Konsep Konservasi Tanah TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN METODE ANALISIS

alam dan lingkungan. Bahkan Saunier dan Meganck 1995, menyatakan bahwa konservasi menjadi kunci keberhasilan dari kegiatan pembangunan. Dalam rangka mengimplentasikan strategi konservasi dan memudahkan pemahamannya, maka Alikodra 1990, mengembangkan konservasi melalui tiga prinsip : 1. Mengamankan save it, yaitu mengamankan ekosistem yang berarti genetik, spesies dan ekosistem dengan cara: menjaga penurunan kualitas dari komponen-komponen utama ekosistem, mengembangkan upaya mengelola dan pelindungan secara efektif, mengembalikan spesies-spesies yang telah hilang kepada habitat aslinya dan memeliharanya di bank genetik seperti kebun raya dan fasilitas ex-situ lainnya. 2. Mempelajari studi it, artinya melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai karakteristik sifat biologis, ekologis dan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini berarti sekaligus membina kesadaran akan nilai- nilai sumberdaya alam, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menghargai keanekaragaman alam serta memasukan isu-isu tentang sumberdaya dan ekosistemnya kedalam bagian kurikulum pendidikan. 3. Memanfaatkan use it, artinya melakukan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan seimbang, agar terus dapat dikembangkan dengan teknik-teknik pemanfaatan sumberdaya alam hanya untuk memperbaiki kehidupan umat manusia dan memberikan jaminan bahwa sumber-sumber ini dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan bijaksana. Konservasi tanah dan air adalah usaha-usaha untuk menjaga tanah tetap produktif atau memperbaiki tanah yang rusak karena erosi agar menjadi lebih produktif, dan usaha-usaha agar air dapat lebih banyak tersimpan didalam tanah sehingga dapat digunakan tanaman dan mengurangi terjadinya banjir dan erosi. Salah satu dasar dalam konservasi tanah dan air adalah menggunakan tanah sesuai dengan kemampuannya. Tujuan konservasi hutan tanah dan air serta lingkungan akan selalu terkait dengan kegiatan rehabilitasi penanaman vegetasi sebagai salah satu komponen ekosistem dan keseimbangan dengan masyarakat setempat. Secara umum tujuan rehabilitasi hutan, tanah dan air adalah i meningkatkan kualitas dan fungsi hutan dan lahan secara optimal sebagai sarana produksi, tata air dan perlindungan lingkungan, ii meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan memanfaatkan lahan dan hutan. Sedangkan sasaran kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan diarahkan kepada i kawasan hutan yang rusak ii lahan yang tidak produktif lahan kritis, iii kawasan hutan yang fungsinya belum optimal, iv daerah rawan pangan, kebakaran hutan dan daerah yang terganggu fungsi hidro-orologisnya. Petani di perdesaan sebagai salah satu aktor yang diharapkan berperan dalam konservasi tanah dan air. Oleh karena itu dalam kegiatan konservasi tersebut harus diberi kesempatan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Kegiatan penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki lahan kritis diluar kawasan hutan negara agar berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media tata air yang baik, serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lahan sesuai dengan peruntukannya. Jadi penghijauan selain mempunyai dimensi konservasi tanah dan air juga berdimensi terhadap pendapatan masyarakat peningkatan produksi. Jenis dan macam kegiatan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu : 1 kegiatan yang bersifat vegetatif dengan penanaman tumbuh-tumbuhan misalnya dengan pembuatan hutan rakyat HR atau pembuatan kebun rakyat KR serta 2 kegiatan yang bersifat sipil teknis dengan membangun bangunan penahan erosi seperti terassering, pembuatan bangunan terjunan air drop dam pengendalian DPi dan dam penahan DPa. Disamping itu pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan petani melalui pelatihan petani, pembuatan unit percontohan juga diperhatikan. Prasetyo 2005, menegaskan bahwa upaya untuk menekan laju kerusakan DAS dapat dilakukan dengan cara pendekatan sipil teknis danatau pendekatan vegetatif. Pendekatan sipil teknis adalah upaya pengendalian laju kerusakan DAS dengan membangun bangunan-bangunan, misalnya dam, tanggul dan sumur resapan. Sedangkan pendekatan vegetatif adalah upaya penanaman jenis-jenis tanaman yang mampu mengurangi laju kerusakan DAS dengan teknik budidaya yang benar. Pendekatan sipil teknis sering mengalami kendala seperti ketersediaan dana, dan umur bangunan sangat pendek karena tingkat erosi yang sangat tinggi. Pendekatan vegetatif dengan introduksi tanaman yang bernilai ekonomi tinggi akan lebih efektif. Pendekatan ini mampu menyelesaikan dua permasalahan yaitu upaya konservasi tanah dan air, serta peningkatan pendapatan masyarakat. Pengelolaan suatu DAS sampai saat ini belum sepenuhnya dilakukan secara baik, karena menyangkut berbagai elemen yang terlibat didalammnya, salah satunya adalah institusi yang menangani belum tertata dengan baik. Dalam kajian yang dilakukan oleh Kartodihardjo et.al 2000, dijelaskan bahwa dalam pengelolaan DAS yang juga penting adalah menyangkut pembenahan institusi yang mengelola DAS dan konservasi tanah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan antara lain i pengelolaan DAS dan konservasi tanah merupakan satu kegiatan, dimana didalamnya terlibat berbagai unsur formal, baik instansi pemerintah maupun non-pemerintah, ii perencanaan pengelolaan DAS dan konservasi tanah yang dikembangkan masih belum sepenuhnya diintregrasi kedalam perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah dan belum banyak melibatkan peran serta masyarakat melalui pendekatan partisipatif dalam pengelolaan lahan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaiannya, iii infrastruksutur fisik dan sosial di bagian hulu relatif lebih rusak dibandingkan di daerah hilir DAS. Hal ini dikarenakan di masa lalu usaha pembangunan pertanian telah lebih terkonsentrasi di daerah ”lowland” sehingga dataran tinggi dan hulu DAS tidak di untungkan dari program-program yang didanai oleh pemerintah, iv keterbatasan kepemilikan lahan pertanian menyebabkan lahan yang di garap petani dapat dijadikan sebagi satu-satunya tumpuan atau penompang kebutuhan dasar kehidupan masyarakat miskin di perdesaan. Demikian juga halnya dengan cara pengelolaan lahan yang masih memungkinkan terjadinya kondisi tanah garapan yang rawan erosi. Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan Arsyad, 2000. Berdasarkan asas ini ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu 1 menutup tanah dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman atau sisa tanamantumbuhan agar terlindung dari daya perusak butir- butir hujan yang jatuh, 2 memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran agregat dan terhadap pengangkutan, serta lebih besar dayanya untuk menyerap air permukaan tanah, dan 3 mengatur air aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinflitasi ke dalam tanah. Arsyad 2000, metode konservasi tanah dapat dibagi tiga golongan utama, yaitu 1 metode vegetatif 2 metode mekanik dan 3 metode kimia dan dalam penerapannya dapat dilaksanakan salah satu, dua atau kombinasi dari ketiga jenis metode tersebut. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisinya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan dan erosi. Dalam konservasi tanah dan air metode vegetatif mempunyai fungsi a melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, b melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, dan c memperbaiki kapasitas inflitasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besaran aliran permukaan. Termasuk di dalam metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air adalah 1 penanaman tumbuhan dan atau tanaman yang menutupi tanah secara terus menerus, 2 penamanan dalam strip strip cropping, 3 pengiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah conservation rotation, 4 system pertanian hutan agroforestry, pemanfaatan sisa tanaman atau tumbuhan residu management dan 6 penaman saluran-saluran pembuangan dengan rumput vegetated atau grassed waterways Metode mekanik adalah semua perlakukan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan mengingkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik adalah 1 pengolahan tanah tillage, 2 pengolahan tanah menurut kontur counter cultivation, 3 guludan dan gulugan bersaluran menurut kountur, 4 teras, 5 dan penghambatan check dam, waduk balong farm ponds, rorak, tanggul, dan 6 perbaikan drainase dan irigasi. Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia sintetis atau alami, kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Dalam pembentukan struktur tanah butir-butir terikat satu sama lain menjadi agregrat. Model konservasi telah banyak dikemukan oleh berbagai sumber maupun ahli. Seperti dikemukan oleh Direktorat Konservasi Tanah 1993, bahwa model penanganan lahan kering dengan konservasi di kembangkan usahatani konservasi dengan anjuran menggunakan sistem tanam tumpang sari dan sistem tanaman sisipan antara tanaman pangan, tanaman keraskayu- kayubuah-buahan, rumput pakan ternak yang dapat mempertinggi efisiensi penggunaan lahan dan waktu yang tersedia.

2.4. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai DAS merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya tanah, air, dan vegetasi serta manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam dengan segala interaksinya yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan kemudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama. Interaksi tersebut digambarkan dalam bentuk keseimbangan masukan dan keluaran yang mencirikan keadaan hidrologis DAS. Kualitas ekosistem DAS dapat dilihat dari output ekosistem tersebut dan secara fisik antara lain dapat diukur dari besarnya erosi, sedimentasi, aliran permukaan, fluktuasi debit dan produktivitas lahan. Secara umum DAS dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase tinggi, kemiringan lereng yang tinggi 15 dengan jenis vegetasi tegakan hutan Asdak 2002. Bagian hilir DAS dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase kecil, kemiringan lereng kecil 8, sebagian diantaranya merupakan daerah banjir, dan didominasi jenis vegetasi tanaman pertanian. Bagian tengah DAS merupakan daerah transisi di antara DAS hulu dan DAS hilir. Ketiga bagian DAS ini mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS Asdak 2002. Bagian DAS hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biogeofisik melalui daur hidrologi. Hubungan antara masukan dan keluaran dari DAS yang bersangkutan dapat digunakan untuk menganalisis dampak suatu kegiatan pada lingkungan, terutama pengaruhnya di daerah hilir. Secara tidak langsung DAS dapat dipandang sebagai suatu ekosistem yang menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Barang yang dihasilkan oleh komponen DAS yaitu yang dapat diukur berupa produktivitas, sedangkan jasa merupakan produk ekonomis dari DAS yang tidak dapat diukur. Oleh karenanya dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya keseimbangan antara kepentingan ekosistem dengan kepentingan ekonomi sehingga bisa memberikan manfaat secara berkelanjutan. Usaha konservasi di daerah aliran sungai bagian hulu ditujukan pada sumberdaya tanah dan air. Dalam arti luas, konservasi termasuk juga usaha rehabilitasi dan reklamasi, yaitu upaya membawa lahan kritis atau marjinal menjadi lebih subur dan lebih produksi yang dapat dipertahankan kesuburannya Sukmana et.al 1990. Lebih lanjut dikatakan oleh Yasin et.al 1997, bahwa konservasi dan rebailitasi di daerah aliran sungai perlu ditingkatan melalui pendekatan pengelolaan terpadu daerah aliran sungai DAS atau daerah tangkapan air chantmat area, dan yang dimaksud dengan daerah tangkapan air dalam penelitian ini adalah daerah yang miliki kemiringan lahan antara 8 sampai 40. Pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu meliputi penggunaan terpadu atas tanah, air tumbuhan serta sumber-sumber fisik dan berbagai kegiatan lain dalam daerah tangkapan, untuk menyakinkan bahwa proses perusakan dan erosi tanah dapat dikurangi seminimal mungkin. Tujuan khusus pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu adalah Mitchell et.al, 2000: a. Meningkatkan efektifiktas koordinasi kebijakan dan tindakan dari departemen terkait, pengrusakan serta individu yang berkaitan dengan usaha-usaha konservasi, penggunaan daerah tangkapan air yang berkelanjutan, termasuk tanah, air dan tumbuhan. b. Meyakinkan terusnya stabilitas dan produktifitas tanah, kelangsungan suplai air serta pemeliharaan tumbuhan permukaan yang sesuai dan produktif. c. Meyakinkan bahwa tanah dalam daerah tangkapan air digunakan sesuai dengan kapasitasnya, dengan tetap memelihara kemungkinan penggunaan di masa depan.

2.5. Kebijakan dan Pengelolaan Konservasi

Kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya khususnya hutan dan lahan yang berorientasi eksploitasi dan sentralistik untuk mencapai pertumbuhan akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak peningkatan kesejahteraan tidak tercapai yang diakibatkan karena proses marginalisasi masyarakat hutan untuk memperoleh akses manfaat sumberdaya, sehingga yang terjadi adalah kemiskinan dan kesenjangan. Kondisi yang demikian seringkali menyebabkan proses degradasi baik aspek luasan maupun produktivitas sumberdaya, sehingga pengelolaannya yang optimal dan lestari tidak dapat dipertahankan. Laju degradasi kawasan hutan di Indonesia diperkirakan 1,5 juta ha pertahun, sedangkan data realisasi reboisasi dan rehabilitasi hutan 50.000 sd 70.000 hektar pertahun. Laju kegiatan penghijauan berkisar 400.000 sd 500.000 hektar pertahun. Berdasarkan data tersebut terlibat bahwa upaya rehabilitasi yang dilakukan selama ini tidak mampu memulihkan kondisi lahan dan hutan yang rusak. Kecendrungan dari keadaan ini akan terus bertambah dan laju degradasi lahan semakin mengkhawatirkan. Kondisi yang demikian ini apabila tidak diperhatikan secara serius, sumberdaya hutan dan lahan serta lingkungan akan menjadi tidak menentu menuju krisis yang berkepanjangan. Menurut Alikodra 2001, pengelolaan kawasan konservasi adalah serangkaian upaya penetapan, pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan konservasi. Pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan dengan kebijakan umum pengelolaan kawasan konservasi sebagai berikut i mengupayakan terwujudnya tujuan dan misi