Kebijakan Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi

awal pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh proses perubahan yang terjadi dalam perekonomian suatu negara dari masyarakat pertanian menjadi masyarakat industri. Kuznets menitikberatkan pada perubahan struktural yang terjadi pada pembangunan ekonomi. Ketika peranan sektor industri semakin meningkat, maka akan terjadi pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri modern termasuk industri pengolahan dan jasa. Dalam transisi ekonomi ini, produktivitas tenaga kerja pada sektor industri modern lebih tinggi daripada produktivitas pada sektor pertanian. Kondisi tingginya produktivitas tenaga kerja pada sektor industri modern tersebut menyebabkan pendapatan per kapita pada sektor industri modern juga akan lebih tinggi, bahkan jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pendapatan perkapita yang diperoleh pada sektor pertanian. Perbedaan pendapatan perkapita tersebut akan menyebabkan ketimpangan antara kedua sektor itu yang semakin meningkat pada tahap awal pembangunan dan kemudian menurun pada tahap selanjutnya. Kuznets juga mengemukakan bahwa ketimpangan pendapatan yang besar juga dapat terjadi pada negara-negara yang belum berkembang under-developed countries. Hal tersebut berkaitan dengan rata-rata pendapatan per kapita yang lebih rendah. Kuznets mengasumsikan bahwa ketimpangan pendapatan ada bersama presumably coexisted dengan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang rendah. Namun, hubungan mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan memiliki bentuk hubungan yang berbeda-beda di setiap negara, yang semuanya itu tergantung pada proses pembangunan yang dijalankan di masing-masing negara. Dalam suatu penelitian pada 13 negara berkembang mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan, diperoleh hasil yang berbeda-beda pada setiap negara. Korea Selatan dan Taiwan mengalami laju pertumbuhan yang tinggi dan distribusi pendapatan masyarakatnya mengalami perbaikan, atau setidaknya tidak bertambah buruk. Namun demikian Panama dan Meksiko juga mengalami pertumbuhan ekonoi yang tinggi, namun hal tersebut disertai dengan semakin buruknya kondisi distribusi pendapatan. Negara India, Peru dan Filipina memiliki laju pertumbuhan yang rendah, juga distribusi pendapatan yang buruk bagi 40 persen penduduknya yang paling miskin. Meskipun Srilanka, Kolombia, Kostarika, dan El Salvador memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang rendah, namun mereka dapat memperbaiki kesejahteraan ekonomi penduduknya yang berpendapatan rendah. Penduduk miskin pada semua negara yang diteliti tersebut ikut menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi walaupun tidak terdapat hubungan yang langsung dan positif antara tingkat pertumbuhan dengan tingkat perbaikan pemerataan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi perbaikan taraf hidup masyarakat miskin atau tidak sangat bergantung pada karakter pertumbuhan ekonomi tersebut, yaitu bagaimana cara mencapainya, siapa yang berperan serta, sektor-sektor mana saja yang mendapat prioritas, lembaga-lembaga apa yang menyusun dan mengaturnya, dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang dialokasikan pada sektor-sektor pro poor akan dapat memperbaiki taraf hidup masyarakat miskin Todaro dan Smith, 2006.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak kebijakan fiskal terhadap kemiskinan di Indonesia pada masa desentraliasi fiskal ini masih relevan dilakukan walaupun penelitian serupa telah banyak dilakukan. Namun, penelitian-penelitian mengenai desentralisasi fiskal yang telah dilakukan mencakup kurun waktu awal pelaksanaan desentralisasi fiskal. Padahal di sisi lain sistem desentralisasi fiskal sampai saat ini masih berjalan, dan tentunya terdapat perkembangan- perkembangan dalam implementasinya, sehingga diperlukan penelitian pada kurun waktu terbaru. Selain itu perubahan dalam format anggaran penerimaan dan belanja pemerintah daerah turut menjadi perhatian dalam penelitian ini yang belum dicakup dalam penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kebijakan fiskal dan kemiskinan dan menjadi bahan rujukan penelitian ini adalah sebagai berikut: Ravallion 2001 melakukan penelitian di 50 negara sedang berkembang pada tahun 1990an, ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan kemiskinan dan pertumbuhan pendapatan rata-rata, tidak terdapat hubungan yang sistematis diantara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan; pertumbuhan ekonomi akan memiliki dampak pengurangan kemiskinan yang kuat jika tingkat ketimpangan awal rendah; dan terdapat konvergensi di dalam ketimpangan pendapatan antar negara di dunia. Dagderiven 2002 meneliti 50 negara sedang berkembang selama kurun waktu 1980-1990an dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak merupakan selalu cara yang terbaik untuk mengurangi kemiskinan, suatu kombinasi pertumbuhan ekonomi dan redistribusi pendapatan merupakan cara paling efektif the most effective way untuk mengurangi kemiskinan di banyak negara, dan tidak semua kebijakan redistribusi memiliki tingkat efektifitas yang sama bagi setiap negara berkembang. Sepulveda dan Vazques 2010 melakukan penelitian mengenai kebijakan desentralisasi fiskal terhadap ketimpangan pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Penelitian tersebut dilakukan terhadap beberapa negara yang berada pada level pembangunan yang berbeda-beda selama kurun waktu 1971-2000 dengan menggunakan analisi data panel dengan model nonlinear. Hasil yang didapat adalah bahwa kebijakan desentralisasi fiskal memiliki pengaruh nyata terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Kebijakan desentralisasi fiskal memiliki dampak mengurangi kemiskinan sepanjang pengeluaran pemerintah untuk transfer tidak lebih dari sepertiga dari total pengeluaran pemerintah daerah. Sementara desentralisasi fiskal juga akan membantu mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan apabila pemerintah umum mewakili secara nyata bagian dari perekonomian sebesar lebih dari dua puluh persen. Penelitian menngenai kebijakan desentraliasi fiskal terhadap perekonomian dan kemiskinan tidak hanya dilakukan di luar negeri. Beberapa penelitian mengenai kebijakan fiskal berkaitan dengan sistem desentralisasi di Indonesia telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tersebut yaitu: Brodjonegoro, Anton dan Riatu 2001 melakukan penelitian mengenai alokasi sumberdaya alam dalam rangka desentralisasi. Penelitian tersebut menganalisis pengaruh dan efektivitas UU No. 25 Tahun 1999 terhadap pemerataan pendapatan daerah, pertumbuhan ekonomi daerah serta pengaruhnya terhadap beberapa variabel makroekonomi seperti konsumsi dan investasi yang dilakukan dilakukan dengan model ekonometrika desentralisasi. Model yang mengacu pada sistem ekonomi tertutup tersebut menggunakan data tahun 1991- 1995 terhadap daerah potensial sumberdaya alam dan non potensi sumberdaya alam menunjukkan hasil analisis bahwa desentralisasi fiskal secara tidak langsung mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan alokasi sumberdaya alam dan dana alokasi umum yang merupakan kebijakan yang saling terkait serta berdampak yang cukup besar terhadap perekonomian makro. Sartiyah 2001 melakukan penelitian mengenai dampak implementasi desentralisasi fiskal terhadap pembangunan ekonomi daerah di kabupaten Aceh Besar dan Aceh Utara dengan menggunakan data panel makroekonomi kedua kabupaten selama kurun waktu 1988-1997. Hasil penelitian dengan menggunakan persamaan simultan tersebut memberikan hasil bahwa implementasi desentralisasi fiskal menunjukkan fenomena yang berbeda di kedua daerah. Sementara itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suku bunga berdampak positif terhadap perekonomian di kabupaten Aceh Besar, sedangkan peningkatan penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan memberikan dampak positif dan cukup besar bagi perekonomian kabupaten Aceh Utara. Sumedi 2005 melakukan penelitian mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar daerah dan kinerja perekonomian nasional dan daerah. Penelitian ini dilakukan terhadap propinsi-propinsi di Indonesia dan terhadap kabupatenkota di Jawa Barat dengan menggunakan analisis persamaan simultan terhadap data panel tahun 1995-2002. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan fiskal tersebut memberikan dampak positif terhadap penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kapasitas fiskal daerah, dan kinerja perekonomian baik pada skala nasional maupun di Jawa Barat. Namun implementasi tersebut di sisi lain meningkatkan kesenjangan antar daerah pada awal tahun 2001, yang kemudian berangsur menurun seiring dengan perbaikan formulasi DAU. Hasil analisis dampak yang memberikan hasil terbesar pada kinerja fiskal dan perekonomian daerah adalah realokasi anggaran rutin kepada anggaran pembangunan, dan menurunkan kesenjangan antar daerah KBI dan KTI, sementara pada kasus Jawa Barat dampak realokasi tersebut meningkatkan kesenjangan.