golongan bawah. Pendapatan masyarakat golongan bawah yang semakin meningkat tersebut menunjukkan penduduk miskin semakin berkurang.
PDRB pertanian berpengaruh negatif secara nyata terhadap jumlah penduduk miskin. Semakin tinggi peningkatan PDRB pertanian, maka akan
semakin meningkatkan pendapatan penduduk. Hal tersebut disebabkan karena adanya penyerapan tenagakerja yang sangat banyak pada sektor pertanian.
Pendapatan penduduk yang meningkat tersebut akan menurunkan jumlah penduduk miskin, karena sebagian besar penduduk miskin bekerja pada sektor
pertanian. Peningkatan PDRB pertanian pada jangka panjang bersifat elastis terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Peningkatan sebesar 1 PDRB
pertanian tersebut akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 1.35. Peningkatan PDRB industri berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah
penduduk miskin pada taraf nyata α=5. Respon perubahan jumlah penduduk
miskin terhadap perubahan PDRB industri ini cukup elastis pada jangka panjang. Peningkatan PDRB industri sebesar 1 akan menurunkan jumlah penduduk
miskin sebesar 1.04. Peningkatan PDRB jasa secara nyata berpengaruh terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. PDRB sektor jasa banyak didiami oleh
pekerja sektor informal, terutama pada sektor perdagangan, sehingga peningkatan PDRB jasa dapat memberikan pengaruh bagi penurunan jumlah penduduk miskin.
Namun penurunan jumlah penduduk miskin terhadap peningkatan PDRB jasa ini bersifat inelastis pada jangka pendek dan panjang.
Kegiatan pertambangan, konstruksi dan LGA menghasilkan nilai tambah yang biasanya dinikmati oleh kalangan pemilik modal. Selain itu kegiatan sektor
lainnya ini, khususnya pertambangan mengurangi kegiatan di sektor pertanian, akibat pembukaan lahan dan hutan yang biasanya di garap oleh petani. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan PDRB lainnya khususnya dari pertambangan justru akan semakin meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Penurunan jumlah penduduk akan meringankan beban pemerintah daerah dalam
rangka mensejahterakan masyarakat. Penurunan jumlah penduduk dapat meningkatkan kesempatan kerja, sehingga mengurangi pengangguran dan
menurunkan jumlah penduduk miskin. Respon perubahan jumlah penduduk
miskin terhadap perubahan jumlah penduduk pada jangka panjang lebih elastis apabila dibandingkan respon pada jangka pendek.
6. DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP KEMISKINAN
Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia memiliki tujuan antara lain menciptakan pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisen sehingga pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Dari sudut pandang tersebut, kebijakan-kebijakan yang lahir pada
masa kebijakan desentralisasi fiskal berpotensi terhadap kebijakan yang mendukung penangggulangan kemiskinan. Kebijakan-kebijakan yang berpotensi
dalam mendukung penanggulangan kemiskinan tersebut dapat dilihat melalui berbagai simulasi kebijakan pemerintah daerah.
Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model untuk mengetahui daya prediksi model. Model dikatakan cukup valid untuk
digunakan dalam simulasi kebijakan apabila memenuhi keseluruhan atau minimal salah satu kriteria berikut: nilai Root Mean Squares Percent Error RMPSE di
bawah 100, Theil’s Inequality U-Theil’s mendekati 0, dan koefisien determinasi R
2
mendekati 1.
6.1 Validasi Model
Hasil validasi model kebijakan fiskal daerah untuk rata-rata nasional, dapat dilihat pada tabel 16. Secara rata-rata nasional terlihat bahwa seluruh nilai
RMSPE berada di bawah 100, indeks Theil’s seluruhnya mendekati 0, dan Koefisien Determinasi R
2
sebagian besar berkisar antara 0,68-0,99. Hal ini menunjukkan bahwa daya prediksi dari model sudah cukup baik sehingga
simulasi kebijakan sudah layak untuk dilakukan. Persamaan pada sisi penerimaan daerah terdiri dari persamaan Pajak, DAU
dan BHPBP. Persamaan-persamaan tersebut menunjukkan nilai validasi yang cukup baik. Nilai indeks U-Theil’s, RMPSE, dan R
2
untuk persamaan pajak masing-masing adalah 0.121, 42.078 dan 0.610. Persamaan DAU memiliki nilai
indeks U-Theil’s, RMPSE, dan R
2
masing-masing 0.128, 32.851 dan 0.653. Persamaan BHPBP memiliki nilai indeks U-Theil’s, RMPSE, dan R
2
masing- masing 0.127, 47.254 dan 0.231.
Tabel 16 Nilai validasi variabel endogen pada persamaan simultan
VARIABEL ENDOGEN NASIONAL
U-Theil RMSPE R
2
PJK Pajak 0.121
42.078 0.610
PAD Pendapatan Asli Daerah 0.087
27.087 0.747
DAU Dana Alokasi Umum 0.128
32.851 0.653
BHPBP Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak 0.127
47.254 0.231
DAPER Dana Perimbangan 0.114
31.800 0.753
PD Pendapatan Daerah 0.097
27.480 0.842
PENGTANI Pengeluaran Pertanian 0.064
21.602 0.546
PENGPENDKES Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan 0.095
24.938 0.858
PENGINFRA Pengeluaran Infrastruktur 0.067
18.847 0.650
PENGDRH Pengeluaran Daerah 0.070
19.422 0.960
KAPFIS Kapasitas Fiskal 0.161
55.546 0.526
FISGAP Kesenjangan Fiskal 0.055
17.958 0.932
PDRBTANI PDRB Pertanian 0.039
7.515 0.913
PDRBIND PDRB Industri 0.051
10.030 0.899
PDRBJASA PDRB Jasa 0.094
18.478 0.485
PDRBLAIN PDRB Lainnya 0.174
36.852 0.161
PDRB Total PDRB 0.088
17.365 0.765
PDKMISK Jumlah Penduduk Miskin 0.027
5.053 0.991
Sumber: Hasil pengolahan.
Persamaan pada sisi pengeluaran daerah menunjukkan bahwa hampir seluruh persamaan memiliki angka indeks U-Theil’s mendekati 0. Pengeluaran
pertanian, pengeluaran pendidikan dan kesehatan serta pengeluaran infrastruktur memiliki angka indeks U-Theil’s masing-masing sebesar 0.064, 0.095 dan 0.067.
Nilai RMSPE berada di bawah 100, masing-masing sebesar 21.602, 24.938 dan 18.847. Nilai R
2
masing-masing bernilai 0,546, 0.858 dan 0.650.
PDRB beserta komponennya yaitu PDRB pertanian, PDRB industri, PDRB jasa dan PDRB lainnya memiliki nilai indeks U-Theil’s masing-masing
0.088, 0.039, 0.051, 0.094 dan 0,174. Nilai RMSPE masing-masing sebesar 17.365, 7.515, 10.030, 18.478 dan 36.852. Nilai R
2
masing-masing sebesar 0.765, 0.913, 0.899, 0.485, dan 0.161. Persamaan jumlah penduduk
miskin memiliki nilai indeks U-Theil’s, RMSPE dan nilai R
2
masing-masing sebesar 0.027, 5.053 dan 0.991.
6.2 Dampak Kebijakan Fiskal Daerah terhadap Kemiskinan