Dari wawancara di lapangan dengan informan, diketahui bahwa Galunggung berdiri menjadi kawasan obyek wisata alam yaitu sekitar tahun 1976-
an. Pada awal berdiri menjadi obyek wisata, Galunggung dikelola oleh pemerintah Dinas PU. Periode selanjutnya, pada tahun 1979 Galunggung menjadi dikelola
oleh pihak Mayasari. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 5 April 1982, Gunung Galunggung meletus. Selama tiga tahun setelah meletus, Gunung Galunggung
untuk sementara tidak beroperasi sebagai obyek wisata. Pada tahun 1985, Gunung Galunggung kembali dikelola oleh Pemda. Periode ini mulai dilakukan penataan
ulang di Gunung Galunggung dengan penanaman kaliandra. Pada periode ini juga Gunung Galunggung dibuka kembali sebagai obyek wisata. Selanjutnya, saat ini
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya serta Perum Perhutani. Selain itu, informan
lain menyatakan bahwa perkembangan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung cenderung lambat. Kecenderungan lambatnya perkembangan obyek wisata ini
karena pihak investor cenderung takut untuk menanamkan modalnya di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Keadaan ini terjadi karena sikap masyarakat
sekitar cenderung tidak mendukung dalam pembangunan kawasan obyek wisata ini. Mereka beranggapan bahwa pembangunan tersebut bertentangan dengan nilai-
nilai kepercayaan yang mereka anut.
4.2 Nilai-nilai Kepercayaan di Gunung Galunggung
Gunung Galunggung memiliki ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut. Sebagai gunung api aktif, Gunung Galunggung memiliki peran penting
dalam kehidupan masyarakat Tasikmalaya. Tidak hanya sebagai simbol, lebih dari itu diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa. Disamping itu, masyarakat dan
wisatawan dilarang melakukan perbuatan-perbuatan amoral atau kerusakan di kawasan Galunggung dan sekitarnya. Sebagai contoh yaitu perbuatan merusak
hutan, sumber air, dan lingkungan pada umumnya. Keyakinan dan kepercayaan ini secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi yang hidup di
sekitar Galunggung atau lebih dikenal dengan sebutan keturunan Galunggung. Walalupun nilai-nilai kepercayaan seperti ini bukan merupakan sesuatu
yang bersifat ilmiah, atau bahkan bukan bersumber dari agama manapun. Namun
memiliki relevansi dan manfaat bagi upaya menjalankan keseimbangan hidup antara manusia dengan lingkungan alam di Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Hal ini sangat mendukung keberadaan obyek wisata supaya keberadaannya berlangsung secara berkelanjutan
4.3 Letak Obyek Wisata Gunung Galunggung dalam Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
Sumber: Data Informasi Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Gambar 2. Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
Gambar 2 menunjukkan peta pariwisata dan budaya Kabupaten Tasikmalaya. Peta pariwisata dan budaya ini meyajikan 33 Kecamatan di
Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki potensi pariwisata dan budaya lihat lampiran. Setiap kecamatan dilengkapi dengan daftar obyek wisata atau budaya
yang terdapat di dalamnya. Pada Gambar 2, posisi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ditunjukkan oleh nomor 6 yang terletak di Desa Linggajati,
Kecamatan Sukaratu. Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung secara astronomis terletak antara 7.250 LS -
7015’00” LS dan 108.0580 BT – 10803’30” BT. Sedangkan secara geografis, Kecamatan Sukaratu yang memiliki luas
mencapai 3.361,104 Ha ini berbatasan dengan Kecamatan Cisayong Utara, Kecamatan Indihiang Timur, Kecamatan Padakembang Selatan, dan
Kabupaten Garut Barat.
4.4 Produk Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung