Teori Pertumbuhan Ekonomi Tinjauan Teoritis .1 Teori Peranan Pemerintah

dapat menghubungkan daerah pedesaan dengan pusat ekonomi serta menjadikan akses pendidikan dan kesehatan menjadi lebih mudah. Infrastruktur seperti jalan memiliki dampak pada pertumbuhan ekonomi, baik di sektor pertanian maupun non-pertanian, sehingga menciptakan kesempatan ekonomi baik bagi masyarakat desa maupun kseseluruhan Kwon, 2001. Terdapat beberapa faktor penyebab kemiskinan. Menurut Alfian 1980, terdapat dua hal penyebab kemiskinan, yaitu penyebab struktural dan kultural. Kemiskinan struktural disebabkan oleh berubahnya kondisi sosial ekonomi yang bersifat periodik, seperti kehilangan pekerjaan, rendahnya tingkat upah, diskriminasi dan sebagainya. Sementara kemiskinan kultural disebabkan oleh budaya kaum miskin yang enggan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada, karena mereka telah terjebak dalam budaya kemiskinan. Sehingga sumber kemiskinan ada pada masyarakat miskin itu sendiri. Penanggulangan kemiskinan kultural akan memerlukan waktu lebih lama karena diperlukan perubahan pandangan hidup. Sementara kemiskinan struktural dapat diatasi dengan perubahan struktur, baik lembaga ekonomi, sosial maupun lembaga lainnya. Pengukuran kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara, sesuai dengan konsep dan definisi yang diusung oleh masing-masing lembaga dalam mengukur kemiskinan. Bank Dunia menyatakan bahwa kemiskinan merupakan suatu ketidakcukupankekurangan deprivation akan aset-aset penting dan peluang-peluang dimana setiap manusia berhak memperolehnya. Kemiskinan dapat dihitung berdasarkan ukuran kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 atau 40 lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatanpengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatanpengeluaran penduduk. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut adalah tetap tidak berubah dalam hal standar hidup, sehingga garis kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan misalnya, pemberian kredit skala kecil. Angka kemiskinan akan dapat dibandingkan antara satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara tersebut. Bank Dunia menggunakan dua ukuran kemiskinan absolut, yaitu: a US 1 perkapita per hari, dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut; b US 2 perkapita per hari, dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US PPP Purchasing Power Parity, bukan nilai tukar resmi exchange rate. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara, sehingga bermanfaat dalam menentukan fokus penyaluran sumberdaya finansial dana yang ada, dan untuk menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Penelitian ini menggunakan konsep kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. BPS 2008 mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar untuk makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. Seseorang dikatakan miskin apabila kebutuhan makannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari atau setara dengan beras 320 kgkapitatahun di perdesaan dan 480 kgkapitatahun di perkotaan dan kebutuhan non makanan minimum yang dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan minimum perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain. BPS setiap tahun menetapkan besarnya garis kemiskinan berdasarkan hasil Susenas modul konsumsi dengan besaran yang berbeda-beda untuk tiap provinsi tergantung besarnya biaya hidup minimum masing-masing provinsi. Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar tersebut, terdapat tiga indikator yang digunakan yaitu 1 Head Count Index HCI yaitu persentase jumlah penduduk miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan GK, 2 Poverty Gap Index atau kedalamanjurang kemiskinan, yaitu ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks ini, maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk, 3 Poverty Severity Index yaitu ukuran yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, maka semain tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

2.1.6 Kebijakan Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi

Davoodi dan Zou 1998 melihat bahwa desentralisasi fiskal merupakan bagian dari suatu paket reformasi untuk meningkatkan efisiensi sektor publik, meningkatkan kompetisi diantara pemerintah daerah dalam pelayanan publik dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Davoodi dan Zou menyimpulkan bahwa tidak ada kaitan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan di negara maju. Namun sebaliknya terdapat hubungan yang negatif antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan karena pemerintah daerah kurang dapat mengalokasikan pengeluarannya kepada sektor-sektor yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakin melambat. Oates 1993 berpendapat bahwa desentralisasi fiskal memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui pelimpahan wewenang fiskal yang lebih besar kepada pemerintah daerah sehingga dapat meningkatkan pelayan publik