pendapatan yang mereka peroleh dari wisata lebih besar daripada pendapatan mereka di bidang perikanan. Namun berbeda dengan nelayan penyewa kapal yang lebih
memilih bekerja sebagai nelayan daripada menjadi pelaku wisata karena jumlah pendapatan nelayan penyewa kapal lebih kecil daripada kelompok nelayan pariwisata
lainnya. Kecilnya pendapatan ini mempengaruhi keputusan mereka untuk lebih memilih melaut daripada menjadi pelaku wisata. Alasan lainnya adalah kegiatan
wisata yang bersifat musiman membuat mereka tidak bisa menyewakan kapalnya setiap hari. Berbeda dengan penangkapan ikan bisa dilakukan setiap hari, sehingga
mereka lebih memilih menjadi nelayan.
7.2 Alat Tangkap Nelayan Karimunjawa
Berdasarkan Laporan DKP Karimunjawa 2011, diketahui bahwa ukuran kapal-kapal yang ada di Karimunjawa masih kecil, yaitu 5GT. Setiap kapal
mempunyai alat tangkap lebih dari satu jenis, yaitu pancing, bubu, jaring dan branjang. Pengoperasiannya tergantung musim, bisa digunakan hanya satu alat
tangkap dan kadang beberapa alat dioperasikan bersamaan. Alat tangkap yang digunakan pada tahun 2010 adalah pancing tonda, jaring insang, branjang, bubu dan
muroami. Namun menurut informasi masyarakat setempat, muroami sudah tidak ada lagi karena adanya pelarangan pengoperasian alat tangkap tersebut sebab merusak
karang dan biota laut lainnya. Pancing adalah alat tangkap yang paling dominan digunakan di Karimunjawa.
Saat ini alat tangkap yang paling dominan adalah pancing dan tembak, seperti yang diungkapkan AS 34 dibawah ini.
“Nelayan itu ada dua jenis, ada yang pancing dan ada yang karet. Yang karet itu menggunakan tembak. Katagori nelayan itu banyak, tapi di
Karimun biasane pake pancing sama tembak. Nelayan tembak itu pake kompressor, biasane orang-orang di daerah utara Lego. Nanti Jenengan
Anda tanya daerah Lego, disana banyak nelayan kompressor. Kalo kita yang ditengah ini pusat desa kebanyakan yang pancing.”
Alat tangkap yang digunakan nelayan Desa Karimunjawa masih bersifat tradisional. Penyuluhan serta pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh LSM serta
BTNKJ ternyata telah berhasil membuat nelayan mengerti akan dampak negatif penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Berikut akan disajikan
perubahan alat tangkap nelayan sebelum dan sesudah adanya kegiatan wisata di Karimunjawa pada Tabel 30.
Tabel 30. Responden berdasarkan Teknologi Alat Tangkap Ikan, Desa Karimunjawa, 2012
Teknologi Alat Menangkap Ikan
Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata
Sebelum Sesudah
Sebelum Sesudah
n n
n n
Rendah 17
68.0 18
72.0 23
92.0 23
92.0 Tinggi
8 32.0
7 28.0
2 8.0
2 8.0
Total 25
100.0 25
100.0 25
100.0 25
100.0 Tabel 30 di atas menunjukkan bahwa terjadi perubahan jumlah nelayan non
pariwisata yang menggunakan alat tangkap berteknologi rendah pancing, dan tinggi kompressor walaupun tidak terlalu signifikan. Berdasarkan survei yang dilakukan
pada nelayan non pariwisata, terdapat satu orang nelayan yang mengganti alat tangkapnya dari kompressor ke pancing karena faktor umur responden tersebut.
Sedangkan pada nelayan pariwisata tidak ada yang mengganti alat tangkapnya. Melalui Tabel 38 juga diketahui bahwa alat tangkap mempengaruhi kontribusi
nelayan dalam kegiatan wisata. Jumlah nelayan yang menggunakan pancing pada nelayan non pariwisata lebih sedikit daripada nelayan pariwisata, sedangkan
penggunaan kompressor pada nelayan non pariwisata lebih banyak daripada nelayan pariwisata. Alat tangkap sangat menentukan jumlah tangkapan yang diperoleh dan
alat tangkap kompressor bisa mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak daripada alat pancing.
BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN NELAYAN DENGAN
POLA ADAPTASI NELAYAN
Terdapat empat variabel perubahan ekonomi responden nelayan non pariwisata dengan nelayan pariwisata dianalisis hubungannya dengan pola adaptasi
yang dikembangkan nelayan. Namun hanya tiga variabel yang akan diteliti yaitu jumlah hari melaut menangkap ikan, jumlah hasil tangkapan ikan dan tingkat
pendapatan dalam sektor perikanan karena ketiga variabel ini diukur secara kuantitatif. Peluang kerja yang tersedia juga ikut mempengaruhi pola adaptasi
nelayan namun diolah secara kualitatif. Adapun pola adaptasi yang dikembangkan adalah diversifikasi pekerjaan dan perubahan alat tangkap. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui apakah perubahan ekonomi di bidang perikanan berhubungan
dengan pola adaptasi nelayan. Hubungan ini diolah dengan menggunakan tabulasi
silang.
8.1 Tingkat Perekonomian Nelayan Karimunjawa dari Sektor Perikanan
Pengembangan pariwisata di Desa Karimunjawa telah menyebabkan perubahan ekologi di kawasan tersebut. Menurunnya jumlah biomassa dan
kelimpahan ikan karang serta menyempitnya zona penangkapan ikan tradisional mempengaruhi perekonomian nelayan. Tingkat perekonomian nelayan Karimunjawa
dilihat dari variabel ekonomi yaitu jumlah trip melaut, jumlah hasil tangkapan ikan nelayan dan tingkat pendapatan dari hasil perikanan. Berdasarkan data pada Bab VI
menunjukkan bahwa jumlah tangkapan dan pendapatan nelayan di bidang perikanan menurun untuk kedua kelompok nelayan. Berbeda dengan jumlah trip melaut nelayan
pariwisata yang berkurang, trip nelayan non pariwisata tidak mengalami perubahan yaitu tetap pada kategori tinggi. Melalui ketiga variabel ekonomi tersebut akan
menentukan kategori tingkat ekonomi nelayan dengan menjumlahkan skor masing- masing variabel dan menentukan selang untuk masing-masing kategori
perekonomian. Berikut pada Tabel 31 akan disajikan data mengenai tingkat perekonomian nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata di Desa Karimunjawa.