BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata. Pariwisata juga memiliki peranan besar dalam meningkatkan pendapatan nasional, disamping
sektor migas. Pada tahun 2007, pariwisata memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto PDB sebesar 39,3 persen dan sebagai sumber devisa
negara dengan nilai kontribusi sebesar 295,4 trilyun rupiah di bawah sektor migas BPS, 2007. Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten yang berpotensi tinggi
dalam sektor pariwisata. Sektor pariwisata menyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor agroindustri.
Trend back to nature menjadikan kecenderungan pariwisata dari wisata massal menjadi ekowisata. Ekowisata adalah perjalanan wisata alam yang
bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Selanjutnya ekowisata juga merupakan salah satu
bentuk kegiatan pariwisata khusus serta merupakan salah satu bentuk pariwisata berkelanjutan. Perbedaan utama ekowisata dan wisata massal terletak dalam hal
karakteristik produk dan pasar. Dengan demikian, dalam pelaksanaan ekowisata membutuhkan prinsip community development pengembangan masyarakat
terutama prinsip sustainability keberlanjutan, participation partisipasi, dan external expert keahlian pihak luar.
Tasikmalaya memiliki beberapa obyek wisata unggulan. Salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten Tasikmalaya yang mendukung kegiatan ekowisata
adalah Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini
selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Namun,
perilaku wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tidak semuanya menunjukkan perilaku cinta lingkungan. Masih ada diantara mereka yang belum
berperilaku cinta lingkungan seperti: membuang sampah sembarangan, mencorat-
coret fasilitas, merokok, dan lain-lain. Hal tersebut karena mereka belum menyadari arti pentingnya alam itu sendiri terhadap kelangsungan pariwisata dan
juga kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan komunikasi pemasaran terpadu yang tidak hanya mempengaruhi perilaku kunjungan
wisatawan, namun juga sekaligus mempengaruhi perilaku cinta lingkungannya. Komunikasi pemasaran marketing communication berkembang dari
salah satu bauran pemasaran marketing mix yaitu promosi. Selanjutnya, menurut
Shimp 2003, komunikasi pemasaran terpadu atau integrated marketing communication IMC adalah proses pengembangan dan implementasi berbagai
bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan –
dalam hal ini adalah kepada wisatawan dan calon wisatawan wisatawan potensial - secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah mempengaruhi atau
memberikan efek langsung kepada perilaku wisatawan. IMC menganggap seluruh sumber yang dapat menghubungkan wisatawan atau calon wisatawan dengan
produk atau jasa pariwisata, adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan informasi mengenai obyek wisata. Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua
bentuk komunikasi yang relevan serta yang dapat diterima oleh wisatawan atau calon wisatawan.
Adapun tiga aspek penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat perhatian dari para pengelola atau pemasar dalam bidang kepariwisataan, yaitu:
attraction daya tarik wisata, accessibility aksesibilitas, dan aminities fasilitas. Ketiga aspek 3A di atas harus dapat dikemas sedemikian rupa sehingga dapat
menjadi lebih menarik, memberikan kenyamanan bagi calon wisatawan sesuai dengan maksud kunjungan dari para wisatawan tersebut. Selanjutnya Muljadi
2009 juga menambahkan terdapat sapta pesona yang merupakan tujuh unsur daya tarik wisata yang dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan
tersebut dan membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata. Ketujuh unsur pesona tersebut meliputi aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-
tamah, dan kenangan. Pengetahuan tentang karakteristik produk sangat penting agar para penyedia jasa dapat lebih jeli dalam mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya pariwisata dengan tingkat keberlanjutan yang lebih lama. Selanjutnya, pengetahuan wisatawan mengenai sapta pesona juga sangat penting
karena selain dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan tersebut dan membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata juga dapat
membuat wisatawan tersebut berperilaku cinta lingkungan di daerah tujuan wisata tersebut. Tentunya, semua itu sangat membutuhkan kegiatan komunikasi
pemasaran terpadu yang sangat penting dalam mensosialisasikan obyek dan daya tarik wisata dan kegiatan-kegiatan yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung tersebut. Disini sangat dituntut peran pihak pengelola untuk menjalankan komunikasi pemasaran secara serius dan sinergis, meskipun tentu
saja terdapat juga pengaruh dari luar selain dari komunikasi pemasaran yang dilakukan pihak pengelola. Dalam hal ini peran pihak pengelola dalam
komunikasi pemasaran diharapkan mampu memberikan lebih dari pengaruh yang diluar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola.
Untuk itu perlu dilakukannya suatu penelitian pariwisata mengenai perilaku wisatawan yang tidak hanya berorientasi pada kegiatan wisata itu sendiri
tetapi juga pada kegiatan pelestarian lingkungan. Penelitian mengenai pariwisata yang membahas keputusan berwisata, keputusan pembelian konsumen, kunjungan
wisatawan sudah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satu penelitian mengenai pariwisata yang memfokuskan pada
penggunaan sumber informasi beserta salurannya dalam mendukung keputusan berwisata tanpa melihat peranan suatu lembaga, institusi, ataupun sebuah
kelompok yang bergerak dalam bidang pariwisata dilakukan oleh Furbani pada tahun 2008. Variabel bebas yang diteliti adalah karakteristik personal yang
meliputi usia, jenis kelamin, hobi, pendapatan, dan asal negara. Variabel bebas lainnya adalah perilaku komunikasi yang berupa tahap pencarian informasi awal
dan dan konfirmasi. Sedangkan variabel terikatnya yaitu keputusan pemilihan obyek wisata yang terdiri dari keputusan pemilihan obyek wisata alam dan
budaya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik personal wisatawan dan perilaku komunikasi berhubungan dengan keputusan memilih obyek wisata.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahakami pada tahun 2008 di Taman Safari Indonesia TSI yang mengidentifikasi atribut produk yang paling dominan
mempengaruhi keputusan pembelian wisatawan. Kemudian dikaji mengenai bentuk komunikasi pemasaran mana yang paling berpengaruh pada konsumen.
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa atribut wisata TSI yang paling dominan menjadi pertimbangan keputusan wisatawan dalam melakukan
pembelian jasa di TSI adalah tarifharga tiket masuk TSI. Dalam penelitian ini terlihat bahwa promosi penjualan merupakan peubah komunikasi pemasaran yang
paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian wisatawan di TSI .
Berdasarkan uraian dari penelitian yang pernah dilakukan, maka penelitian ini memfokuskan pada komunikasi pemasaran obyek wisata beserta terpaannya
dalam mempengaruhi perilaku wisatawan. Perilaku wisatawan yang ditinjau tidak hanya perilaku rekreasi, tetapi juga perilaku cinta lingkungan konservasi.
Penelitian ini mengkaji hubungan antara masing-masing bentuk terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Selanjutnya, penelitian ini
juga mengkaji hubungan persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan. Penelitian ini penting karena menyangkut pergeseran dari wisata massal ke
ekowisata. Karena mengalami pergeseran, perilaku wisatawan dalam kegiatan ekowisata selain diarahkan untuk berekreasi, dalam menikmati obyek wisata juga
harus diarahkan ke perilaku cinta lingkungan konservasi. Hal ini supaya keberadaan obyek wisata tersebut berlangsung secara berkelanjutan sustainable.
1.2 Perumusan Masalah