Pengertian Different Ability Difabel

42 Dari beberapa pengertian oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa different ability difabel atau anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik fisik, mental maupun sosialnya berbeda dari kebanyakan rata-rata anak pada umumnya, perbedaan tersebut dapat bersifat permanen atau sementara.

5. Macam-macam Difabel

a. Tunanetra 1 Pengertian Sari Rudiyati 2002: 22 mengemukakan tunanetra pada hakekatnya adalah kondisi mata dria atau penglihatan yang karena sesuatu hal tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hal tersebut menyebabkan kondisi mata mengalami keterbatasan atau ketidakmampuan dalam melihat. Tunanetra sendiri didefinisikan sebagai keadaan atau kondisi dimana mata mengalami luka atau rusak, sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemmampuan persepsi penglihatan. Jadi, anak tunanetra dimaksud sebagai anak yang karena suatu hal mata penglihatannya mengalami luka atau kerusakan, baik struktural maupun fungsional, sehingga penglihatannya mengalami kondisi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. T. Sutjihati Somantri 2006: 65 mengemukakan anak tunanetra sebagai individu yang kedua indera penglihatannya 43 tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang yang awas. Tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi juga mencakup mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Dodo Sudrajat Lilis Rosida 2013: 9 menyakatan anak tunanetra sebagai anak yang memiliki gangguan atau kurang berfungsinya indera penglihatan mulai dari jarak enam meter untuk melihat sampai tidak dapat melihat cahaya. 2 Klasifikasi Menurut tingkat fungsi penglihatan, penyandang tunanetra dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a Penyandang kurang-lihat low vision Penyandang kurang lihat atau low vision didefinisikan sebagai orang dengan kondisi penglihatannya yang sudah dikoreksi normal namun tetap tidak berfungsi normal Sari Rudiyati, 2002: 28. Orang dengan kondisi low vision ini ketunanetraannya berhubungan dengan kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam belajar, ia dibantu oleh alat bantu penglihatan, baik yang direkomendasikan oleh dokter maupun bukan Haenudin, 2013: 10. Media huruf yang digunakan sangat bervariasi, 44 tergantung kepada sisa penglihatan dan alat bantu yang digunakan olehnya. Dodo Sudarajat Lilis Rosida menambahkan low vision kurang awas sebagai seseorang yang mengalami penurunan fungsi penglihatan atau ia memiliki penglihatan yang lemah. b Penyandang buta Sari Rudiyati 2002: 29 menyatakan penyandang buta ini meliputi penyandang buta yang tinggal memiliki kemampuan sumber cahaya, penyandang buta yang tinggal memiliki kemampuan persepsi cahaya, penyandang buta yang hampir tidak atau tidak memiliki kemampuan persepsi cahaya. Haenudin 2013: 10 menyatakan seseorang dikatakan buta apabila ia menggunakan kemampuan perabaan dan pendengarannya sebagai saluran utama dalam belajar. Mereka mungkin saja memiliki sedikit persepsi cahaya, atau mereka sama sekali tidak dapat melihat. b. Tunarungu dan tunawicara 1 Pengertian Haenudin 2013: 53 mengemukakan istilah tunarungu sebagai anak yang mengalami kehilangan atau kekurangmampuannya dalam mendengar, sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupannya 45 sehari-hari. Van Uden menyatakan bahwa seseorang dikatakan tuli jika ia kehilangan tingkat 70 ISO dB atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu untuk mendengar. Sedangkan seseorang dikatakan kurang dengar apabila ia kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 35dB sampai 69 dB ISO, sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan alat bantu mendengar ABM. T. Sutjihati Somantri 2006: 93 mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Andreas Dwidjosumarto T. Sutjihati Somantri, 2006: 93 mengemukakan bahwa apabila seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu, ketunarunguan dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli deaf dan kurang mendengar low of hearing. Tuli merupakan keadaan dimana seseorang yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi, sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami 46 kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan alat bantu dengar hearing aids maupun tanpa menggunakannya. Tunawicara merupakan suatu kelainan baik dalam pengucapan artikulasi bahasa maupun suara dari bicara normal, sehingga hal tersebut akan mengganggu dan menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi secara lisan dalam lingkungan. Gangguan bicara atau tunawicara merupakan suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dan bunyi bicara ataupun kelancaran bicara. 2 Klasifikasi Samuel A. Kirk Haenudin, 2013: 57 menyebutkan klasifikasi anak tunarungu sebagai berikut: a 0 dB : menunjukkan pendengaran optimal. b 0-28 dB : menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran yang normal. c 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi- bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya, dan memerlukan terapi bicara tergolong tunarungu ringan. d 41-45 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara. e 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar dengan cara khusus tergolong tunarungu agak berat. f 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar, dan latihan bicara secara khusus tergolong tunarungu berat.