176
oleh remaja, yaitu bagi perkembangan sosial remaja agar dapat bergaul dengan baik di dalam kelompok sosialnya maka diperlukan kompetensi
sosial yang berupa kemampuan dan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 137. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada periode masa remaja tengah dan akhir yaitu rentang usia 15-17 dan 18-21 tahun kompentensi sosial seseorang penting
dimiliki agar berhasil dalam pergaulan yang mencerminkan penerimaan sosial yang baik.
Pada responden yang memiliki penerimaan sosial rendah terhadap siswa difabel dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan dan konseling
dalam bidang bimbingan sosial. Menurut Saring Marsudi dkk. 2003: 85 pelayanan bimbingan sosial memiliki tujuan untuk membantu siswa dalam
kaitannya dengan lingkungan dan etika pergaulan sosial, dengan bidang pokok diantaranya adalah pengembangan kemampuan bertingkah laku dan
berhubungan sosial serta pengembangan hubungan yang harmonis dengan teman sebaya. Sehingga dalam hal ini guru BK berperan penting dalam
meningkatkan penerimaan sosial siswa terhadap siswa difabel di MAN Maguwoharjo.
Sehingga salah satu dari tujuan dari bimbingan dan konseling yaitu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara efektif Tohirin,
2007: 35-36 dapat lebih dioptimalkan apabila seluruh siswa MAN Maguwoharjo dapat menerima adanya siswa difabel di sekolah mereka.
Selain itu, adanya pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo yang
177
memiliki sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah
reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya Direktorat PLSB, 2004 dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Kolaborasi antara guru Bimbingan dan Konseling dan Guru Pendamping Khusus GPK dari Pendidikan Luar Biasa PLB diharapkan
dapat dilakukan di MAN Maguwoharjo sebagai salah satu sekolah inklusi di Yogyakarta. Dengan kolaborasi tersebut diharapkan akan lebih
membantu siswa difabel di sekolah, sehingga siswa difabel tidak mengalami kesulitan yang berarti di sekolah dan dapat mengoptimalkan
potensi yang dimiliki. Guru Pendamping Khusus GPK diharapkan selalu berada atau tetap di MAN Maguwoharjo.
F. Keterbatasan
Setelah dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian, peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari adanya keterbatasan.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah adanya siswa yang tidak serius dalam menjawab angket yang diberikan. Keterbatasan lain dari penelitian
ini ialah data tidak di cross check dengan teknik pengumpulan data yang lain.
178
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis terhadap hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian dengan analisis data kuantitaf
menunjukkan bahwa tingkat penerimaan sosial siswa yang rendah memiliki presentase yang lebih tinggi daripada tingkat penerimaan sosial siswa yang
tinggi yaitu 45,7 dan 35,7. Sementara tingkat penerimaan sosial siswa dengan kategori sangat tinggi memiliki presentase 7,1 dan tingkat
penerimaan sosial dengan kategori sangat rendah sama-sama memiliki presentase 7,1. Sedangkan menurut analisis data kualitatif yang didapat
dari alasan yang dikemukakan oleh responden pada setiap pernyataan menyatakan bahwa Siswa MAN Maguwoharjo pada umumnya menerima
keadaan siswa difabel terkait dengan ketunaan fisik yang dialami oleh siswa difabel, tetapi dapat disimpulkan pada kolom alasan responden memberikan
pernyataan bahwa mereka menerima siswa difabel di sekolah mereka, tetapi tidak setuju atau tidak menerima apabila siswa difabel memiliki sikap,
perilaku atau kepribadian yang negatif.H ipotesis “Terdapat variasi
penerimaan sosial terhadap siswa difabel di MAN Maguwoharjo” terbukti
kebenarannya melalui penelitian yang telah dilakukan.
179
B. Saran
Berdasarkan hasil secara keseluruhan dari penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran, diantaranya:
1. Guru Bimbingan dan Konseling Guru bimbingan dan konseling secara berkelanjutan
memberikan pemahaman dan layanan kepada siswa khususnya dalam bidang bimbingan sosial untuk meningkatkan tingkat
penerimaan sosial terhadap siswa difabel pada siswa yang masih memiliki tingkat penerimaan sosial yang rendah. Guru Bimbingan
dan Konseling juga dapat berkolaborasi dengan Guru Pendamping Khusus GPK dalam membantu siswa difabel.
2. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya dapat mengkaji cara meningkatkan
penerimaan sosial terhadap siswa difabel di sekolah inklusi. 3. Bagi Siswa
Siswa dapat mengetahui dan memahami variasi tingkat penerimaan sosial serta pentingnya penerimaan sosial terhadap
teman sebayanya, sehingga dapat memiliki tingkat penerimaan sosial yang tinggi terhadap anggota dalam kelompok sosialnya.
180
DAFTAR PUSTAKA Agoes Dariyo. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia. Anas Salahudin. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.
Andi Prastowo. 2014. Memahami Metode-metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praksis. Yogyakarta: Ar Ruz Media.
Anselm, Strauss Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Asmadi Alsa. 2003. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, J.P. 1995. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press. Dady Aji Prawira Sutarjo. 2014. Hubungan antara Interaksi Sosial Teman
Sebaya dengan Penerimaan Sosial pada Siswa Kelas X SMA N 9 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Deden Saeful Hidayat Wawan. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras. Jakarta: PT Luxima Metro Media.
Dedy Kustawan 2012. Bimbingan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Penerbit Luxima Metro Media.
Dodo Sudrajat Lilis Rosida. 2013. Pendidikan Bina Diri Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: PT Luxima Metro Media.
Edi Purwanta. 2012. Bimbingan dan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: UNY.
___________. 2002. Pendidikan Inklusi. Diakses pada 13 Februari 2015 pukul 18.30 WIB.
Ellah Siti Chalidah. 2005. Terapi Permainan Bagi Anak yang Memerlukan Layanan Pendidikan Khusus. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti.
Endang Rochyadi Zaenal Alimin. 2005. Perkembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas Dirjen
Dikti. Fibriana Anjaryati. 2011. Pendidikan Inklusi dalam Pembelajaran Beyond
Centers and Circles Times BCCT di PAUD Inklusi Ahsanu Amala Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
181
Frieda Mangungsong. 2011. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Spikologi LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu. Jakarta:
PT Luxima Metro Media. Hurlock, E.B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Husaini Usman Purnomo Setiady Akbar. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kartini Kartono. 2011. Patologi Sosial. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Lay Kekeh Marthan. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas
Dirjen Dikti. Mega Iswari. 2007. Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdiknas Dirjen Dikti. Misbach D. 2012. Seluk Beluk Tunadaksa Strategi Pembelajarannya.
Yogykarta: Javalitera. Mohammad Ali Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Mohammad Effendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: PT Bumi Aksara. Mohammad Takdir Ilahi. 2013. Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Muhammad Sugiarmin. 2009. Pendidikan Inklusif. Diakses pada tanggal 15
Februari 2015 pukul 14.25 WIB. Nani Triani Amir 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban
Belajar Slow Learner. Jakarta: PT Luxima Metro Media. Neuman, W. Lawrence. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: PT Indeks. Prayitno Erman Amti. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
PT Rineka Cipta. Rita Eka Izzaty dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY
Press.