Pembelajaran Matematika Landasan Teori

model pembelajaran Creative Problem Solving dan Problem Posing serta kemampuan pemecahan masalah siswa. Dalam kedua model pembelajaran ini, siswa bekerja berpasangan maupun dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 3-4 orang siswa, mereka dihadapkan dengan suatu permasalahan. Permasalahan tersebut harus mereka pecahkan berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya, dalam hal ini pendidik berperan sebagai pakar, yang akan memberikan bantuan kepada siswa jika diperlukan agar mereka dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.

2.1.3 Pembelajaran Matematika

Nawi 2011: 4 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan guru agar berlakunya proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan atau penguasaan kemahiran atau pembentukan sikap dan kepercayaan pada diri siswa. Sedangkan Iru Arihi 2012: 1 menyatakan bahwa pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari, dan perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah proses interaksi siswa dan pendidik dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar. Dengan kata lain, pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan guru matapelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada siswanya, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa. BNSP 2006: 139 mengkaji bahwa pemecahan masalah telah menjadi fokus perhatian utama dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sebagai contoh sebagaimana dikutip dalam Suherman 2003: 7, salah satu agenda yang dicanangkan the National Council of Teachers of Mathematics NCTM di Amerika Serikat pada tahun 80-an bahwa “Problem solving must be the focus of school mathematics in the 1980s” atau pemecahan-masalah harus menjadi fokus utama matematika sekolah di tahun 80-an. Sejak itu muncul banyak pertanyaan khususnya berkenaan dengan sifat dan cakupan pemecahan masalah. Objek pembelajaran matematika adalah abstrak dan mengembangkan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan beberapa karakteristik pembelajaran matematika di sekolah menurut Suherman 2003: 68 antara lain sebagai berikut. a Pembelajaran matematika adalah berjenjang bertahap Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yang dimulai dari hal yang kongkret dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang komplek atau dari konsep yang mudah ke konsep yang lebih sukar. b Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Dalam setiap memperkenalkan konsep dan bahan yang baru perlu memperhatikan konsep dan bahan yang dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan selalu dengan bahan yang telah dipelajarinya dan sekaligus untuk mengingatnya kembali. c Pembelajaran matematika menetapkan pola pikir deduktif. Pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh dengan sifat- sifat yang sama yang dimiliki dan yang tak dimiliki oleh konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika. d Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran pada matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya. Suatu proses pembelajaran dikatakan sukses apabila seorang guru dan sejumlah siswa mampu melakukan interaksi komunikatif terhadap berbagai persoalan pembelajaran di kelas dengan cara melibatkan siswa sebagai komponen utamanya. Akan tetapi, untuk mewujudkan hal tersebut perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, antara lain kondisi internal siswa dan kondisi pembelajaran. Menurut Sugandi 2007: 28-30, terdapat enam komponen pembelajaran sebagaimana diuraikan berikut sebagai berikut. 1 Tujuan Tujuan dari sebuah pembelajaran adalah tercapainya “instructional effect” yang dapat berupa pengetahuan dan keterampilan atau sikap dan “nurturant effect” yang dapat berupa kesadaran akan sifat pengetahuan, tenggang rasa, dan kecermatan dalam berbahasa. 2 Subjek belajar Selain sebagai subyek belajar siswa juga berperan sebagai objek. Sebagai subjek karena siswa adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar dan sebagai objek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan pada diri subjek belajar. 3 Materi pelajaran. Materi pelajaran merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran sebab materi pelajaran akan memberikan warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. 4 Strategi pembelajaran Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. 5 Media pembelajaran Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. 6 Penunjang Komponen penunjang berfungsi untuk memperlancar, melengakapi, dan mempermudah proses pembelajaran, misalnya fasilitas belajar, buku sumber, alat pembelajaran, dan lain sebagainya. Suherman 2003 mengatakan bahwa dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun sebuah apartemen, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila pondasi lantai pertama tidak kokoh. Begitu pula dalam mempelajari matematika, konsep pertama yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dideskripsikan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu apabila kegiatan belajar itu didasari oleh apa yang telah diketahuinya. Belajar materi matematika yang baru dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu sebagai konsep prasyarat sehingga proses belajar matematika dapat berlangsung dengan baik.

2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran