Konservasi Lahan di Tinjau dari Persepsi Masyarakat

adalah 41.7 . Ini terlihat bahwa pengetahuan responden tentang konservasi sudah cukup karena informasi yang didapat tidak saja dari pelaksana konservasi juga didapat dari tokoh masyarakat dan ketua kelompok tani yang beperan aktif dalam berbagai penyuluhan termasuk penyuluhan tentang konservasi. Namun walaupun demikian masih banyak juga responden belumtidak pernah ikut dalam penyuluhan yang diberikan oleh pelaksana konservasi. Hal ini karena sebagian besar responden kurang percaya terhadap pelaksana program konservasi. Jumlah responden yang pernah ikut dalam penyuluhan konservasi yang dilakukan Perhutani hanya 20 responden 33.4. Selebihnya responden tidak pernah ikut dan tidak tahu adanya penyuluhan konservasi. Hasil wawancara terhadap responden atas partisipasi dan keterlibatan mereka tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan konservasi, sebagian besar responden 58,3 menyatakan pernah diminta pendapat tentang jenis tanaman yang mereka kehendaki untuk ditanam pada kawasan konservasi, namun pada pelaksanaannya pendapat mereka hanya sebagai masukan saja karena pihak pengelola tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil keputusan. Partisipasi dalam konteks pembangunan mencakup keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan dalam penerapan program adanya pembagian keuntungan atau manfaat dari hasil kegiatan serta keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi kegiatan tersebut. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi lahan dapat dilakukan dengan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan seperti pengamanan kawasan, pelestarian lingkungan, hingga evaluasi program-program kegiatan yang telah dilakukan Maskum, 2006 Selanjutnya untuk menjawab persepsi masyarakat tentang manfaat dari konservasi baik dari sisi pendapatan petani maupun ekologi diberikan pertanyaan yaitu: 1 apakah konservasi dapat meningkatkan pendapatan petani, 2 selanjutnya adalah bagaimana fungsi ekologis setelah konservasi. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 17. Persepsi Responden terhadap Pendapatan Petani dan Fungsi Ekologis Respons Responden Persepsi Responden Frekuensi n Persentase Apakah konservasi meningkatkan pendapatan petani iya tidak 29 31 48.3 51.7 Total 60 100 Bagaimana fungsi ekologis setelah adanya konservasi membaik tetap menurun 33 17 10 55 28.3 16.7 Total 60 100 Sumber : Hasil Wawancara 2006 Dari tabel di atas dinyatakan sebanyak 31 orang 51.7 responden menyatakan bahwa konservasi tidak meningkatkan pendapatan. Hasil dari wawancara dengan responden diketahui bahwa pendapatan petani menurun dengan adanya kegiatan konservasi. Penurunan tingkat pendapatan ini disebabkan luas lahan yang di garap menjadi lebih sempit sehingga mengakibatkan produksi dari usahatani yang dilakukan menurun. Dari persepsi tersebut, ternyata masyarakat belum merasakan adanya dampak positif dari konservasi lahan bagi pendapatan mereka. Menurut Barbier 1990 mengemukakan bahwa para petani akan bersedia mengadopsi konservasi jika mendapatkan manfaat ekonomi. Penerapan konservasi ditentukan oleh faktor-faktor keterkaitan antara lain tingginya tingkat degradasi lahan dan tingkat keuntungan usahatani pada suatu lahan serta tingkat kemiringan yang berbeda. Walaupun dari sisi pendapatan responden menurun namun fungsi ekologis setelah adanya konservasi dinyatakan oleh responden 55 membaik. Fungsi ekologis yang dirasakan yaitu tentang manfaat lahan berhutan bagi penyerapan air tanah, penahan erosi, sedimentasi sungai dan pencegah banjir hal ini terlihat dari kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk melakukan penamanan pohon tahunan atau mengembangkan penggunaan lahan yang lebih ramah lingkungan seperti agroforestri. Dalam meNilai bagaimana peran Perhutani dalam memberikan informasi dan teknologi tentang konservasi kepada masyarakat, dan apakah konservasi perlu dipertahankan tertuang pada tabel dibawah ini. Tabel 18. Persepsi Responden terhadap Pelaksanaan Konservasi Lahan Sumber: hasil wawancara, 2006 Dalam wawancara kepada responden diperoleh informasi bahwa peran Perhutani dalam memberikan informasi teknologi tentang konservasi kepada masyarakat masih kurang. Ini disebabkan karena informasi yang diberikan kepada responden hanya dilakukan oleh pihak Perhutani saja. Padahal untuk mensinergiskan pelaksanaan konservasi ini diperlukan beberapa instansi terkait seperti dinas pertanian, dinas perkebunan dan juga dinas perdagangan. Sehingga pelaksanaan konservasi ini dapat memberikan keuntungan kepada petani mulai dari perencanaan sampai pada hasil produksi pertanian. Tabel di atas terlihat bahwa 41.75 responden menyatakan masih kurang peran pemerintah dalam upaya konservasi. Untuk pertanyaan apakah konservasi perlu dilanjutkan, sebagian besar responden 58.3 mengatakan bahwa konservasi ini perlu dilanjutkan. Hal ini menunjukan bahwa pada dasarnya masyarakat mendukung pelaksanaan konservasi di wilayah mereka dan harapan dari responden bila konservasi ini dilanjutkan adalah perlu memperhatikan pendapatan responden dalam konservasi. Artinya responden akan menyambut baik bila konservasi ini tidak saja memberikan dampak positif kepada lingkungan tetapi juga kepada sosial ekonomi masyarakat sekitar. Pembangunan yang dilakukan sekarang ini bersumber dari eksploitasi sumberdaya alam yang sangat berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup. Respons Responden Persepsi Responden Frekuensi n Persentase Bagaimana upaya pemerintah dalam memberikan informasi dan teknologi tentang konservasi kepada masyarakat: Sudah cukup Masih kurang Lainnya 20 25 15 33.3 41.7 25 Total 60 100 Apakah menurut bapak konservasi ini perlu dilanjutkan: perlu tidak perlu 35 25 58.3 41.7 Total 60 100 Dilihat dari aspek ekonomi infrastruktur ekonomi kawasan hulu DAS Citarum pada umumnya tidak sebaik dikawasan hilir. Sulitnya aspek yang menunjang perekonomian masyarakat seperti jarak ke pusat ibukota akibatnya sulitnya akses pasar untuk memasarkan hasil pertanian petani. Hal ini berpengaruh terhadap pendapatan petani yang semakin rendah. Konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pada kenyataannya lebih menekankan pada manfaat jangka panjang yang bersifat eksternalitas, karena manfaat ekonomi dalam jangka pendek tidak sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan petani. Konsekuensinya adalah berbagai teknik pemanfaatan lahan yang menekankan aspek konservasi seringkali tidak diterapkan petani secara berkelanjutan. Sempitnya lahan yang digarap oleh petani merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Tabel 19. Jumlah Lahan Pertanian yang di garap Petani di Desa Sukamanah. No Karakteristik Jumlah Responden Persentase 1 Luas lahan 0,5 ha 8 13,3 2 Luas lahan 0,5 – 1,0 ha 33 55 3 Luas lahan 1,0 ha 19 31,7 Jumlah 60 100 Sumber: Data Primer diolah 2007 Tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar 55 petani mengarap lahan antara 0,5 sampai 1,0 ha lahan yang digarap adalah lahan milik Perhutani. Masyarakat di dalam dan sekitar hutan secara umum berada di daerah terpencil dan relatif sulit dijangkau oleh pembangunan serta kurang menjadi target kebijakan pemerintah. Di sisi lain masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan mempunyai ketergantungan yang relatif tinggi pada sumberdaya alam sebagai sumber penghidupan mereka. Dukungan dari masyarakat sangat menentukan dalam implementasi dari suatu kebijakan atau proyek pembangunan. Pelaksanaan konservasi yang telah dilakukan selama tiga tahun ini kurang mendapat dukungan dari masyarakat hal ini disebabkan bahwa kurangnya sosialisasi dari Perhutani dan kurang dilibatkanya unsur-unsur masyarakat dalam perencanaan konservasi lahan di Desa Sukamanah. Karena kurangnya sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat dari Perhutani mengakibatkan timbul beberapa reaksi di masyarakat termasuk konflik sosial. Hasil dari wawancara dengan responden terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi petani dalam melakukan konservasi. Indentifikasi permasalahan yang dilakukan berdasarkan wawancara langsung dengan responden. Ada tiga jenjang permasalahan yang dihadapi oleh petani di lokasi penelitian yaitu permasalahan yang mendesak artinya adalah permasalahan yang sangat menganggu petani dalam usaha konservasi, permasalahan yang gawat adalah permasalahan yang menjadi perhatian petani tetapi penyelesaian bisa ditangguhkan atau dengan kata lain masih bisa ditolerir, sedangkan permasalahan yang menyebar adalah pemasalahan yang dirasakan oleh petani selama pelaksanaan konservasi. Setelah dilakukan skoring maka teridentifikasi lima permasalahan yang ada di lokasi penelitian Tabel 20. Tabel 20. Permasalahan yang Timbul pada Pelaksanaan Konservasi No Bentuk Permasalahan Jumlah Responden Persentase 1 Pemanfaatan lahan 20 33,3 2 Modal 15 25 3 Akses Pasar 12 20 4 Saprodi 8 13,3 5 Teknologi penyuluhan 5 8,4 Jumlah 60 100 Sumber: hasil wawancara diolah 2007 Permasalahan yang paling dominan yang dirasakan oleh petani adalah pemanfaatan lahan 33,3. Dimana dalam pengelolaan konservasi lahan ini petani belum mendapatkan kepastian secara konkrit tentang pemanfaatan lahan yang di garap oleh petani di kawasan konservasi milik Perhutani. Belum adanya regulasi dan bentuk kerjasama yang jelas dari pelaksana konservasi baik terhadap hak-hak dan kewajiban yang diberikan maupun yang dilakukan pemerintah kepada petani konservasi. Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah modal, setelah itu diikuti oleh akses pasar, saprodi dan teknologipenyuluhan. Setelah konservasi dilaksanakan dampak negatif yang dirasakan oleh petani menjadi lebih kompleks. Seperti yang diungkapkan di atas pemanfaatan lahan merupakan salah satu dampak negatif dari pelaksanaan konservasi. Karena petani tidak diijinkan lagi untuk melakukan pengelolaan lahan dikawasan konservasi, dalam bentuk tumpang sari karena adanya surat edaran Gubernur Jawa Barat No 5221224binprod tanggl 20 Mei 2003 tentang Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Hutan di Jawa Barat. Dalam surat edaran ini dinyatakan bahwa pelarangan pelaksanaan tumpang sari karena dapat merusak struktur hutan yang berpotensi untuk menimbulkan bencana alam sehingga membahayakan penduduk di sekitar dan di dalam hutan. Hal ini tentu saja mengakibatkan kendala yang dihadapi dalam konservasi semakin berlanjut karena sebagian besar petani dilokasi penelitian melakukan usaha pertanian di lahan milik negara.

5.2.3. Konservasi Lahan di Tinjau dari Aspek Ekologi

Konservasi lahan memberikan begitu banyak manfaat langsung maupun tidak langsung. Manfaat yang diberikan terus meningkat sejalan dengan makin meningkatnya kualitas hutan. Untuk manfaat tidak langsung dari konservasi dilakukan valuasi ekonomi Nilai jasa ekosistem yang di reduksi dari hutan konservasi di dapat dari harga masing-masing jasa ekosistem.

5.2.3.1. Estimasi Nilai Persediaan atau Pengatur Air.

Jabar 2004 dalam Marzuki 2005, menyatakan bahwa sektor pertanian adalah merupakan pengguna air terbesar yaitu untuk kebutuhan irigasi diperkirakan sekitar 80 dan selebihnya untuk keperluan domestik. Kondisi yang terjadi saat ini di Indonesia menurut Bappenas 2003 terdapat 100 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki kemudahan untuk mendapatkan air bersih. Lebih lanjut Jabar 2004 dalam Marzuki 2005 menyatakan bahwa di Jakarta diperkirakan menghabiskan biaya sebesar 20-30 juta dolar hanya untuk merebus air setiap tahunnya. Fenomena tersebut menunjukan bahwa semakin berkurangnya hutan sebagai daerah penyangga silkus hidrologi dalam hal mengatur tata guna air. Fungsi ekologis dari hutan tersebut tentunya memiliki Nilai ekonomi opportunity cost . Salah satu dari Nilai manfaat tidak langsung dari hutan dalam penelitian ini adalah mengestimasi Nilai jasa lingkungan hutan sebagai penyedia dan pengatur tata guna air. Fauzi 2004 menyatakan masalah utama yang dihadapi negara berkembang seperti Indonesia dalam meNilai dampak lingkungan adalah sedikitnya data yang tersedia dan besarnya biaya untuk melakukan penelitian secara komperhensif, maka medote yang biasa digunakan adalah benefit transfer, yaitu benefit dari tempat lain dimana sumberdaya tersedia di transfer untuk memperoleh perkiraan kasar mengenai manfaat lingkungan. PeNilaian ekonomi persediaan atau pengaturan air dalam penelitian ini diestimasi dengan metode benefit transfer. Untuk mengestimasi Nilai persediaan atau pengaturan air dalam penelitian ini menggunakan perkiraan Nilai menurut Costanza 1997 dalam NRM 2001 bahwa Nilai pengaturan air untuk hutan diperkirakan sebesar US 21 per hektar per tahun. Berdasarkan Nilai koefisien tersebut maka estimasi Nilai ekonomi pengaturan air tata air pada hutan yang dieksploitasi adalah Rp 189.000 per hektar per tahun, dengan asumsi 1 US = Rp 9.000. Luas hutan yang rusak akibat tidak dilakukan konservasi adalah pada tahun 2003 adalah 178,4 hektar, maka estimasi Nilai ekonomi hilangnya fungsi hutan sebagai pengaturan air sebesar Rp 33.717.600 per tahun. Dengan demikian total discounted cost dari dampak terganggunya fungsi hidrologi adalah Rp 127 juta Discount Rate = 10 selama lima tahun. Nilai Discount Rate 10 berdasarkan tingkat suku bunga 17 = SBI Sertifikat Bank Indonesia atau bunga antar bank; 13 deposito perorangan. Untuk mendapatkan tingkat bunga riil, tingkat bunga harus dikurangi tingkat inflasi. Inflasi pada awal tahun 2001 berkisar 2-3. Dengan demikian tingkat suku bunga konsumen saat ini sekitar 10 per tahun. Data selengkapnya disajikan pada tabel berikut. Tabel 21. Estimasi Nilai Persediaan atau Pengaturan Air Discount Rate Tahun Rp Juta 10 Rp Juta 2001 33,717,600 0,909 30,649,298.40 2002 33,717,600 0,826 27,850,737.60 2003 33,717,600 0,751 25,321,917.60 2004 33,717,600 0,683 23,029,120.80 2005 33,717,600 0,621 20,938,629.60 T o t a l 127,789,704.00 Sumber : Diolah dari berbagai rujukan 2007

5.2.3.2. Estimasi Nilai Pengendalian Erosi

PeNilaian ekonomi kerusakan DAS adalah proses kuantifikasi dan pemberian Nilai valuasi ekonomi terhadap kerusakan kawasan DAS dalam bentuk moneter. PeNilaian Nilai ekonomi kerusakan kawasan DAS citarum disetimasi dengan biaya pemanfaatan rehabilitasi lahan kritis. Salah satu metode peNilaian ekonomi kerusakan sumberdaya alam dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan biaya pengganti replacement cost. Darusman 2003 menyatakan bahwa biaya pengganti didasarkan pada biaya atau memulihkan kerusakan sumberdaya alam lahan sebagai pencegah erosi bila tidak dilakukan konservasi. Pada penelitian ini diasumsikan bila lahan kritis yang ada di hulu DAS Citarum tidak dilakukan rebahilitasi maka Nilai kerugian dari lahan kritis akan menyebabkan erosi. PeNilaian Nilai ekonomi kerusakan DAS Citarum diestimasi dengan pendekatan biaya konservasi lahan baik konservasi secara vegetatif maupun sipil teknis. Biaya konservasi vegetasi yang di lakukan oleh perhutani adalah dengan pemberian dana konservasi lahan di daerah lahan kritis rata-rata Rp. 2.000.000 per hektar. Biaya konservasi dan pencegahan kerusakan DAS dengan pendekatan sipil teknis adalah biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan bangunan penahan erosi cek DAM. Untuk menghitung biaya pengganti pembuatan Cek DAM sebagai pencegah erosi dengan menggunakan asumsi sebagai berikut: a. Satu Cek Dam mampu menahan atau mencegah erosi seluas 50 hektar. b. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu buah Cek DAM dengan ukuran tinggi 6 meter dan luasan 0,5-1 ha adalah Rp. 35.000.000 biaya pembuatan Cek DAM tahun 19921993 pada Nilai 1 US = Rp. 2.340, atau setara dengan Rp. 88.500.000 pada Nilai 1 US = Rp. 9000 tahun 2004. c. Jangka usia ekonomis Cek DAM hanya mampu bertahan selama delapan tahun Nilai fungsi hutan sebagai pengendali erosi adalah sebesar US 283 per hektar pertahun 1 U = Rp.9000, maka estimasi Nilai ekonomi fungsi ekologis hutan sebagai pencegah erosi di lokasi penelitian diperkirakan sebesar Rp. 2.547.000 per hektar per tahun. Luas hutan yang ada dilokasi penelitian adalah 178.4 hektar, maka Nilai fungsi hutan sebagai pencegah erosi secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp.454.384.800. Nilai total discounted cost dari dampak terjadinya erosi tanah diestimasi sebesar Rp 1.7 milyar Discount Rate = 10, data disajikan Tabel 22.