3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang sudah terkumpul dan selesai diedit di lapangan semua jawaban responden sudah sesuai dengan maksud pertanyaan yang diajukan,
selanjutnya data dari kuesioner dipindahkan ke lembaran kode dalam komputer menggunakan kode seperti yang terdapat dalam buku kode Singarimbun dan
Effendi, 1989. Data yang diperoleh dari jawaban responden berupa raw data yang kemudian dikelompokkan berdasarkan variabelnya dalam bentuk transfer
sheet. Adapun variabel yang dikelompokkan yaitu: karakteristik responden, produk wisata, terpaan komunikasi pemasaran, persepsi terhadap pesan, dan
perilaku wisatawan. Selanjutnya data yang terkumpul diolah dengan menghitung jumlah dan persentase responden menurut kategori variabel-variabel tersebut.
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan pengaruh komunikasi pemasaran terhadap persepsi pesan dan hubungan pengaruh persepsi
pesan terhadap perilaku wisata adalah analisis Crosstabs. Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori nominal atau
ordinal. Analisis crosstabs yang digunakan adalah analisis Crosstabs- Correlations, yang mengukur hubungan antara data ordinal dengan menggunakan
analisis Pearson. Hasil uji Pearson ditampilkan dalam bentuk tabel silang antara variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh. Tabel silang dari uji Pearson
membantu peneliti dalam mendeskripsikan apakah hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA ALAM GUNUNG
GALUNGGUNG
4.1 Sejarah Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Berdasarkan penelusuran, sejarah Galunggung sangat berkaitan erat dengan sejarah Tasikmalaya. Tasikmalaya berdiri tanggal 21 Agustus 1111, yang
pada waktu itu masih bernama Tawang Galunggung. Tawang atau Sawang dalam bahasa Sunda berarti ruang terbuka yang indah. Sementara itu, Galunggung
adalah nama sebuah gunung api yang berada di daerah tersebut Sya, 2005. Sya 2005 juga menambahkan bahwa pada masa awal berdiri
Tasikmalaya, ibu kota Kabupaten Tasikmalaya terletak di Gegerhanjung sekitar Gunung Galunggung sampai tahun 1641. Setelah tahun 1641, ibukota Kabupaten
Tasikmalaya beberapa kali mengalami perpindahan. Dari tahun 1641 sampai 1837 berlokasi di Sukaraja, tahun 1837 sampai 1901 berlokasi di Manonjaya, dan tahun
1901 sampai 2010 - tepatnya Juli 2010 - berlokasi di Tasikmalaya. Selanjutnya, menurut informan kunci diketahui bahwa pada Agustus 2010 tepatnya pada
tanggal 9 Agustus 2010 ibu kota Kabupaten Tasikmalaya dipindahkan ke Singaparna. Perpindahan ibukota Kabupaten Tasikmalaya ke Singaparna
diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat. Selain itu, pada masa awal berdiri, Tasikmalaya hanyalah sebuah desa
yang dikepalai oleh seorang patih Sunda atau zelfstandige patih. Kata Tasikmalaya diperkirakan berasal dari keusik ngalayah atau pasir berserakan.
Nama ini sangat berkaitan dengan aktivitas Gunung Galunggung pada tahun 1822 yang sebelumnya menyemburkan material pasir panas ke arah Tasikmalaya, yang
kemudian menghasilkan nama bukit sepuluh ribu Tasikmalaya atau the thousand hills of Tasikmalaya. Sebelum tahun 1822, sebagian dari bukit-bukit sepuluh ribu
sebenarnya telah terbentuk melalui erupsi Galunggung di zaman pra-sejarah. Setelah letusan tahun 1822, bukit-bukit ini bertambah tinggi dan bertambah
banyak jumlahnya, sehingga mencapai jumlah 3.648.
Dari wawancara di lapangan dengan informan, diketahui bahwa Galunggung berdiri menjadi kawasan obyek wisata alam yaitu sekitar tahun 1976-
an. Pada awal berdiri menjadi obyek wisata, Galunggung dikelola oleh pemerintah Dinas PU. Periode selanjutnya, pada tahun 1979 Galunggung menjadi dikelola
oleh pihak Mayasari. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 5 April 1982, Gunung Galunggung meletus. Selama tiga tahun setelah meletus, Gunung Galunggung
untuk sementara tidak beroperasi sebagai obyek wisata. Pada tahun 1985, Gunung Galunggung kembali dikelola oleh Pemda. Periode ini mulai dilakukan penataan
ulang di Gunung Galunggung dengan penanaman kaliandra. Pada periode ini juga Gunung Galunggung dibuka kembali sebagai obyek wisata. Selanjutnya, saat ini
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya serta Perum Perhutani. Selain itu, informan
lain menyatakan bahwa perkembangan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung cenderung lambat. Kecenderungan lambatnya perkembangan obyek wisata ini
karena pihak investor cenderung takut untuk menanamkan modalnya di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Keadaan ini terjadi karena sikap masyarakat
sekitar cenderung tidak mendukung dalam pembangunan kawasan obyek wisata ini. Mereka beranggapan bahwa pembangunan tersebut bertentangan dengan nilai-
nilai kepercayaan yang mereka anut.
4.2 Nilai-nilai Kepercayaan di Gunung Galunggung