PDRB pertanian naik sebesar 10.97 sebagai dampak dari paduan pengeluaran-pengeluaran tersebut. Selain PDRB pertanian, PDRB industri
mengalami kenaikan sebesar 8.95, PDRB jasa naik sebesar 20.58, PDRB lainnya naik sebesar 32.77, sehingga total PDRB naik sebesar 18.26.
Kenaikan komponen-komponen PDRB tersebut akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 2.37.
Peningkatan total PDRB dan penurunan jumlah penduduk miskin akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak sebesar 611.42. Selain itu, BHPBP juga
meningkat sebesar 4.44 sebagai dampak dari peningkatan total PDRB. Peningkatan penerimaan pajak akan meningkatkan PAD sebesar 444.48, dan
bersama-sama dengan BHPBP akan meningkatkan kapasitas fiskal sebesar 211.23. Peningkatan tersebut akan menaikkan penerimaan daerah sebesar
100.76 dan menurunkan kesenjangan fiskal sebesar 40.74. Simulasi yang merupakan kombinasi seluruh peningkatan pengeluaran ini ternyata memiliki
dampak yang lebih kecil terhadap upaya pengurangan jumlah penduduk miskin, apabila dibandingkan dengan simulasi yang terdiri dari kombinasi pengeluaran
pemerintah bidang pertanian dan pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang bias
perkotaan, sehingga kurang dapat menyentuh kepentingan masyarakat miskin.
Halaman ini sengaja dikosongkan
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan dinamika fiskal daerah, output daerah dan kemiskinan yang telah diteliti ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a Kinerja fiskal daerah propinsi-propinsi di Indonesia pada masa desentralisasi fiskal 2003-2009 tercatat cukup rendah. Hal tersebut
tergambar melalui nilai derajat desentralisasi fiskal yang relatif rendah yaitu hanya sebesar 14,60, nilai derajat potensi daerah hanya sebesar
15,67 dan derajat ketergantungan daerah yang masih cukup tinggi, yaitu sebesar 63,06. Hanya sebagian kecil propinsi yang memiliki
kinerja fiskal cukup baik, yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau. b Proporsi pengeluaran pemerintah pada sektor-sektor yang mendukung
upaya penurunan kemiskinan yaitu pertanian, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur pada masa desentralisasi fiskal di dominasi oleh
pengeluaran pendidikan, dengan rata-rata proporsi 21.28, dilanjutkan dengan pengeluaran infrastruktur 15.02, kesehatan 7.01 dan
terakhir adalah pertanian 4.24. c Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi masih cukup
rendah, karena sebagian besar sektor pertanian, industri, lainnya tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhan total. Hanya PDRB jasa yang
tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan total. Sementara itu walaupun secara nasional proporsi PDRB industri berada di atas proporsi PDRB
pertanian, namun PDRB pertanian 25.06 merupakan penyumbang cukup besar terhadap PDRB tiap propinsi, bahkan melampaui PDRB
industri 15.28. d Rata-rata laju pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian paling rendah
diantara sektor lainnya, bahkan mencapai minus 0.52 selama tahun 2004-2009. Hal tersebut mengindikasikan semakin berkurangnya insentif
di sektor pertanian yang disebabkan oleh semakin sempitnya lahan
pertanian dan semakin meningkatnya ongkos produksi. Padahal sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar rata-rata proporsi
tenaga kerja pertanian terhadap total tenagakerja mencapai 50.22. e Persentase penduduk miskin di Indonesia lebih banyak berada di luar
pulau Jawa, terutama di Kawasan Indonesia Timur. Namun, jumlah penduduk miskin terbesar berada di pulau Jawa dengan persentase
sebesar 57.52 terhadap total penduduk. 2. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi fiskal daerah, output daerah
dan kemiskinan di jelaskan sebagai berikut: a Penerimaan pajak dipengaruhi oleh jumlah penduduk miskin, PDRB,
kesenjangan fiskal dan lag penerimaan pajak b Penerimaan BHPBP dipengaruhi oleh PDRB, PDRB pertambangan dan
lag BHPBP periode sebelumnya
c Penerimaan DAU dipengaruhi oleh PDRB, jumlah penduduk, kapasitas fiskal, luas daerah, dan lag DAU.
d Pengeluaran pemerintah di bidang pertanian, pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur dipengaruhi oleh berbagai jenis penerimaan daerah
yang terdiri dari PAD, DAU dan dana perimbangan, serta lag masing- masing pengeluaran daerah.
e PDRB pertanian, industri, jasa, dan lainnya dipengaruhi oleh tenaga kerja masing-masing sektor dan beberapa jenis pengeluaran daerah.
f Jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh distribusi pendapatan, PDRB masing-masing sektor, jumlah penduduk miskin dan lag jumlah
penduduk miskin. 3. Berdasarkan simulasi skenario kebijakan fiskal daerah yang dilakukan
terhadap kemiskinan, diperoleh dampak positif terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dengan besaran yang berbeda-beda, yaitu:
a Simulasi peningkatan penerimaan pajak daerah sebesar 35 akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.17
b Simulasi peningkatan penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak sebesar 45 akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin
sebesar 0.17
c Simulasi peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 30 akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.54
d Simulasi peningkatan pengeluaran pendidikan dan kesehatan sebesar 35 akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin sebesar
1.60 e Simulasi peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 35 akan
berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.28 f Simulasi peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 30 dan
pengeluaran pendidikan dan kesehatan sebesar 35 akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 2.39
g Simulasi peningkatan pengeluaran pendidikan dan kesehatan sebesar 35 dan pengeluaran infrastruktur sebesar 35 akan berdampak pada
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 2.09 h Simulasi peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 30, pengeluaran
pendidikan dan kesehatan sebesar 35 dan pengeluaran infrastruktur sebesar 35 akan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin
sebesar 2.37 Berdasarkan keseluruhan simulasi dampak tersebut, kombinasi peningkatan
pengeluaran pemerintah di bidang pertanian dan pengeluarandi bidang pendidikan dan kesehatan memiliki dampak terbesar terhadap penurunan jumlah penduduk
miskin, yaitu sebesar 2.39.
7.2 Implikasi Kebijakan
Berdasarkan pada kesimpulan sebelumnya, maka dapat dituliskan beberapa implikasi kebijakan sebagai berikut:
1. Penerimaan daerah selama masa desentralisasi fiskal masih rendah berdasarkan nilai derajat desentralisasi fiskal daerah dan derajat potensi
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan penerimaan daerah melalui peningkatan penerimaan pajak yang bukan
berasal dari peningkatan rate pajak, melainkan melalui perluasan objekpotensi pajak ekstensifikasi. Peningkatan penerimaan pajak
melalui ekstensifikasi pajak hanya dapat dilakukan apabila terjadi
peningkatan taraf hidup dan perbaikan pendapatan pada masyarakat, tidak terkecuali masyarakat miskin. Selain itu, penggalian potensi daerah juga
diperlukan guna meningkatkan penerimaan pajak yang bersumber dari dana bagi hasil sumberdaya alam yang dilakukan dengan efisien dan tetap
memperhatikan sustainable environment. 2. Pengeluaran pemerintah untuk pertanian masih sangat kecil, padahal di sisi
lain tiap propinsi masih menggantungkan perekonomiannya pada sektor pertanian yang dibuktikan dengan masih relatif besarnya share PDRB
pertanian dan juga tingginya tingkat penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian. Selain itu, sebagian besar penduduk yang bekerja pada sektor
pertanian tergolong sebagai penduduk miskin. Oleh karena itu, untuk menurunkan jumlah penduduk miskin, perlu dilakukan peningkatan
pengeluaran pemerintah di sektor pertanian terutama yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan petani, pengembangan program
agribisni agar sektor pertanian memiliki nilai tambah yang lebih baik, serta program ketahanan pangan agar penduduk miskin tetap memiliki akses
terhadap pangan yang terjamin 3. Berdasarkan simulasi dampak baik secara parsial maupun simulasi
dampak yang dikombinasikan dengan pengeluaran pertanian, peningkatan pengeluaran pada sektor pendidikan dan kesehatan memberikan hasil yang
besar terhadap penurunan penduduk miskin. Hal tersebut disebabkan pula oleh besarnya proporsi pengeluaran pendidikan yaitu minimal 20 dari
total pengeluaran. Oleh karena itu, perlu dipertahankan dan apabila memungkinkan untuk lebih ditingkatkan pengeluaran sektor pendidikan
dan kesehatan tersebut agar berkesinambungan dalam menurunkan jumlah penduduk miskin melalui program-program pendidikan dan pelatihan serta
pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat yang berkualitas. Dengan demikian dapat tercipta sumberdaya daerah yang berkualitas dari sisi
pendidikan dan kesehatan, sehingga selain memiliki produktivitas yang tinggi sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, juga
memiliki kapabilitas dalam pengelolaan keuangan agar lebih baik dan meningkatnya peran serta dalam masyarakat.
4. Infrastruktur memiliki peranan positif dalam penurunan jumlah penduduk miskin berdasarkan simulasi dampak yang dilakukan, namun dampak yang
terjadi tidak sebesar sektor publik lainnya, walaupun pengeluaran infrastruktur memiliki proporsi terbesar kedua setelah pendidikan. Oleh
karena itu perlu semakin dilakukan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur guna melancarkan aktivitas masyarakat dalam
perekonomian dan mempermudah akses kepada pelayanan publik. Pelaksanaan peningkatan kualitas infrastruktur tersebut, salah satunya
yaitu berupa jalan, tidak hanya berupa perbaikan dan pemeliharaan jalan seperti yang banyak terjadi saat ini, namun lebih kepada pembukaan atau
pembangunan jalan baru pada daerah-daerah yang masih terisolasi atau memiliki akses yang minim terhadap lingkungan di luar daerahnya.
7.3 Saran
Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya agar lebih baik lagi adalah:
1. Desentralisasi fiskal merupakan sistem yang menempatkan kabupatenkota sebagai ujung tombak pelaksana sistem tersebut. Oleh karena itu akan
lebih baik apabila pada penelitian berikutnya analisis dilakukan pada level kabupatenkota.
2. Penambahan data time series menjadi lebih pajang, dapat pula dengan membandingkan dengan keadaan sebelum masa desentralisasi, agar
semakin panjang series data sehingga model dapat menjadi lebih baik. 3. Penambahan lebih banyak lagi variabel-variabel yang sesuai dengan teori,
seperti sisi permintaan aggregat, upah, penyerapan tenaga kerja, perdagangan antar daerah dan lain-lain sehingga dapat semakin
memperkaya dan mempertajam analisis.
Halaman ini sengaja dikosongkan