesaian soal yang dibuat secara mendetail yang
berakibat
pada meningkatnya
kemampuan pemecahan masalah.
Model pembelajaran Creative Problem Solving memperluas
proses berpikir siswa dan dapat mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah.
2.4 Hipotesis Penelitian