70
Tabel 23. Hasil Panen dan Penerimaan Total pada Usahatani Belimbing Dewa
Tahun 2007 dan 2010
Uraian 2007
2010 Jumlah
kg Harga
Satuan Rp
Total Penerimaan
Jumlah kg
Harga satuan
Rp Total
Penerimaan
Tanpa grade 1.685,23
5.000 8.426.155
304,11 5.500
1.672.626 Grade A
- -
678,23 6.500
4.408.480 Grade B
- -
248,29 5.000
1.241.471 Grade C
- -
66,21 3.000
198.616
Total 1.685,23
8.426.155 1.296,84
7.521.193
Total produksi belimbing dewa per sepuluh pohon pada tahun 2007 lebih besar bila dibandingkan dengan total produksi belimbing dewa pada tahun 2010
begitu pula dengan total penerimaan usahatani. Hal ini diakibatkan pada tahun 2010 banyak petani yang mengalami gagal panen akibat hujan dan angin serta
serangan lalat buah. Total peneriman pada tahun 2007 adalah sebesar Rp.8.426.155, sedangkan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 7.521.193
6.6. Analisis Pendapatan Usahatani Belimbing Dewa
Analisis pendapatan usahatani belimbing dewa terdiri atas analisis pendapatan tunai dan analisis pendapatan total. Untuk komponen biaya, pada
analisis pendapatan ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri atas biaya sarana produksi seperti biaya pupuk
dan biaya pestisida, tangga, kertas karbon, biaya tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga TKLK serta biaya pajak lahan dan sewa lahan. Sedangkan yang
termasuk biaya diperhitungkan antara lain biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga TKDK. Pada akhir analisis pendapatan
akan dilakukan perhitungan terhadap nilai RC rasio atau nilai imbangan antara penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor
yang diterima usahatani belimbing dewa dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi.
71
Tabel 24. Analisis Pendapatan Usahatani Belimbing DewaTahun 2007 dan 2010
Uraian 2007
2010 Penerimaan Tunai
Rp Rp
Tanpa Grade 8.426.155
99,22 1.672.626
22,01 Grade A
- -
4.408.480 58,02
Grade B -
- 1.241.471
16,34 Grade C
- -
198.616 2,61
Total Penerimaan Tunai 8.426.155
7.521.193
Penerimaan diperhitungkan 65.920
0,78 77.044
1,01
Total Penerimaan 8.492.076
100,00 7.598.237
100,00 Biaya Tunai
Pupuk Kandang 229.339
6,47 278.455
7,24 Pupuk NPK
104.838 2,96
127.364 3,31
Ppupuk Urea 58.311
1,64 66.629
1,73 Pupuk Ganadasil
181.348 5,11
137.496 3,57
Curacron 280.409
7,91 192.260
5,00 Decis
209.094 5,90
182.214 4,74
Petrogenol 15.080
0,43 22.371
0,58 Tangga
71.156 2,01
73.760 1,92
Kertas Karbon 368.603
10,39 170.282
4,43 TKLK
1.494.411 42,14
1.937.622 50,37
Pajak Lahan 47.915
1,35 53.030
1,38 Sewa Lahan
240.507 6,78
307.311 7,99
Bagi Hasil 245.197
6,91 297.733
7,74
Total Biaya Tunai 3.546.209
100,00 3.846.528
100,00 Biaya Diperhitungkan
TKDK 1.565.440
87,76 1.970.182
76,92 Penyusutan
218.283 12,24
591.068 23,08
Total Biaya Diperhitungkan
1.783.723 100,00
2.561.250 100,00
Total Biaya 5.329.932
6.407.777
Pendapatan Tunai 4.879.946
3.674.665 Pendapatan Total
3.162.143 1.190.460
RC Tunai 2,38
1,96 RC Total
1,59 1,19
Perhitungan pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Analisis pendapatan usahatani belimbing dewa tahun
2007 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 24. Pendapatan tunai dan pendapatan total petani pada tahun 2007 lebih besar dari tahun 2010. Hal ini diakibatkan pada
tahun 2010 petani mengalami penurunan jumlah produksi akibat serangan HPT
72 dan cuaca yang tidak menentu. Jika dilihat dari besarnya biaya, biaya tunai yang
dikeluarkan petani pada tahun 2010 Rp.3.846.528 lebih besar dari tahun 2007 Rp.3.546.209. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden
pada tahun 2010 diakibatkan peningkatan harga input produksi pada tahun 2010. Dari Tabel 24, dapat dketahui komponen penyusun biaya tunai pada tahun
2010 selalu lebih besar dari tahun 2007, kecuali untuk biaya kertas karbon. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 banyak petani yang beralih menggunakan plastik
mulsa dikarenakan semakin langkanya kertas karbon yang beredar di pasar. Selain itu banyak petani yang beralih menggunakan plastik mulsa karena penggunaannya
yang dapat digunakan sebanyak sembilan kali musim panen, berbeda dengan kertas karbon yang hanya dapat dipakai sebanyak tiga kali musim panen.
Persentase biaya tunai terbesar pada tahun 2007 dan 2010 adalah biaya TKLK yaitu sebesar 42,14 persen untuk tahun 2007 dan 50,37 persen untuk tahun
2010. Dalam usahatani belimbing dewa, input tenaga kerja adalah input yang penting terutama untuk kegiatan pembungkusan dan penjarangan buah, sehingga
biaya TKLK memiliki proporsi yang besar dari seluruh biaya tunai usahatani belimbing dewa.
Untuk biaya diperhitungkan, persentase biaya terbesar adalah biaya TKDK yaitu sebesar 89,18 persen untuk tahun 2007 dan untuk tahun 2010 adalah sebesar
71,75 persen. Pada budidaya belimbing dewa, input tenaga kerja merupakan input terbesar karena untuk kegiatan sanitasi dan penyemprotan memerlukan waktu
yang lama sehingga biaya TKDK memiliki proporsi yang sangat besar dari biaya diperhitungkan dalam usahatani belimbing dewa. Untuk biaya penyusutan terjadi
peningkatan pada tahun 2010 menjadi Rp. 775.537 dari semula sebesar Rp.189.886 tahun 2007. Peningkatan biaya penyusutan pada tahun 2010 terjadi
karena pada tahun 2010 banyak petani yang beralih menggunakan plastik mulsa. Selain itu, pada tahun 2010 petani menggunakan dana yang diperoleh dari kredit
untuk membuat sumur dan membeli mesin penyemprot yang baru. Hasil analisis RC ratio pada tahun 2007 dan 2010 memiliki penerimaan
usahatani yang lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani. Nilai RC rasio atas biaya tunai petani responden pada tahun 2007 dan 2010 masing-masing
adalah 2,38 dan 1,96. Ini berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh
73 petani dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 2,38 untuk tahun 2007 dan
Rp.1,96 untuk tahun 2010. Sedangkan untuk RC ratio atas biaya total pada tahun 2007 adalah sebesar 1,60 dan sebesar 1,15 untuk tahun 2010. Hal ini dapat
diartikan bahwa untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani belimbing ini, dapat menghasilkan penerimaan untuk tahun 2007 dan
2010 sebesar Rp. 1,60 dan Rp. 1,15. Berdasarkan nilai RC rasio tersebut, usahatani belimbing dewa dapat
dikatakan layak untuk dijalankan karena memiliki nilai RC ratio yang lebih besar dari satu. Pengaruh kredit PKBL di lokasi penelitian belum memberikan dampak
yang terlalu besar terhadap pendapatan usahatani petani responden. Hal ini disimpulkan dari besarnya nilai RC rasio petani responden setelah menerima
kredit tahun 2010 yang lebih kecil dari RC rasio sebelum menerima kredit tahun 2007. Namun, berkurangnya RC rasio yang diperoleh petani pada tahun
2007 disebabkan oleh serangan HPT dan kondisi cuaca yang tidak baik seperti hujan dan angin. Sehingga banyak petani yang mengalami gagal panen pada tahun
2010. Nilai RC rasio yang diperoleh dari perhitungan analisis pendapatan
usahatani Belimbing Dewa pada tahun 2007 sebelum kredit dan 2010 sesudah kredit akan diuji secara statistik dengan menggunakan uji-t berpasangan.
Pengujian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidak hubungan antara nilai RC rasio sebelum dan sesudah adanya kredit PKBL, apakah nilai RC rasio sebelum
dan sesudah menerima kredit yang diperoleh sama atau berbeda lebih besar atau lebih kecil.
Rata-rata RC rasio tunai tahun 2007 adalah sebesar2,42 sedangkan untuk tahun 2010rata-rata RC rasio tunai petani responden turun menjadi 1,98
Lampiran 4. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 petani mengalami penurunan jumlah panen akibat serangan HPT dan cuaca buruk seperti angin dan hujan. Dari
hasil uji berpasangan dapat dilihat bahwa rata-rata perbedaan antara RC rasio tunai pada tahun 2007 dan 2010 adalah menurun sebesar 0,43. Output tersebut
menghasilkan nilai Sig 2 tailed sebesar 0,002 . Karena nilai sig α 0,05 maka
dapat diartikan secara statistik bahwa rata-rata pendapatan sebelum dan sesudah menerima kredit ada perbedaan atau berpengaruh nyata tolak H
. Sehingga dapat
74 disimpulkan bahwa adanya kredit PKBL tidak mempengaruhi peningkatan
pendapatan pada petani melainkan terjadinya penurunan pendapatan. Namun, penurunan pendapatan usahatani ini bukan dikarenakan pengaruh dari kredit
PKBL melainkan akibat dari penurunan jumlah produksi belimbing dewa yang diakibatkan oleh serangan HPT dan cuaca buruk pada tahun 2010.
Hasil uji berpasangan untuk RC rasio total juga dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai rata-rata RC rasio total pada tahun 2007 adalah sebesar 1,57
dan untuk tahun 2010 adalah sebesar 1,18. Penurunan nilai rata-rata RC total sebesar ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah produksi dari petani petani.
Penurunan jumlah produksi ini diakibatkan meningkatnya serangan HPT dan perubahan cuaca buruk. Dari hasil uji berpasangan untuk RC rasio total, diketahui
nilai signifikansi kurang dari α 0,000. Hal ini dapat diartikan bahwa secara
statistik rata-rata pendapatan sebelum dan sesudah menerima kredit mengalami perubahan atau berpengaruh nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
perubahan yang nyata terhadap RC total petani responden, yaitu terjadi penurunan pendapatan.
Apabila dilihat dari hasil uji berpasangan untuk RC rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total, pengaruh kredit terhadap usahatani belimbing dewa dapat
dikatakan tidak mempengaruhi peningkatan produksi. Namun, apabila tidak terdapat kredit pada tahun 2010, ada kemungkinan RC rasio yang diperoleh
petani responden lebih kecil dari hasil yang diperoleh saat ini. apabila petani tidak memperoleh kredit pada tahun 2010.
75
VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA
7.1. Analisis Fungsi Produksi