h Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik dari pada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila
siswa tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi
dirinya. Namun demikian, minat tanpa adanya usaha yang baik maka belajar juga sulit untuk berhasil.
i Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah, lelah akan
menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Karena itu, faktor fisiologis sangat menentukan berhasil
atau tidaknya siswa yang belajar.
j Faktor intelegensi. Siswa yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami
pelajaran dan lebih mudah mengingat-ingatnya. Anak yang cerdas akan lebih mudah berpikir kreatif dan lebih cepat mengambil keputusan. Hal
ini berbeda dengan siswa yang kurang cerdas, para siswa yang lamban.
Dari beberapa faktor-faktor kondisional yang ada dapat mempengaruhi belajar efektif diantaranya adalah belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan, pengalaman masa lampau bahan apersepsi dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa mempunyai peranan yang besar dalam proses belajar.
Pengalaman dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalaman- pengalaman baru dan pengertian-pengertian baru. Faktor fisiologis dan intelegensi dari
siswa juga sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
2.1.2 Teori Belajar
Teori belajar yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1.2.1 Teori Belajar Thorndike
Edward L. Thorndike sebagaimana dikutip dalam Suherman, et al 2003: 29-30 mengemukakan beberapa hukum belajar antara lain sebagai berikut.
1. Hukum kesiapan law of readiness menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak akan lebih
berhasil belajarnya jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar. 2. Hukum latihan law of exercise menyatakan bahwa jika hubungan
antara stimulus dan respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon
dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi.
3. Hukum pengaruh law of effect menyatakan bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang
disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak. Penghargaan dari guru akan memberi kepuasan pada siswa, dan siswa cenderung
untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya.
Hukum latihan law of exercise dalam teori belajar Thorndike sangat mendukung dalam penelitian penggunaan model pembelajaran Creative Problem
Solving dan Problem Posing dalam meningkatkan hasil belajar aspek kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran Creative Problem Solving dan Problem Posing
menekankan pembelajaran dengan banyak berlatih mengerjakan soal. Melalui pembelajaran yang menekankan banyak berlatih mengerjakan soal ini, siswa
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya pada aspek kemampuan pemecahan masalah.
2.1.2.2 Teori Belajar Piaget
Teori Piaget menganut aliran Psikologi Kognitif, mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci mulai dari bayi
hingga dewasa. Pola berpikir anak tidak sama dengan pola berpikir orang dewasa, karena taraf berpikir individu akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Teori
ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget sebagaimana dikutip dalam Trianto
2013: 71 mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif individu yang berkembang secara kronologis seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Perkiraan Usia
Kemampuan-Kemampuan Utama
Sensimotor Praoperasional
Operasi Konkret Operasi Formal
Lahir sampai
2 tahun
2 sampai 7 tahun 7 sampai 11 tahun
11 tahun sampai dewasa
Terbentuknya konsep “kepermanenan
obj ek” dan kemajuan gradual dari
perilaku yang mengarah kepada tujuan. Perkembangan
kemampuan menggunakan
simbol-simbol untuk
menyatakan objek-objek
dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-
kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi
yang dapat
balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi
desentrasi, dan pemecahan masalah tidak
begitu dibatasi
oleh keegosentrisan.
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah
dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.
Dilihat dari rata-rata usianya, siswa SMP berada dalam tahap Operasi Formal. Menurut Piaget, sebagaimana dikutip dalam Suyono Hariyanto 2012: 84
menyatakan sejak tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai ide, mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan
masalah. Teori belajar Piaget sangat menunjang dalam penelitian penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dan Problem Posing karena model
pembelajaran tersebut berdasarkan beberapa penelitian yang sudah ada mampu
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Hal ini sesuai dengan usia siswa kelas VIII sudah mampu berpikir abstrak untuk menyelesaikan suatu masalah
dengan beberapa alternatif penyelesaian.
2.1.2.3 Teori Belajar Bruner