Kebijakan Fiskal dan Kemiskinan

mengacu pada sistem ekonomi tertutup tersebut menggunakan data tahun 1991- 1995 terhadap daerah potensial sumberdaya alam dan non potensi sumberdaya alam menunjukkan hasil analisis bahwa desentralisasi fiskal secara tidak langsung mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan alokasi sumberdaya alam dan dana alokasi umum yang merupakan kebijakan yang saling terkait serta berdampak yang cukup besar terhadap perekonomian makro. Sartiyah 2001 melakukan penelitian mengenai dampak implementasi desentralisasi fiskal terhadap pembangunan ekonomi daerah di kabupaten Aceh Besar dan Aceh Utara dengan menggunakan data panel makroekonomi kedua kabupaten selama kurun waktu 1988-1997. Hasil penelitian dengan menggunakan persamaan simultan tersebut memberikan hasil bahwa implementasi desentralisasi fiskal menunjukkan fenomena yang berbeda di kedua daerah. Sementara itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suku bunga berdampak positif terhadap perekonomian di kabupaten Aceh Besar, sedangkan peningkatan penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan memberikan dampak positif dan cukup besar bagi perekonomian kabupaten Aceh Utara. Sumedi 2005 melakukan penelitian mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar daerah dan kinerja perekonomian nasional dan daerah. Penelitian ini dilakukan terhadap propinsi-propinsi di Indonesia dan terhadap kabupatenkota di Jawa Barat dengan menggunakan analisis persamaan simultan terhadap data panel tahun 1995-2002. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan fiskal tersebut memberikan dampak positif terhadap penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kapasitas fiskal daerah, dan kinerja perekonomian baik pada skala nasional maupun di Jawa Barat. Namun implementasi tersebut di sisi lain meningkatkan kesenjangan antar daerah pada awal tahun 2001, yang kemudian berangsur menurun seiring dengan perbaikan formulasi DAU. Hasil analisis dampak yang memberikan hasil terbesar pada kinerja fiskal dan perekonomian daerah adalah realokasi anggaran rutin kepada anggaran pembangunan, dan menurunkan kesenjangan antar daerah KBI dan KTI, sementara pada kasus Jawa Barat dampak realokasi tersebut meningkatkan kesenjangan. Nanga 2006 dalam studinya yang bertujuan menganalisis dampak transfer fiskal terhadap aspek-aspek fiskal maupun kinerja perekonomian yang berfokus pada distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia menggunakan model ekonometrika persamaan simultan yang terdiri atas 6 blok persamaan. Penelitian tesebut dilakukan terhadap 25 propinsi selama kurun waktu 1999-2002 yang menunjukkan hasil bahwa transfer fiskal di Indonesia cenderung memperburuk ketimpangan pendapatan dan kemiskinan; kemiskinan ternyata dipengaruhi oleh ketimpangan pendapatan dan hal tersebut ditunjukkan oleh berbagai ukuran kemiskinan yang memiliki hubungan yang responsif atau elastis terhadap perubahan pada indeks Gini. Panjaitan 2006 meneliti mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian daerah kabupatenkota di Sumatera Utara dan melakukan simulasi kebijakan dengan menggunakan model ekonometrika persamaan simultan. Berdasarkan pengolahan terhadap data 17 kabupatenkota selama kurun waktu 1990-2003 diperoleh hasil bahwa dampak desentralisasi fiskal melalui peningkatan DAU akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja serta distribusi pendapatan khususnya di perkotaan. Usman 2006 meneliti mengenai desentralisasi fiskal, distribusi pendapatan dan kemiskinan terhadap 308 kabkota yang diaggregasi menjadi 26 propinsi selama kurun waktu 1995-2003. Penelitian menggunakan data panel dalam menentukan dampak desentralisasi fiskal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah. Desentralisasi fiskal terindikasi dapat menciptakan pemerataan distribusi pendapatan, namun pengaruhnya belum terbukti nyata secara statistik karena baru berjalan selama tiga tahun, dan mengurangi kemiskinan secara nyata. Sektor pertanian terbukti paling efektif dalam penciptaan distribusi pendapatan dan mengurangi tingkat kemiskinan, sementara sektor pendidikan dan kesehatan merupakan sektor yang harus di prioritaskan. Astuti 2007 meneliti mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja keuangan dan perekonomian daerah di propinsi Bengkulu terhadap 3 kabupaten dan satu kota selama kurun waktu 1993-2003 dengan menggunakan persamaan simultan dalam membangun model ekonometrika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah desentralisasi fiskal seluruh kinerja ekonomi daerah dan keuangan di kabupaten sebagian besar dipengaruhi oleh realokasi anggaran rutin kepada anggaran pembangunan, sementara di daerah perkotaan dipengaruhi oleh peningkatan DAU dan peningkatan pengeluaran pemerintah. Hermami 2007 melakukan penelitian mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian di dua daerah yaitu kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal melalui peningkatan DAU, PAD, dana bagi hasil, realokasi pengeluaran rutin kepada pengeluaran pembangunan dan pengeluaran sektor infrastruktur memberikan dampak yang besar terhadap peningkatan kinerja fiskal dan kinerja perekonomian daerah, sera mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Rozi 2007 melakukan penelitian di Propinsi Riau mengenai dampak otonomi daerah terhadap pengurangan kemiskinan. Penelitian tersebut menggunakan persamaan simultan terhadap data panel kabupatenkota tahun 1996-2004. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa otonomi daerah mampu meningktakan perekonomian daerah serta menurunkan jumlah penduduk miskin. Kebijakan pembukaan lapangan kerja, peningkatan upah, bantuan dan subsidi berpengaruh signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan daerah. Pakasi 2008 dalam penelitiannya mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian kabupaten dan kota di Sulawesi Utara menemukan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal berpengaruh besar terhadap kinerja fiskal namun relatif kecil terhadap perekonomian daerah. Dampak desentralisasi fiskal tersebut apabila dilihat menurut sisi pendapatan dan pengeluaran terlihat bahwa dampak transfer DAU lebih besar terhadap kinerja fiskal daerah, sementara dampak investasi memiliki dampak lebih besar terhadap perekonomian daerah. Penelitian tersebut menggunakan persamaan simultan terhadap data panel 5 kabupatenkota di Sulawesi Utara selama tahun 1989-2002. Widhiyanto 2008 meneliti peran desentralisasi fiskal terhadap pembangunan daerah dan disparitas pendapatan regional di Indonesia selama kurun waktu 1994-2004. Penelitian ini menggunakan analisis data panel terhadap variabel-variabel PDRB, IPM, kepadatan penduduk, tingkat desentralisasi fiskal, indeks theil, pengeluaran pemerintah daerah dan PAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 1994-2000 terjadi divergensi ekonomi, sementara pada kurun waktu 2001-2004 terjadi konvergensi ekonomi. Selain itu desentralisasi fiskal memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan memiliki dampak negatif terhadap disparitas pendapatan perkapita regional. Rindayati 2009 meneliti mengenai dampak dari desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di Jawa Barat. Penelitian tersebut menggunakan persamaan simultan yang terdiri dari empat blok persamaan yaitu blok Fiskal Daerah, PDRB, Kemiskinan dan Ketahanan Pangan terhadap data 13 kabupaten selama kurun waktu 1995-2005. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh pada peningkatan penerimaan dan pengeluaran fiskal daerah; pertumbuhan ekonomi Jawa Barat meningkat selama periode desentralisasi fiskal walaupun masih di bawah nasional; pada masa desentralisasi fiskal terdapat perlambatan pada laju penurunan jumlah penduduk miskin dan terjadi peningkatan penduduk rawan pangan; dan terjadi penurunan ketahanan pangan dari sisi konsumsi.

2.3 Kerangka Pemikiran

Sistem desentralisasi yang digulirkan berdasarkan UU No.221999 UU No.332004 dan UU No.25 tahun 1999 UU No.332004 memberikan kewenangan terhadap daerah untuk dapat mengatur pemerintahan daerahnya masing-masing secara politik, administrasi dan fiskal. Desentralisasi pada sisi fiskal memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan keleluasaan mengatur dana yang diperolehnya melalui dana perimbangan seperti DAU maupun mobilisasi potensi sumberdaya daerah seperti pajak dan dana bagi hasil pajak dan bukan pajak secara optimal. Penerimaan daerah tersebut kemudian dialokasikan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dan pelayanan masyarakat sesuai dengan tujuan daerah. Tujuan daerah salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk pada daerah tersebut. Oleh karena itu pengalokasian kepada sektor-sektor yang mengutamakan kepentingan publik atau rakyat sangat diperhatikan.