Daerah Aliran Sungai TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN METODE ANALISIS

b. Meyakinkan terusnya stabilitas dan produktifitas tanah, kelangsungan suplai air serta pemeliharaan tumbuhan permukaan yang sesuai dan produktif. c. Meyakinkan bahwa tanah dalam daerah tangkapan air digunakan sesuai dengan kapasitasnya, dengan tetap memelihara kemungkinan penggunaan di masa depan.

2.5. Kebijakan dan Pengelolaan Konservasi

Kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya khususnya hutan dan lahan yang berorientasi eksploitasi dan sentralistik untuk mencapai pertumbuhan akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak peningkatan kesejahteraan tidak tercapai yang diakibatkan karena proses marginalisasi masyarakat hutan untuk memperoleh akses manfaat sumberdaya, sehingga yang terjadi adalah kemiskinan dan kesenjangan. Kondisi yang demikian seringkali menyebabkan proses degradasi baik aspek luasan maupun produktivitas sumberdaya, sehingga pengelolaannya yang optimal dan lestari tidak dapat dipertahankan. Laju degradasi kawasan hutan di Indonesia diperkirakan 1,5 juta ha pertahun, sedangkan data realisasi reboisasi dan rehabilitasi hutan 50.000 sd 70.000 hektar pertahun. Laju kegiatan penghijauan berkisar 400.000 sd 500.000 hektar pertahun. Berdasarkan data tersebut terlibat bahwa upaya rehabilitasi yang dilakukan selama ini tidak mampu memulihkan kondisi lahan dan hutan yang rusak. Kecendrungan dari keadaan ini akan terus bertambah dan laju degradasi lahan semakin mengkhawatirkan. Kondisi yang demikian ini apabila tidak diperhatikan secara serius, sumberdaya hutan dan lahan serta lingkungan akan menjadi tidak menentu menuju krisis yang berkepanjangan. Menurut Alikodra 2001, pengelolaan kawasan konservasi adalah serangkaian upaya penetapan, pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan konservasi. Pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan dengan kebijakan umum pengelolaan kawasan konservasi sebagai berikut i mengupayakan terwujudnya tujuan dan misi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yaitu : perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, ii meningkatkan pendayagunaan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem kawasan konservasi dan hutan lindung untuk kegiatan yang menunjang budidaya. Jenis kegiatannya mencakup pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada kawasan konservasi, iii memberdayakan peran serta masyarakat di sekitar kawasan konservasi dan hutan lindung melalui pembinaan masyarakat untuk berperan aktif dalam setiap konservasi dan upaya peningkatan kesejahteraan, iv keterpaduan dan koordinasi untuk mencapai pembangunan kawasan konservasi yang integral dengan pembangunan sektor lain di sekitarnya sehingga kegiatan pembangunan tersebut dapat terselenggara secara selaras, serasi dan seimbang, v pemantauan dan evaluasi fungsi kawasan untuk mengetahui keefektifan pengelolaan dan penentuan arah kebijakan pengelolaan selanjutnya. Pengelolaan sumberdaya alam yang luas yang menekankan pada perlindungan dan pengawasan sumberdaya alam secara rasional dan bijaksana merupakan konsep dari konservasi. Selain itu juga tujuan dari konservasi menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya alam, yang sekarang bila kawasan itu dilindungi, dirancang dan dikelola dengan tepat, dapat memberikan devisa negara. Oleh karena itu konservasi memegang peranan penting dalam pembangunan sosial ekonomi di lingkungan perdesaan dan turut menyumbangkan peningkatkan kesejahteraan ekonomi pusat-pusat perkotaan serta meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Konsep pengelolaan hutan bersama rakyat dengan cara memberikan kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat bukan hanya untuk mengakses sumberdaya hutan lahan tetapi juga mendorong lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan hutan secara kesinambungan. Keberadaan hutan yang pada umumnya dikelilingi oleh desa sekitar hutan ada sekitar 6.000 desa yang mengelilingi hutan jawa, dengan kondisi sosial ekonomi tergolong penduduk miskin menuntut adanya perubahan paragidma pengelolaan hutan Indonesia. Ichsan 2006, menyatakan kepemilikian lahan yang sempit, kemampuan teknologi yang masih rendah, kelangkaan modal dan akses pelayanan yang langka membuat penduduk desa sekitar hutan semakin sulit bangkit dari kemiskinan. Hal ini merupakan suatu pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan hutan. Teknik pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat lokal telah diupayakan dengan model yang sangat unik yang dikenal dengan sistem wanatani, talun dan kebun yang lebih mengedepankan keragaman hasil hutan bukan hanya berupa kayu, tetapi juga non kayu. Haeruman 2005, menyatakan secara umum model ini dikelompokan pada a budidaya pohon-pohonan bercampur tanaman perkebunan, tanaman makanan ternak, semak dan obat- obatan, b budidaya pohon-pohonan dengan tanaman makanan ternak dan ternak dan c budidaya pohon-pohonan dengan perikanan silvofishery. Agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan secara berkesinambungan dengan peningkatan produksi lahan yang menggabungkan tanaman pangan dan pohon-pohon hutan dan atau binatang secara simultan dalam kesatuan unit lahan yang sama serta mengaplikasikan manajemen praktis yang komtiable dengan budaya masyarakat setempat. Agroforestry wanatani sendiri menurut Perum Pehutani 1992, merupakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada lahan yang sama dan yang bersamaan atau berurutan dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta. Menurut Nair 1992, konsep kunci dari wanatani adalah i mengkombinasikan produksi dari berbagai output melalui perlindungan sumberdaya sebagai dasarnya, ii menerapkan berbagai jenis pohon dan belukar sebagai bagian penting untuk menjaga lingkungan, iii lebih memperhatikan pada nilai sosial budaya masyarakat dari pada sistem penggunaan lahan, dan iv secara strukutal dan fungsional lebih kompleks dibandingkan dengan monokultur. Dengan kata lain wanatani adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang dilakukan dengan cara mengkombinasikan beragam jenis komoditas baik berupa tanaman keras, tanaman pangan ataupun ternak yang dilakukan pada