dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan memasak oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sering mengalami masalah kekurangan air apabila musim kemarau tiba
atau saat kunjungan wisatawan meningkat. Hal ini terjadi karena minimnya tanggul penampung air yang tersedia.
Arus musiman di sekitar Karimunjawa mengikuti pola arus di Laut Jawa yang tergantung pada beda tinggi muka laut di Samudera Pasifik yang selalu lebih tinggi
muka lautnya dibanding dengan Samudera Hindia. Kuat arus pada musim barat dapat mencapai 0,35 meterdetik. Musim barat terjadi pada bulan Desember-Februari
sedangkan musim peralihan barat ke timur terjadi pada bulan Maret-Mei. Kuat arus laut diperairan pesisir Jepara dan perairan Karimunjawa pada musim baratan secara
umum bergerak dari baratbarat laut kearah timurtenggara dengan kecepatan 0,5-0,75 meterdetik dengan ketinggian gelombang rata-rata berkisar 0,56-1,58 m. Hal ini
membuat jumlah kunjungan wisatawan pada periode bulan tersebut sangat sedikit karena gelombang yang besar membuat kapal tidak bisa berangkat. Kondisi perikanan
juga menjadi terganggu karena nelayan tidak bisa melaut. Akibatnya harga ikan mengalami lonjakan.
Musim timuran terjadi pada bulan Juni-Agustus. Arus laut secara umum bergerak dari timur ke baratbarat laut dengan kecepatan 0,15 meterdetik. Musim
peralihan timur ke barat terjadi pada bulan September-November, arus laut bergerak dari BaratBarat Luat kearah timurtenggara dengan kecepatan berkisar antara 0,25-
0,5 meterdetik. Pada musim timuran, ketinggian gelombang mencapai 0,27-0,6 m. Gelombang yang tidak terlalu tinggi ini membuat kegiatan perikanan mulai normal
dan kunjungan wisatawan meningkat. Nelayan bisa melaut lagi dan kapal yang melakukan penyeberangan Karimun-Jepara dan sebaliknya dapat berjalan lancar.
4.2.4 Keanekaragaman Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya
TNKJ merupakan obyek wisata alam yang banyak dikunjungi karena keanekaragaman flora dan fauna di daerah tersebut. Berdasarkan Laporan Zonasi
TNKJ 2012 diketahui bahwa terdapat lima ekosistem di daerah tersebut yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, hutan mangrove, hutan
pantai serta hutan hujan tropis dataran rendah. Flora khas Karimunjawa adalah Dewadaru dan Kalimosodo yang populasinya mulai menurun karena banyak
digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan oleh masyarakat. Jenis fauna darat yang umumnya dijumpai adalah rusa, monyet ekor panjang,
kalong besar, tikus pohon ekor polos, landak, musang rase. Terdapat 16 jenis reptil dan 2 amphibi, diantaranya jenis ular edor. Selain itu ditemukan 54 spesies burung
yang tergabung dalam 27 famili, diantaranya pergam ketanjar, trocokan, dan betet Karimunjawa serta 22 spesies burung air migran yang melintasi kawasan Taman
Nasional Karimunjawa .
Hampir di seluruh kepulauan Karimunjawa mempunyai ekosistem mangrove yang relatif masih asli dengan 44 spesies mangrove sejati yang termasuk dalam 25
famili. Struktur komunitas padang lamun Pulau Karimunjawa tersusun atas 9 spesies dengan penutupan 9 persen sampai 83,33 persen. Ekosistem terumbu karang terdiri
dari tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai, penghalang dan beberapa taka. Ekosistem terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa terdiri atas 64 genera karang
yang termasuk dalam 14 famili ordo sceractinian dan 3 ordo non sceractinan. Karakteristik ikan karang di Karimunjawa cukup unik. Secara total jumlah spesies
ikan karang yang ditemukan adalah 353 spesies yang termasuk dalam 117 genus dan 43 famili. Selain itu ditemukan 2 spesies penyu yaitu penyu Hijau Chelonia mydas
dan penyu sisik Eretmochelys imbricate. Keanekaragaman sangat berpotensi dan merupakan modal besar bagi
pengembangan wisata alam di Karimunjawa. Keindahan flora dan fauna, terumbu karang yang masih bagus serta ikan karang yang beragam merupakan daya tarik yang
diminati berbagai wisatawan. Keanekaragaman ekosistemnya yang tinggi menjadikan Karimunjawa sebagai tempat penelitian para akademisi, baik dari dalam maupun dari
luar negeri.
4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Kependudukan