Luas Lahan Pekerjaan Sampingan

Gambar 7. Pohon Nilai Value Tree Alternative Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS Hasil analisis prime untuk value tree, menunjukkan bahwa aspek ekonomi, merupakan prioritas pertama dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum. Prioritas kedua yakni aspek sosial budaya dan aspek ekologilingkungan serta untuk prioritas berikutnya, adalah aspek kelembagaan. Aspek ekonomi merupakan pertimbangan utama mengingat konsep pengelolaan sumberdaya alam yang harus memberikan Nilai signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Mengingat kompleksitas aktifitas yang berada di Hulu DAS Citarum, maka atribut dalam pengelolaan konservasi lahan tersebut diklasifikasikan kedalam tiga scenario utama yakni yang menyangkut: status quo scenario kondisi saat ini, economic-driven scenario skenario dengan bobot ekonomi yang besar dan environmetal-driven scenario skenario dengan bobot lingkungan yang besar. Pengambilan skenario kondisi saat ini adalah untuk melihat pelaksanaan konservasi pada keadaan sekarang eksitising, economic-driven dengan mempertimbangkan pelaksanaan konservasi yang berorientasi meningkatkan ekonomi dari kegiatan konservasi yang dilihat dari tingkat pendapatan responden dan juga sumbangan pemerintah sebagai pembuat kebijakan terhadap pembangunan wilayah disekitar konservasi. Untuk skenario enverioment-driven ini mempertimbangkan pelaksanaan konservasi dengan memperhatikan lingkungan sebagai kunci keberlanjutan dari pengelolaan sumberdaya alam. Hasil value interval selang nilai, menunjukkan pengelolaan konservasi lahan yang mengarah ke mendominasi economic driven bobot ekonomi yang besar nilai manfaat yang diarahkan ke environment driven bobot lingkungan yang besar. Namun bila dibandingkan dengan kondisi saat ini, maka kedua kategori tersebut environment driven bobot lingkungan yang besar dan economic driven bobot ekonomi yang besar lebih dominan. Hal ini menggambarkan bahwa pengelolaan yang diarahkan pada perhatian akan lingkungan dan ekonomi lebih dominan ketimbang pengelolaan yang ada saat ini. Value Intervals: pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS citarum Value 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0.7 0.65 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 Al te rn a ti v e s status Quo ekonomic driven enverioment driven 0.033 ... 0.139 0.632 ... 0.967 0.756 ... 0.967 Gambar 8. Selang Nilai value interval Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Desa Sukamanah Pelaksanaan konservasi dengan menekankan pada tiga skenario untuk aspek ekonomi bila bobot yang tinggi tersebut diarahkan pada perbaikan ekonomi dalam pengelolaan konservasi lahan, maka skenario economic driven bobot ekonomi yang besar dan environment driven bobot lingkungan yang besar, memiliki selang nilai yang sama, sedang untuk pengelolaan saat ini kondisi saat ini sangat jauh berbeda. Selang nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 berikut. Gambar 9. Selang Nilai value interval Perbaikan Ekonomi dalam Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum, Sukamanah Namun, apabila bila bobot yang tinggi tersebut diarahkan pada perbaikan sosial dalam pengelolaan konservasi lahan, maka skenario environment driven bobot lingkungan yang besar, dan skenario economic driven bobot ekonomi yang besar memiliki selang nilai yang hampir sama. Nilai selang nilai tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. Value Intervals: Sosial budaya Value 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 Al te rn a ti v e s status Quo ekonomic driven enverioment driven 0.033 ... 0.139 0.035 ... 0.272 0.038 ... 0.272 Gambar 10. Selang Nilai value interval Perbaikan Sosial dalam Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Sukamanah Selanjutnya, bila bobot yang tinggi tersebut diarahkan pada perbaikan ekologi dalam pengelolaan konservasi lahan, maka kondisi yang terjadi hampir sama dengan pengelolaan konservasi lahan dengan penekanan pada aspek sosial, dimana skenario economic driven bobot ekonomi yang besar dan environment driven bobot lingkungan yang besar memiliki selang nilai yang hampir sama Value Intervals: Ekonomi Value 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 A lt e rn at ives status Quo ekonomic driven enverioment driven 0 ... 0 0.228 ... 0.449 0.228 ... 0.449 dengan nilai bobot tertinggi adalah 0,373. Nilai selang tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 berikut Value Intervals: Ekologilingkungan Value 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 A lt er n at ives status Quo ekonomic driven enverioment driven 0 ... 0 0.123 ... 0.373 0.188 ... 0.373 Gambar 11. Selang Nilai value interval Perbaikan Ekologi dalam Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Sukamanah Bila bobot yang tinggi tersebut diarahkan pada perbaikan kelembagaan dalam pengelolaan konservasi lahan, skenario economic driven bobot ekonomi yang besar dan environment driven bobot lingkungan yang besar memiliki nilai bobot yang sama. Nilai selang nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. berikut. Value Intervals: kelembagaan Value 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 A lt e rn at ives status Quo ekonomic driven enverioment driven 0 ... 0 0.102 ... 0.284 0.102 ... 0.284 Gambar 12. Selang Nilai value interval Perbaikan Kelembagaan dalam Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Sukamanah 5.5.1 Skor Pembobotan Weighted Untuk menentukan pentingnya atribut satu terhadap atribut yang lain, maka dilakukan pembobotan weighted. Penentuan bobot berdasarkan pada indikator-indikator yang ada. Dalam konservasi lahan, nilai bobot yang diperoleh disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 25. Prioritas Alternatif Konservasi Lahan Selang Nilai Alternatif Pemanfaatan Bobot Kriteria Ekonomi Peningkat Pendapatan 0.215 1 Sumbangan PAD 0.158 2 Akses Pasar 0.121 3 Sosial Penyerapan Tenaga Kerja 0.146 2 Persepsi masy thd konsv 0.154 1 Konflik sosial 0.139 3 Ekologi Mencegah Erosi 0.058 2 Penyerapan air tanah 0.123 1 Kelembagaan Peran kelembagaan 0.147 2 Lembaga Permodalan 0.16 1 Sumber : Hasil Analisis MCDM, 2007 Berdasarkan hasil yang diperoleh, bahwa dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, perhatian utama harus diarahkan pada aspek ekonomi dengan atribut peningkatan pendapatan dengan bobot 0.215 untuk aspek sosial bobot yang perlu diperhatikan adalah persepsi masyarakat terhadap konservasi yaitu dengan Nilai bobot adalah 0.154, untuk aspek ekologi atribut yang menjadi perhatian utama adalah penyerapan air tanah dengan Nilai bobot 0.123 dan untuk aspek yang terakhir aspek kelembagaan maka atribut yang perlu diperhatikan adalah lembaga permodalan 0.160. Hasil analisis MCDM menggunakan PRIME didapat hasil pengelolaan konservasi dilihat dari aspekindikator ekonomi, sosial, ekologi dan kelembagaan. Untuk aspek ekonomi yang dijadikan driven arahan dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, maka atribut pendapatan dalam hal ini adalah pendapatan petani harus menjadi perhatian utama karena pendapatan mempunyai bobot Nilai yang paling tinggi yaitu 0,215, kemudian atribut sumbangan pendapatan asli daerah 0,158 dan atribut akses pasar 0,121. Nilai bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 13 berikut. Weights: Ekonomi Values 0.2 0.15 0.1 0.05 S uba tt ri but e s Akses Pasar Sumbangan PAD Pendapatan 0.038 ... 0.121 0.052 ... 0.158 0.123 ... 0.215 Gambar 13. Nilai Bobot dengan Aspek Ekonomi sebagai Arahan driven Pengelolaan Konservasi Lahan Hulu DAS, Sukamanah Pendapatan petani menjadi sangat penting, mengingat bahwa konservasi harus memberikan keuntungan yang besar terhadap masyarakat lokal. Umumnya masyarakat lokal di Desa Sukamanah berprofesi sebagai petani. Dengan demikian, perhatian terhadap nasib petani, dengan upaya peningkatan taraf hidup melalui peningkatan pendapatan harus terus dilakukan. Pendapatan petani di Desa Sukamanah akan meningkat bila pengelolaan konservasi yang diterapkan tidak saja memperhatikan aspek ekonomi namun juga harus memperhatikan aspek ekologi dan aspek sosial, sehingga fungsi dari ekologis dan keberlanjutan dari sumberdaya alam tetap terjaga. Pengelolaan konservasi pada skenario kondisi saat ini ini tidak memperhatikan fungsi ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi sehingga peningkatan pendapatan masyarakat dalam pelaksanaan konservasi ini tidak ada perubahan yang signifikan. Pada skenario kondisi saat ini pendapatan petani semakin terpuruk karena adanya konflik yang terjadi sehingga menyebabkan minat masyarakat untuk ikut konservasi menjadi rendah sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani. Pelaksanaan konservasi ini memberikan peluang pada peningkatan pendapatan daerah karena dengan adanya konservasi lahan sumbangan pendapatan daerah dari sektor kehutanan akan meningkat sehingga perolehan pendapatan daerah dari sektor kehutanan untuk jangka panjang dapat meningkat begitu juga dari hasil non hutan. Kontribusi dari pengelolaan konservasi lahan tidak hanya dari hasil kayu tetapi juga hasil dari non kayu seperti terjaganya fungsi ekologis dari hutan pada kawasan konservasi. Bila aspek sosial dijadikan driven arahan dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, maka atribut penyerapan tenaga kerja, persepsi masyarakat terhadap konservasi dan terakhir adalah atribut konflik sosial. Pada aspek sosial atribut yang paling dominan adalah persepsi masyarakat terhadap konservasi dengan Nilai bobot berada antara 0,033 sampai 0,145. Persepsi masyarakat terhadap konservasi menjadi penting dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, sebagai upaya dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kawasan sehingga konservasi dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan juga memberikan manfaat kepada masyarakat dalam meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian masyarakat dapat mempertahankan hidup dengan tidak merusak kawasan konservasi. Nilai bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Weights: Sosial budaya Values 0.15 0.1 0.05 S ubat tr ibut es Penyerapan tenaga kerja Konf lik sosial Persepsi terhadap konservasi 0.033 ... 0.146 0.033 ... 0.139 0.033 ... 0.154 Gambar 14. Nilai Bobot dengan Aspek Sosial sebagai Driven arahan Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Sukamanah Aspek ekologi yang dijadikan driven arahan dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, maka atribut penyerapan air tanah menjadi perhatian utama, kemudian atribut mencegah erosi. Nilai bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. berikut. Gambar 15. Nilai Bobot dengan Aspek Ekologi sebagai Driven arahan Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Sukamanah Untuk aspek ekologi, penyerapan air tanah menjadi perhatian utama dan upaya mencegah erosi merupakan perhatian berikutnya. Penyerapan air tanah merupakan langkah preventif dan bersifat alamiah. Langkah ini dapat ditempuh dengan tetap menjaga luas kawasan konservasi dan bila memungkinkan untuk melakukan penambahan area konservasi sebagai upaya peningkatan area serapan air cacthment area. Hal tersebut dapat mencegah terjadi erosi tanah, terutama pada waktu musim hujan, dimana lapisan tanah bagian atas top soil, akan mudah terangkut oleh air, akibat minimnya area serapan air. Bila aspek kelembagaan dijadikan driven arahan dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, maka atribut lembaga permodalan menjadi perhatian utama, kemudian atribut peran kelembagaan. Untuk nilai bobot lembaga permodalan berkisar antara 0,058 sampai 0.16 dan untuk peran kelembagaan, dari hasil pembobotan terlihat antara 0,039 sampai 0.147. Nilai bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 16. berikut. Weights: Ekologilingkungan Values 0.2 0.15 0.1 0.05 S u ba tt ri but e s Mencegah Erosi Penyerapan air tanah 0.058 ... 0.176 0.123 ... 0.215 Weights: kelembagaan Values 0.15 0.1 0.05 S u ba tt ri b ut e s Peran kelembagaan lembaga permodalan 0.039 ... 0.147 0.058 ... 0.16 Gambar 16. Nilai Bobot dengan Aspek Kelembagaan sebagai Driven arahan Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS, Sukamanah Lembaga permodalan menjadi sangat penting dalam pengelolaan konservasi lahan karena lembaga ini diharapkan memberikan bantuan modal bagi petani, karena modal merupakan suatu unsur utama dalam melakukan usaha pertanian. Pada lembaga permodalan yang dibahas adalah lembaga permodalan yang ada di lokasi penelitian dibuat atas swadaya masyarakat setempat. Bentuk dari lembaga permodalan ini adalah Koperasi Bina Masyarakat Tani Amanah Koperasi BMT Amanah. Koperasi ini merupakan satu-satunya lembaga permodalan yang ada di lokasi penelitian yang dibentuk dengan modal awal yang sangat minim yaitu Rp. 7.650 berasal dari infak anggota kelompok tani. Namun dalam waktu satu tahun koperasi ini telah mempunyai modal Rp. 270 juta. Dengan jumlah modal yang ada maka koperasi ini mampu memberikan pinjam kepada petani guna meningkatkan modal dalam usahatani. Jumlah pinjaman yang diberikan adalah dari Rp.500.000 sampai Rp.3.000.000. sistem pinjaman yang diterapkan adalah dengan sistem bagi hasil dengan bunga antara 2,5 sampai 3. Hasil dari wawancara, masyarakat mengharapkan Perhutani sebagai pelaksana konservasi dapat berperan dalam membantu dalam pengadaan bibit dan persemaian jenis-jenis kayu, Perhutani juga dapat berperan sebagai mitra bagi masyarakat dalam memberikan insentif kepada masyarakat yang telah menjaga keberhasilan penanaman pohon dari tahun ke tahun. Bentuk insentif ini dapat berupa pinjaman yang dapat diberikan secara bertahap atau juga perolehanpemanfaatan hasil hutan dari non kayu di kawasan konservasi. Sebanyak 75 responden yang berada di lokasi penelitian mengatakan bahwa peran kelembagaan yang berada dilokasi penelitian kurang berperan, ini terlihat dari kurangnya penyuluhan yang diberikan oleh instansi terkait kepada petani dalam pelakasanaan konservasi. Hal lain adalah kurang tanggapnya dalam menanggapi permasalahan yang dihadapi oleh petani di lapangan. Sehingga menimbulkan dampak tidak aktifnya petani dalam penyerapan informasi baik mengenai konservasi maupun tentang inovasi dan penerapan teknologi. Mengingat banyaknya Selang Nilai yang overlap antara satu indikator dengan yang lainnya, maka harus dilakukan analisis dominance sebagai tahap penentuan alternatif terbaik yang memungkinkan dari seluruh kombinasi alternatif yang ada. Hasil analisis dominance ditunjukkan pada Tabel 26 berikut. Tabel 26. Matriks Dominance untuk Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum, Desa Sukamanah. Scenario Kondisi saat ini Bobot Ekonomi Bobot Lingkungan Kondisi saat ini X Bobot Ekonomi X Bobot Lingkungan X Hasil analisis dominance seperti yang tampak pada tabel 26 diperoleh bahwa skenario pengembangan ekonomi dan pengendalian lingkungan lebih mendominasi dari pada skenario enviroment driven Nilai bobot lingkungan yang besar. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yakni peningkatan Nilai ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Tabel 27. Aturan Keputusan Decision Rules untuk Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum Scenario Maximax Maximin Central values Minimax Regret Kerugian Terkecil Kondisi saat ini 0.935 Bobot Ekonomi 9 0.301 Bobot Lingkungan 9 9 9 9 0.000 Untuk menentukan alternatif terbaik, maka dilakukan analisis decision rules . Dalam analisis ini disajikan maximax, maximin, central values, minimax dan possible loss kerugian terkecil. Maximax disebut juga keputusan optimis dimana diasumsikan semua keputusan berdasarkan nilai yang berada pada atau dekat dengan batas tertinggi dari value interval nilai selang. Sebaliknya maximin merupakan keputusan pesimis yang mengasumsikan bahwa jika skenario terburuk terjadi, maka alternatif yang dipilih adalah alternatif yang memiliki Nilai tengah yang paling besar Fauzi, 2002. Hasil analisis, secara rinci tampak pada Tabel 27 di atas. Berdasarkan hasil analisis aturan keputusan decision rules, seperti pada Tabel 22, diperoleh bahwa pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum, Sukamanah akan lebih baik bila, kegiatan pengelolaan terlebih dahulu diarahkan pada aspek pengendalian lingkungan enviromental driven ini terlihat dari possible loss yang paling kecil yaitu 0,000 dan bila alternatif yang dipilih adalah environment driven menjadi perhatian utama, maka akan memiliki possible loss kemungkinan kerugian ekonomi yang merupakan berkurangnya manfaat enviroment yang diperoleh paling kecil, kemudian pengembangan secara ekonomi economic driven 5.6. Implikasi Kebijakan Berdasarkan analisis terhadap tiga skenario alternatif kebijakan pengelolaam konservasi lahan di hulu DAS Citarum dengan menggunakan analisis multikriteria, prioritas pengelolaan untuk masa yang akan datang adalah diterapkannya sebagai konservasi. Kebijakan ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan konsekuensi dalam berbagai aspek yaitu, sosial, ekonomi, dan ekologi. Secara sosial penetapan kawasan konservasi harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain adalah diterima secara sosial, melestarikan budaya dan tradisi setempat, serta dapat mengeliminasi konflik kepentingan pemanfaatan lahan. Secara ekonomi harus dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Adapun secara aspek ekologi pengelolaan sumberdaya alam di Hulu DAS Citarum harus memiliki keanekaragaman ekosistem lingkungan yang tidak mengalami kerusakan, degradasi lahan, serta kawasan yang berperan sebagai daerah tangkapan air untuk wilayah hulu maupun hilir. Berikut ini adalah uraian secara terperinci mengenai impikasi kebijakan konservasi. Masing-masing implikasi ini akan menguraikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dengan penetapan hulu DAS Citarum sebagai kawasan konservasi.

5.6.1. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat

Penetapan konservasi harus memerlukan partisipasi masyarakat dan harus diterima oleh masyarakat lokal. Pengertian masyarakat dalam terminologi ini tidak hanya terbatas pada masyarakat konservasi, tetapi juga seluruh pihak yang berkepentingan terhadap konservasi. Penerimaan terhadap konservasi pada gilirannya akan menciptakan partisipatif aktif dari masyarakat dalam keikutsertaan untuk melakukan kegiatan konservasi di Hulu DAS Citarum. Untuk mewujudkan penerimaan masyarakat tersebut perlu sosialisasi yang kontinyu mengenai hal perencanaan dan pelaksanaan konservasi secara sosial, ekonomi dan ekologi serta pengembangan wilayah. Dengan upaya tersebut diharapkan adanya persamaan terhadap persepsi mengenai pentingnya konservasi lahan di hulu DAS Citarum sebagai salah satu dari ciri pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Penerimaan masyarakat juga harus diperlukan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan sense of belonging terhadap konservasi sehingga muncul kesadaran untuk senantiasa aktif dalam melaksanakan konservasi. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan konservasi ini masih terdapat konflik antara masyarakat dan pihak pelaksana konservasi ini karena pihak pelaksana konservasi perhutani hanya memanfaatkan masyarakat sebagai buruh tanam di kawasan konservasi. Beberapa permasalahan mengenai pelaksanaan kawasan konservasi yang harus diselesaikan meliputi keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatanpengelolaan kawasan dan aksesibilias masyarakat khususnya harus ada kejelasan bahwa konservasi tidak saja memberikan keuntungan bagi pelaksana konservasi tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar dengan tidak ada larangan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonominya.

5.6.2. Nilai Ekonomis Kawasan

Nilai ekonomi lahan di Hulu DAS Citarum dalam konteks konservasi diperkirakan akan mengalami pengingkatan dibandingkan dengan kondisi saat ini. Hal ini terkait dengan fungsi konservasi sebagai daerah tangkapan air bagi tiga waduk besar di Jawa Barat. Logikanya adalah bila konservasi dikembangkan maka akan menjaga Nilai ekologis bagi daerah hulu dan hilir seperti: ketersediaan air, mengurangi sedimentasi sungai, penyerapan air tanah, pencegahan banjir. Hal lain yang dapat memberikan Nilai ekonomis terhadap kawasan adalah peningkatan jasa lingkungan bagi wilayah tersebut. Semakin tinggi perekonomian suatu wilayah yang dicirikan oleh tingginya kegiatan ekonomi per kapita dari jumlah penduduk maka akan semakin tinggi Nilai ekonomi yang diberikan oleh kawasan konservasi. Demikian juga pembangunan ekonomi regional akan semakin kuat dan berkelanjutan apabila pengelolaan konservasi semakin efektif, karena subsidi Nilai dari jasa ekologis kawasan konservasi semakin tinggi

5.6.3. Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah

Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang essensial bagi kelangsungan hidup manusia dan sumberdaya alam tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia namun juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan penduduknya dan pengembangan suatu wilayah. Tiap wilayah memiliki karakteristik sumber daya alam yang berbeda-beda sebagai faktor bawaan endowment. Pengelolaan sumberdaya alam harus dapat dilakukan dengan baik dan tepat untuk dapat memberikan manfaat berupa kesejahteraan dan kemajuan suatu wilayah dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri. Dari sisi pengelolaan wilayah hulu DAS, konsep dari konservasi yang pada dasarnya adalah sebagai upaya dalam pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam sebagai faktor pendukung utama dalam pembangunan. Pengendalian dan pemanfaatan pembangunan di wilayah hulu DAS yang berbasis pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan akan memberikan Nilai tambah, dengan demikian dinyatakan bahwa Nilai guna dari kawasan konservasi mendorong tambahan manfaat langsung melalui suatu proses efek pengganda multiplier effect. Misalnya adalah peningkatan Nilai guna berupa Nilai jasa lingkungan, Nilai ekonomi sumberdaya baik langsung maupun tidak langsung sehingga bukan saja manfaat ekonomi yang didapat tetapi juga manfaat ekologi dalam jangka panjang bagi wilayah itu sendiri. Dalam tataran pengembangan wilayah, konservasi akan memberikan Nilai tambah bagi pengembangan wilayah di Hulu DAS Citarum, karena diharapkan dari pengelolaan konservasi ini memberikan perubahan baik sehingga mengarahkan pengembangan wilayah kepada terjadinya ekonomi efieinsi, pemerataan equity dan keberlanjutan sustainability untuk masa yang akan datang. Selain potensi utama sebagai daerah tangkapan air untuk daerah hilir, konservasi di hulu DAS Citarum diperkirakan dapat menjadi salah satu penggerak ekonomi baik bagi masyarakat setempat maupun bagi ekonomi wilayah seperti ketersediaan air bagi tiga waduk besar di Jawa Barat juga bagi daerah hilir. Kawasan konservasi merupakan kawasan yang mampu mengakomodir dua kepentingan, yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan.

5.6.4. Institusi Pengelolaan

Selama ini pengelolaan sumberdaya alam di pulau Jawa di kelola oleh pihak Perhutani. Perum Perhutani merupakan penanggungjawab pengelolaan kawasan konservasi dalam rangka konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya berdasarkan undang-undang yang berlaku. sementara itu pemerintah daerah juga mendorong kepentingan untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya sebagai salah satu roda penggerak perekonomian wilayah. Sistem pengelolaan konservasi selama ini masih terdapat kelemahan khususnya keterpaduan kegiatan instansi dan lembaga yang berkaitan didalamnya sehingga dibutuhkan suatu paradigma baru untuk melakukan perubahan dalam sistem pengelolaan kawasan konservasi. Pengelolaan ini harus mencakup aspek sosial ekonomi, ekologi dan kebijakan. Usaha pengelolaan konservasi ini harus melibatkan pihak yang memiliki kepentingan di hulu DAS seperti pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan masyarakat, sektor swasta dan pihak-pihak lain.Disamping itu diperlukan komitmen kelembagaan yang kuat dari masing-masing stakeholder yang telibat.