Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

(1)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

RINGKASAN

RIANTI TM MARBUN. Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Studi Kasus Mahasiswa Semester VI Institut Pertanian Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P LUBIS.

Gejala kurangnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh nilai kerja. Nilai kerja ini dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang diterima pemuda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba serta mengidentifikasi hubungan proses sosialisasi dalam keluarga terhadap nilai kerja pertanian pada mahasiswa

Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor selama dua bulan (Mei sampai Juni 2008). Responden dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 dikenal sebagai Angkatan 42 yang aktif mengikuti perkuliahan sampai Semester VI Institut Pertanian Bogor. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang dilakukan melalui dua tahap yaitu pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan kuesioner, kemudian tahap kedua pengumpulan data kualitatif melalui diskusi kelompok. Data kuantitatif tersebut dianalisi melalui bantuan tabel frekuensi dan tabulasi silang atau dengan perhitungan statistik komputer SPSS dengan uji chi-square.

Mahasiswa suku Batak di IPB Angkatan 42 mencapai 190 orang. Mereka terdiri dari 67 orang perempuan dan 39 orang laki-laki. Ditinjau dari posisi dalam keluarga, tujuh orang merupakan anak tunggal, 34 orang anak sulung, 25 orang anak bungsu dan empat orang anak tengah. Mahasiswa Batak Toba terbanyak berada pada Fakultas Ekonomi Manajemen. Ditinjau dari aktivitas sosial, mayoritas mahasiswa mengikuti organisasi kampus. Berdasarkan karakteristik orangtua, mayoritas orangtua responden memiliki tingkat pendidikan kategori


(3)

sedang yaitu SMP sampai SMA, tingkat pendapatan kategori rendah (Rp.0,- sampai Rp. 2,5 juta) dan mayoritas bekerja sebagai non-petani. Selanjutnya, ditinjau dari kepemilikan lahan, 44 orangtua responden memiliki lahan dan 62 orangtua tidak memiliki lahan. Orangtua responden yang berasal dari Tapanuli berjumlah 58 orang dan 48 orang berasal dari luar Tapanuli.

Mahasiswa mengalami sosialisasi nilai kerja pertanian dengan kategori rendah, karena mahasiswa tidak diajak ke sawah atau lahan pertanian dan tidak diajarkan bertani oleh agen sosialisasi. Rendahnya sosialisasi ini karena mereka tidak memiliki lahan dan tinggal di kota yang jauh dari keberadaan sawah serta orangtua telah memberikan kebebasan kepada anak-anaknya mengenai pekerjaan yang mereka inginkan sesuai dengan keterampilan dan minat. Semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua maka proses sosialisasi nilai kerja pertanian semakin rendah. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi diharapkan sebagai jalan untuk menghindar dari pekerjaan sebagai petani. Semakin tinggi pendapatan, orangtua cenderung melakukan proses sosialisasi nilai kerja pertanian rendah. Orangtua yang bekerja sebagai petani cenderung kurang memberikan sosialisasi nilai kerjanya karena menurut orangtua pekerjaan sebagai non-petani lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Apalagi orangtua yang pekerjaannya bukan petani tentu lebih cenderung tidak mensosialisasi nilai kerja pertanian karena pekerjaannya bukanlah petani sehingga untuk memberikan sosialisasi nilai kerja pertanian tidak berlangsung. Responden yang memiliki lahan tidak selalu mendapat sosialisasi nilai kerja pertanian. Keinginan yang besar untuk merantau mencari penghidupan yang layak inilah yang terjadi hingga tak jarang para pemuda lebih senang dengan gaya hidup di kota dan meninggalkan pertanian.


(4)

Keengganan para pemuda untuk bekerja di sektor pertanian terjadi juga pada generasi Batak Toba. Kehidupan kota yang jauh dari pertanian seringkali dianggap sebagai gaya hidup modern

Secara umum mahasiswa Batak Toba menilai kerja pertanian sebagai pekerjaan yang tidak baik dan tidak buruk. Hal ini disebabkan bahwa pekerjaan pertanian dipandang sebagai pekerjaan sulit dan dianggap ‘kurang berkelas’ dan cenderung dilakukan oleh kalangan berpendidikan rendah. Nilai kerja pada masyarakat Batak dipengaruhi status sosial yang diterima dengan jenis pekerjaan tertentu. Status sosial yang merupakan cita-cita hidup masyarakat Batak adalah terwujudnya tiga konsep 3H yaitu hagabeon (keturunan), hamoraon (kekayaan) dan hasangapon (kehormatan). Biasanya cita-cita seorang anak etnis Batak Toba akan dipengaruhi oleh cita-cita keluarga, hal ini dipandang sebagai kewajiban sebagai anak. Mengingat arti penting nilai 3H maka nilai budaya berhubungan dengan nilai kerja pertanian mahasiswa. Hasil pembahasan menunjukkan nilai kerja pertanian mahasiswa tidak berhubungan secara nyata dengan sosialisasi nilai budaya karena orangtua telah menganggap anak yang mencapai pendidikan sampai perguruan tinggi telah mampu mempertimbangkan mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan. Namun, orangtua masih memberikan nilai-nilai tentang kerja melalui harapan-harapan bahwa anak harus lebih tinggi dalam segala hal dari orangtua, misalnya pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Orangtua tidak menekankan secara khusus tentang nilai terhadap pekerjaan tertentu, yang terpenting bagi orangtua pekerjaan tersebut akan membawanya ke status sosial yang lebih tinggi.


(5)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

SKRIPSI

Sebagai prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(6)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Rianti TM Marbun

NRP : A14204006

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dengan Judul : Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 131 476 600

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA” (KASUS PADA MAHASISWA ANGKATAN TAHUN 2005 INSTITUT PERTANIAN BOGOR) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN SURAT PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2008

Rianti TM Marbun


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1986 di Pangururan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Ayah Jaingot Marbun dan Ibu Linda Sinurat.

Pendidikan formal yang dilalui adalah di SDN No. 173741 Pangururan tahun 1998, kemudian melanjut ke SMP N 1 Pangururan dan lulus tahun 2001 dan tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU N 1 Panguruan. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) yang terdaftar di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi di kampus yaitu PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) serta mengikuti berbagai kepanitiaan, seperti Perayaaan Natal IPB tahun 2007.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba, kasus mahasiswa Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor.

Sebagai anggota masyarakat Batak sekaligus mahasiswa IPB, penulis tertarik untuk meneliti latarbelakang mahasiswa IPB yang lahir sebagai bagian dari komunitas Batak yang sangat kental dengan budayanya. Budaya yang sangat unik dan diturunkan dari generasi ke generasi membuat penulis tertarik meneliti hubungan antara sosialisasi budaya dengan nilai kerja khususnya pertanian.

Hasil penelitian ini menjadi salah satu tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sudi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi in. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2008


(10)

UCAPAN TERIMAKSIH

Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan kasihnya dalam segala aktivitas kehidupan penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

motivasi, saran, kritik yang bersifat membangun serta arahan dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS sebagai dosen penguji utama dalam sidang yang telah memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ratri Virianita, S.Sos, Msi sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi pendidikan.

4. Dr.Ir. Arya H. Dharmawan, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan masukan berharga.

5. Seluruh responden mahasiswa-mahasiswi IPB Angkatan 42, atas kerjasama selama penelitian.

6. Oma dan Bapa, serta Kak Mey, Bang Hendra, adikku Eldo dan Miranda serta saudara-saudara yang tidak saya sebut satu persatu atas dukungan dan doa-doanya.

7. Penghuni Pondok Putri PPYN (Mirce, Shera, Doris, Rohani, Titin, Desy, Jo’e, Wenny) atas kebersamaannya, doa dan dukungannnya.

8. Teman-teman di Bogor (Kak Eboy, Kak Melda, Sari dan Kak Ndunk), atas kebersamaannya dan dukungan serta doanya.


(11)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

RINGKASAN

RIANTI TM MARBUN. Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Studi Kasus Mahasiswa Semester VI Institut Pertanian Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P LUBIS.

Gejala kurangnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh nilai kerja. Nilai kerja ini dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang diterima pemuda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba serta mengidentifikasi hubungan proses sosialisasi dalam keluarga terhadap nilai kerja pertanian pada mahasiswa

Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor selama dua bulan (Mei sampai Juni 2008). Responden dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 dikenal sebagai Angkatan 42 yang aktif mengikuti perkuliahan sampai Semester VI Institut Pertanian Bogor. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang dilakukan melalui dua tahap yaitu pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan kuesioner, kemudian tahap kedua pengumpulan data kualitatif melalui diskusi kelompok. Data kuantitatif tersebut dianalisi melalui bantuan tabel frekuensi dan tabulasi silang atau dengan perhitungan statistik komputer SPSS dengan uji chi-square.

Mahasiswa suku Batak di IPB Angkatan 42 mencapai 190 orang. Mereka terdiri dari 67 orang perempuan dan 39 orang laki-laki. Ditinjau dari posisi dalam keluarga, tujuh orang merupakan anak tunggal, 34 orang anak sulung, 25 orang anak bungsu dan empat orang anak tengah. Mahasiswa Batak Toba terbanyak berada pada Fakultas Ekonomi Manajemen. Ditinjau dari aktivitas sosial, mayoritas mahasiswa mengikuti organisasi kampus. Berdasarkan karakteristik orangtua, mayoritas orangtua responden memiliki tingkat pendidikan kategori


(13)

sedang yaitu SMP sampai SMA, tingkat pendapatan kategori rendah (Rp.0,- sampai Rp. 2,5 juta) dan mayoritas bekerja sebagai non-petani. Selanjutnya, ditinjau dari kepemilikan lahan, 44 orangtua responden memiliki lahan dan 62 orangtua tidak memiliki lahan. Orangtua responden yang berasal dari Tapanuli berjumlah 58 orang dan 48 orang berasal dari luar Tapanuli.

Mahasiswa mengalami sosialisasi nilai kerja pertanian dengan kategori rendah, karena mahasiswa tidak diajak ke sawah atau lahan pertanian dan tidak diajarkan bertani oleh agen sosialisasi. Rendahnya sosialisasi ini karena mereka tidak memiliki lahan dan tinggal di kota yang jauh dari keberadaan sawah serta orangtua telah memberikan kebebasan kepada anak-anaknya mengenai pekerjaan yang mereka inginkan sesuai dengan keterampilan dan minat. Semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua maka proses sosialisasi nilai kerja pertanian semakin rendah. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi diharapkan sebagai jalan untuk menghindar dari pekerjaan sebagai petani. Semakin tinggi pendapatan, orangtua cenderung melakukan proses sosialisasi nilai kerja pertanian rendah. Orangtua yang bekerja sebagai petani cenderung kurang memberikan sosialisasi nilai kerjanya karena menurut orangtua pekerjaan sebagai non-petani lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Apalagi orangtua yang pekerjaannya bukan petani tentu lebih cenderung tidak mensosialisasi nilai kerja pertanian karena pekerjaannya bukanlah petani sehingga untuk memberikan sosialisasi nilai kerja pertanian tidak berlangsung. Responden yang memiliki lahan tidak selalu mendapat sosialisasi nilai kerja pertanian. Keinginan yang besar untuk merantau mencari penghidupan yang layak inilah yang terjadi hingga tak jarang para pemuda lebih senang dengan gaya hidup di kota dan meninggalkan pertanian.


(14)

Keengganan para pemuda untuk bekerja di sektor pertanian terjadi juga pada generasi Batak Toba. Kehidupan kota yang jauh dari pertanian seringkali dianggap sebagai gaya hidup modern

Secara umum mahasiswa Batak Toba menilai kerja pertanian sebagai pekerjaan yang tidak baik dan tidak buruk. Hal ini disebabkan bahwa pekerjaan pertanian dipandang sebagai pekerjaan sulit dan dianggap ‘kurang berkelas’ dan cenderung dilakukan oleh kalangan berpendidikan rendah. Nilai kerja pada masyarakat Batak dipengaruhi status sosial yang diterima dengan jenis pekerjaan tertentu. Status sosial yang merupakan cita-cita hidup masyarakat Batak adalah terwujudnya tiga konsep 3H yaitu hagabeon (keturunan), hamoraon (kekayaan) dan hasangapon (kehormatan). Biasanya cita-cita seorang anak etnis Batak Toba akan dipengaruhi oleh cita-cita keluarga, hal ini dipandang sebagai kewajiban sebagai anak. Mengingat arti penting nilai 3H maka nilai budaya berhubungan dengan nilai kerja pertanian mahasiswa. Hasil pembahasan menunjukkan nilai kerja pertanian mahasiswa tidak berhubungan secara nyata dengan sosialisasi nilai budaya karena orangtua telah menganggap anak yang mencapai pendidikan sampai perguruan tinggi telah mampu mempertimbangkan mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan. Namun, orangtua masih memberikan nilai-nilai tentang kerja melalui harapan-harapan bahwa anak harus lebih tinggi dalam segala hal dari orangtua, misalnya pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Orangtua tidak menekankan secara khusus tentang nilai terhadap pekerjaan tertentu, yang terpenting bagi orangtua pekerjaan tersebut akan membawanya ke status sosial yang lebih tinggi.


(15)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

SKRIPSI

Sebagai prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(16)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Rianti TM Marbun

NRP : A14204006

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dengan Judul : Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 131 476 600

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA” (KASUS PADA MAHASISWA ANGKATAN TAHUN 2005 INSTITUT PERTANIAN BOGOR) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN SURAT PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2008

Rianti TM Marbun


(18)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1986 di Pangururan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Ayah Jaingot Marbun dan Ibu Linda Sinurat.

Pendidikan formal yang dilalui adalah di SDN No. 173741 Pangururan tahun 1998, kemudian melanjut ke SMP N 1 Pangururan dan lulus tahun 2001 dan tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU N 1 Panguruan. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) yang terdaftar di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi di kampus yaitu PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) serta mengikuti berbagai kepanitiaan, seperti Perayaaan Natal IPB tahun 2007.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba, kasus mahasiswa Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor.

Sebagai anggota masyarakat Batak sekaligus mahasiswa IPB, penulis tertarik untuk meneliti latarbelakang mahasiswa IPB yang lahir sebagai bagian dari komunitas Batak yang sangat kental dengan budayanya. Budaya yang sangat unik dan diturunkan dari generasi ke generasi membuat penulis tertarik meneliti hubungan antara sosialisasi budaya dengan nilai kerja khususnya pertanian.

Hasil penelitian ini menjadi salah satu tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sudi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi in. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2008


(20)

UCAPAN TERIMAKSIH

Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan kasihnya dalam segala aktivitas kehidupan penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

motivasi, saran, kritik yang bersifat membangun serta arahan dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS sebagai dosen penguji utama dalam sidang yang telah memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ratri Virianita, S.Sos, Msi sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi pendidikan.

4. Dr.Ir. Arya H. Dharmawan, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan masukan berharga.

5. Seluruh responden mahasiswa-mahasiswi IPB Angkatan 42, atas kerjasama selama penelitian.

6. Oma dan Bapa, serta Kak Mey, Bang Hendra, adikku Eldo dan Miranda serta saudara-saudara yang tidak saya sebut satu persatu atas dukungan dan doa-doanya.

7. Penghuni Pondok Putri PPYN (Mirce, Shera, Doris, Rohani, Titin, Desy, Jo’e, Wenny) atas kebersamaannya, doa dan dukungannnya.

8. Teman-teman di Bogor (Kak Eboy, Kak Melda, Sari dan Kak Ndunk), atas kebersamaannya dan dukungan serta doanya.


(21)

9. Teman-teman KPM khususnya Ieya, Tyas Gede dan teman seperjuangan Olin, Pangkau dan Mba Sushane atas segala kerja sama dan kebersamaan selama perkuliahan.

10.Teman-teman Panguruan-Samosir khususnya Rolas, Lena, Laura, Lambok, Elfrida atas kebersamaan, dukungan dan doanya.

11.Dan semua pihak yang membantu dan mendoakan penulis yang tidak dapat disebut namanya satu-persatu.

Penghargaan dan terimakasih ini saya sampaikan dengan tulus. Doa penulis menyertai semuanya, semoga Tuhan membalas kebaikan dan kebersamaan selama ini.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian………. ... 4 1.4 Manfaat Penelitian………....4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun

1997 sampai 2007 ... 5 2.1.1 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 6 2.1.2 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 7 2.1.3 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Golongan

Umur... 7 2.2 Masyarakat Batak Toba... 8 2.3 Nilai Kerja Pertanian ... 9 2.4 Konsep Generasi Muda ... 11 2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerja

Generasi Muda ... 13 2.6 Nilai Kerja Pertanian Pada Masyarakat Batak Toba ... 19 3.1 Kerangka Pemikiran... 27 3.2 Hipotesis Penelitian…. ... 32 3.3 Definisi Operasional... 32


(23)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35 3.2 Penentuan Responden Penelitian... 35 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 36 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 36 3.5 Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB IV PROFIL MAHASISWA BATAK TOBA... 38 4.1 Mahasiswa Batak di Institut Pertanian Bogor ... 38

4.1.1 Karakteristik Individu Responden ... 41 4.1.2 Aktivitas Sosial Responden ... 43 4.1.3 Karakteristik Orangtua Responden ... 44

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN... 48 5.1 Proses Sosialisasi dalam Keluarga Batak Toba di IPB ... 48 5.2 Hubungan Karakteristik Orangtua dengan Proses Sosialisasi... 50 5.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Proses Sosialisasi .. 50 5.2.2 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Proses Sosialisasi .. 53 5.2.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Proses Sosialisasi ... 55 5.2.2 Hubungan Kepemilikan Lahan dengan Proses Sosialisasi .. 58 5.2.3 Hubungan Domisili dengan Proses Sosialisasi ... 59 5.3 Resume ... 61

BAB VI NILAI KERJA PERTANIAN DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHINYA... 62 6.1 Nilai Kerja Pertanian ... 62

6.1.1 Dimensi Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 69 6.1.2 Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 76 6.1.3 Dimensi Modal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 81 6.1.4 Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi dan


(24)

6.1.5 Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 88 6.1.6 Dimensi Hubungan dengan teman/kerabat dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhinya... 93 6.1.7 Dimensi Harapan-harapan dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya ... 97 6.2 Resume ... 101

6.2.1 Hubungan Proses Sosialisasi dengan Nilai Kerja Pertanian 101 5.3.2 Hubungan Aktivitas Sosial dengan Nilai Kerja Pertanian.. 102 5.3.3 Hubungan Karakteristik Individu dengan

Nilai Kerja Pertanian ... 103

BAB VII KESIMPULAN... 107 7.1 Kesimpulan ... 107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(25)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Jumlah dan Persentase Mahasiswa TPB-IPB 2005 (Angkatan 42) Berdasarkan Jenis Kelamin, Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru dan asal Provinsi Tahun 2008……… 39 2. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Batak di TPB-IPB Tahun

2005 Berdasarkan Provinsi di Indonesia………. 40 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Karakteristik,

2008……..………...………... 41 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Organisasi yang

Diikuti di Kampus, 2008………...…………...………... 44 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Karakteristik

Orangtua, 2008………..……… 45 6. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Proses Sosialisasi

Nilai Kerja Pertanian, 2008………... 49 7. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Menurut Tingkat Pendidikan

Orangtua Responden, 2008………... 52 8. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Tingkat

Pendapatan Orangtua Responden, 2008……… 54 9. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Jenis

Pekerjaan Responden, 2008…... 56 10. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut

Kepemilikan Lahan Orangtua Responden, 2008... 58 11. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Domisili

Orangtua Responden, 2008……….………... 60 12. Hasil Pengujian Chi-square Karakteristik Orangtua

Responden dengan Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian,

2008... 61 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Nilai Kerja

Pertanian, 2008………..…………..…………..……….... 63 14. Dimensi Lahan Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008……….. 70 15. Dimensi Lahan Menurut Aktivitas Sosial, 2008…….………... 72 16. Dimensi Lahan Menurut Karakteristik Individu, 2008…... 75 17. Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja, 2008………... 77 18. Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

Menurut Aktivitas Sosial, 2008…………....………... 78 19. Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

Menurut Karakersitik Individu, 2008…………...……... 80 20. Dimensi Modal Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008……… 81 21. Dimensi Modal Menurut Aktivitas Sosial, 2008………... 82 22. Dimensi Modal Menurut Karakteristik Individu, 2008………. 84


(26)

23. Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi Menurut Proses

Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian,2008……….………... 86 24. Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi Menurut Aktivitas

Sosial, 2008……… 86 25. Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi Menurut

Karakteristik Individu, 2008……….. 88 26. Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja

Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian, 2008…..… 90 27. Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja

Menurut Aktivitas Sosial, 2008………. 91 28. Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja

Menurut Karaktersitik Individu, 2008………... 92 29. Dimensi Hubungan Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008……….. 94 30. Dimensi Hubungan Menurut Aktivitas Sosial, 2008…………. 95 31. Dimensi Hubungan Menurut Jenis Kelamin, 2008……… 96 32. Dimensi Harapan-harapan Menurut Proses Sosialisasi Nilai

Kerja Pertanian, 2008……….…... 97 33. Dimensi Harapan Menurut Aktivitas Sosial, 2008……… 98 34. Dimensi Harapan Menurut Karaktersitik Individu, 2008…….. 100 35 Nilai Kerja Pertanian Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008………... 101 36 Nilai Kerja Pertanian Menurut Aktivitas Sosial, 2008……….. 103 37 Nilai Kerja Pertanian Menurut Karaktersitik Individu, 2008 104 38 Hasil Pengujian Chi-square Proses Sosialisasi, Aktivitas

Sosial dan Karakteristik Responden Terhadap Nilai Kerja, 2008………... 106


(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut

Lapangan Pekerjaannya di Indonesia Tahun 1997 sampai 2007 ... 5 Gambar 2. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian

Menurut Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 1997

sampai 2007 ... 6 Gambar 3. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan

Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 1997

sampai 2007 ... 7 Gambar 4. Persentase Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja di Sektor

Pertanian dan Non-Pertanian Menurut Golongan Umur di

Indonesia Tahun 1997 sampai 2007... 8 Gambar 5. Kerangka Pemikiran………. 31


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 1997

sampai 2007 ... 113 Lampiran 2. Jenis Pekerjaan Orangtua Responden... 115 Lampiran 3. Kuesioner Penelitian... 116 Lampiran 4. Panduan Pertanyaan... 123


(29)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kebudayaan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui proses sosialisasi. Salah satu unsur kebudayaan yang dilestarikan adalah sistem matapencaharian (Koentjraningrat,1990). Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah khatulistiwa menempatkan pertanian sebagai salah satu sumber mata pencaharian utama. Hal ini dapat dibuktikan dari data Badan Pusat Statistika (2007) yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian mencapai 43,66 persen. Selain sebagai sumber mata pencaharian, sektor pertanian juga memiliki peranan yang kuat dalam pembangunan ekonomi nasional dan regional Indonesia antara lain (1) penghasil pangan, (2) lapangan kerja, (3) penyedia bahan baku bagi agroindustri, (4) penghasil devisa, (5) pasar potensial bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri dalam negeri (www.faperta.ugm.ac.id).

Kontak kebudayaan antara kota dan desa melalui proses pendidikan, komunikasi dan tranportasi yang semakin lancar diduga turut menentukan proses pembentukan nilai kerja pemuda sehingga hal ini menciptakan sikap enggan untuk bekerja di sektor pertanian yang dianggap sebagai tradisional (Lubis dan Soetarto, 1991). Pendapat diatas juga didukung oleh Tarigan (2002) yang menyatakan bahwa terjadi gejala kurangnya minat angkatan kerja muda terhadap pekerjaan pertanian yang disebabkan oleh alasan yang bersifat sosial. Pekerjaan pertanian yang dipandang kotor, melelahkan dan kurang prospektif sehingga memunculkan perasaan “kurang terhormat” dengan status sebagai pekerja pertanian. Hal tersebut


(30)

sejalan dengan hasil SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) tahun 2008 yang menyisakan 2.894 kursi kosong pada program studi pertanian dan peternakan di 47 perguruan tinggi. Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor Yonny Koemaryono mengatakan, menurunnya minat generasi muda memilih bidang pertanian di jenjang pendidikan tinggi harus dipandang sebagai persoalan yang memprihatinkan bangsa, apalagi persoalan krisis pangan menjadi perhatian serius secara global (Kompas, 1 Agustus 2008)

Selain itu, Wirutomo (1994) mengemukakan bahwa pada era industrialisasi sekarang ini terjadi perkembangan pendidikan dan pekerjaan yang mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk untuk mencari pekerjaan dan meningkatkan taraf hidup ke kota-kota besar yang mempengaruhi proses sosialisasi dalam keluarga Indonesia. Suku Batak Toba merupakan salah satu suku yang telah melakukan migrasi ke seluruh pelosok Indonesia bahkan ke luar negeri untuk mencari pendidikan, pekerjaan, dan penghidupan yang lebih baik.

Dalam masyarakat Batak, sebelum masuknya ajaran agama Kristen dan pada masa prapenjajahan, pertanian merupakan sumber kehidupan satu-satunya. Masyarakat Batak memandang status sosial sebagai hal yang selalu diimpikan semasa hidupnya. Status sosial ini akan dicapai apabila telah berhasil memenuhi ketiga cita-cita hidup masyarakat Batak yang dikenal dengan konsep 3H yaitu hagabeon (keturunan), hamoraon (kekayaan) dan hasangapon (kehormatan). Ketidakberhasilan seorang anggota Batak dalam mewujudkan konsep 3H tersebut dianggap sebagai ketidaksempurnaan dalam hidupnya terutama dihadapkan pada suatu acara adat (Sitompul,1991). Dengan demikian, menarik untuk dikaji apakah


(31)

sektor pertanian mampu dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan 3H.

IPB (Institut Pertanian Bogor) merupakan salah satu perguruan tinggi yang disebut sebagai center of excellent pertanian yang nantinya diharapkan mampu memberikan solusi masalah pertanian serta mengembangkannya. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika lulusan dari perguruan tinggi pertanian justru memilih untuk bekerja pada non-pertanian dan lebih berkonsentrasi di daerah perkotaan khususnya di wilayah JABOTABEK atau Pulau Jawa (www.ipb.ac.id). Oleh karena itu, menarik untuk dikaji bagaimana nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba di perguruan tinggi pertanian terkait dengan konteks nilai budayanya.

1.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini yaitu : 1. Bagaimanakah nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba di IPB?

2. Bagaimanakah hubungan proses sosialisasi nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba di IPB?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba di IPB?

2. Mengidentifikasi hubungan proses sosialisasi nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba di IPB?


(32)

1.3Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan informasi mengenai nilai kerja pemuda pada pertanian terutama pada generasi muda Batak Toba. Bagi penulis, hasil penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan studi. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi pedoman dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan pertanian.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 1997 sampai 2007

Secara umum lapangan pekerjaan dikategorikan menjadi sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Hingga kini, di berbagai daerah Indonesia, mayoritas dari jumlah tenaga kerja bekerja pada lapangan pekerjaan pertanian. Untuk Indonesia secara keseluruhan, persentase jumlah tenaga kerja dari tahun 1997 sampai 2007 yang bekerja di sektor pertanian dikatakan mengalami peningkatan khususnya sejak krisis ekonomi seperti yang gambar dibawah ini :

Sumber : BPS Tahun 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaannya di Indonesia Tahun 1997-2007

Berdasarkan Gambar 1, dapat diketahui bahwa pada tahun 1997 sektor pertanian menyerap 41,18 persen tenaga kerja yang ada. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian ini mengalami peningkatan sebesar 2,48 persen pada tahun 2007 (Lampiran 1 pada Tabel 1). Fakta ini menunjukkan bahwa sektor pertanian sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja sekaligus menjadi salah satu sumber perekonomian nasional termasuk pada saat krisis ekonomi melanda. Hal ini dapat


(34)

dilihat, pada data tahun 1997 dan 1998 dimana terjadi kenaikan tenaga kerja sebesar 3,78 persen (Lampiran 1 pada Tabel 1).

2.1.1 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek umum ketenagakerjaan yang penting mendapat sorotan karena faktor pendidikan ini berhubungan dengan kualitas tenaga kerja (Rusli, dkk. 1989). Gambar 2 berikut ini, menggambarkan persentase komposisi tenaga kerja di sektor pertanian menurut tingkat pendidikan.

Sumber : BPS Tahun 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 2. Persentase Tenaga Kerja Sektor Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 1997-2007

Dari Gambar 2, dapat dinyatakan terjadi peningkatan pendidikan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian (Lampiran 1 pada Tabel 2). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Boediono et al (1992) bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian semakin membaik yang disebabkan dengan seiring perubahan struktural yang dilakukan dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi di Indonesia. Namun, dari Gambar 2 tampak jelas bahwa tenaga kerja pertanian dominan dilakukan oleh tenaga kerja dengan pendidikan yang tergolong masih rendah.


(35)

2.1.2 Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan Jenis Kelamin

Ditinjau dari jenis kelamin, persentase penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih didominasi oleh laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi gender dalam pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini :

Sumber : BPS 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 3. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Menurut Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 1997-2007

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa jumlah tenaga kerja perempuan pada saat krisis ekonomi melanda mengalami kenaikan sebesar 0,51 persen. Namun, apabila dilihat secara keseluruhan, bahwa sepuluh tahun terakhir ini jumlah tenaga kerja pertanian perempuan masih rendah (Lampiran 1 pada Tabel 3).

2.1.3 Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan Golongan Umur Tahun 2007 Bila dibandingkan keterlibatan tenaga kerja antara golongan usia muda dengan usia tua pada sektor pertanian maka berdasarkan data BPS dari tahun 1997 sampai 2007 menunjukkan bahwa tenaga kerja usia muda lebih tertarik untuk bekerja pada sektor non-pertanian. Penyerapan tenaga kerja pertanian berdasarkan umur dapat dilihat pada Gambar 4.


(36)

Sumber : BPS 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 4. Persentase Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Berdasarkan Golongan Umur di Indonesia Tahun 1997-2007

Berdasarkan Gambar 4, diperoleh pernyataan bahwa terjadi gejala penurunan keterlibatan usia muda yang bekerja di sektor pertanian yang terjadi dari tahun 2002. Tenaga kerja usia muda lebih memilih pekerjaan di sektor non-pertanian yang ditunjukkan dari gambar diketahui bahwa terjadi penurunan tenaga kerja pertanian dari tahun 1997 sebesar 51,65 persen menjadi 48,91 persen tahun 2007. Berbeda dengan tenaga kerja usia muda di sektor non pertanian dimana pada tahun 2002 justru mengalami peningkatan (Lampiran 1 pada Tabel 4).

2.2 Masyarakat Batak Toba

Batak Toba merupakan salah satu sub etnis suku Batak. Suku bangsa Batak menempati seluruh wilayah tanah Batak yang terletak di antara Provinsi Aceh, Kabupaten Deli Serdang dan Langkat di bagian Utara serta Sumatera Barat di bagian Selatan. Batak Toba mendiami daerah yang meliputi daerah tepi danau Toba, pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga dan daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran. Alam lingkungan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat Batak berasal dari alam


(37)

pertanian dengan pola pertanian seperti sawah dan ladang. Suku Batak Toba mengenal kebudayaan yang dikenal dengan Dalihan Na Tolu (Tungku Nan Tiga) yang berperan sebagai sistem pranata sosial yaitu sistem kekerabatan patrineal Batak. Dalam Dalihan Na Tolu ini terdiri dari tiga unsur yaitu hula-hula (keluarga dari pihak istri), dongan sabutuha (kawan semarga) dan boru (keluarga dari pihak menantu).

Selain itu, masyarakat Batak Toba juga memiliki cita-cita yakni hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Dari ketiga cita-cita tersebut, hasangapon merupakan nilai budaya utama yang mencirikan orang Batak Toba yang sempurna sesuai ukuran nilai-nilai budaya Batak Toba. Orang Batak Toba telah mencapai taraf sanggap apabila telah menjadi pemberi kebijakan, pemberi habisuhon, kearifan sekaligus teladan masyarakatnya (Harahap, 1997).

2.3 Nilai Kerja Pertanian

Koentjaraningrat (1990) mengemukakan pengertian nilai merupakan unsur dari sistem budaya yang merupakan perbendaharaan idiil subyek (manusia) sehingga nilai dipengaruhi oleh kebudayaan. Dikatakan sebagai perbendaharaan idiil subyek (manusia) karena berwujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya yang bersifat abstrak dan tidak dapat diraba karena ada dalam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan hidup. Sementara itu, kebudayaan idiil dapat juga disebut sebagai adat tata kelakuan yang biasanya berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan seseorang dalam masyarakat.


(38)

Selain itu, Kristono (1999) menyatakan bahwa pola tindakan manusia dipengaruhi oleh sikap dan nilai budaya baik secara langsung maupun melalui pola-pola cara berpikir. Sistem nilai budaya itu sendiri merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian masyarakat mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dan mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup.

Mengutip pendapat para ahli, Tjakrawati (1988) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa nilai sebagai konsep baik buruknya yang dihayati seseorang dan sebagian besar warga masyarakat yang memberi pedoman untuk memilih perilaku dalam menghadapi situasi tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai merupakan cara pandang suatu komunitas tentang baik atau buruknya suatu obyek yang dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat serta perkembangan pengetahuan yang diadopsi oleh masyarakat tersebut yang selanjutnya akan mempengaruhi seseorang dalam berfikir dan bertindak.

Nilai kerja merupakan pandangan masyarakat terhadap salah satu sektor pekerjaan yaitu sektor pertanian dan non-pertanian. Herlina (2002) juga menyimpulkan bahwa nilai kerja adalah persepsi dan penghargaan terhadap suatu aktivitas yang menghasilkan sesuatu bentuk materi ataupun non-materi yang memberi kepuasan terhadap seseorang. Persepsi dan penghargaan tersebut akan mengarahkan tindakan sosialnya. Dengan demikian, oleh Tjakrawati (1988) mendefinisikan bahwa nilai kerja pertanian terkait dalam konteks pelaku sosial memberi penilaian terhadap kerja yang terwujud pada perilaku pelaku sosial dalam komunitasnya atau konsepsi baik atau buruknya tentang kerja pertanian


(39)

yang dianut sebagian besar masyarakat. Setiap komunitas memiliki budaya yang berbeda sehingga nilai kerja yang ada dalam komunitas pun akan berbeda-beda.

2.4Konsep Generasi Muda

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia dari ketika dilahirkan sampai akhir hayatnya. George Ritzer (dalam Soe’oed, 1999) membagi siklus kehidupan manusia dalam empat tahap yaitu tahap kanak-kanak, tahap remaja, tahap dewasa dan tahap orangtua. Setiap tahapan sosialisasi ini memiliki agen sosialisasi yang berbeda.

1. Tahap Kanak-kanak

Menurut Soe’oed (1999), setiap orangtua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan pada anak-anaknya tentang kehidupan ini. Orangtua berkewajiban membentuk kepribadian anak-anaknya. Apa yang dilakukan orangtua pada anak di masa awal pertumbuhannya sangat menentukan kepribadian anak-anak tersebut. Misalnya, jika orangtua menginginkan anaknya bebas, maka ia harus mengajarkan tentang kebebasan. Sehingga pada tahap ini, keluarga dan orangtualah yang sangat berperan dalam sosialisasi.

2. Tahap Remaja

Seorang anak yang memasuki masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Adanya perubahan biologis yang sering digambarkan sebagai masa puber seringkali mempengaruhi perilaku masa remaja. Pada masa remaja ini merupakan suatu gejala yang disebut reverse


(40)

socialization dimana orang yang lebih muda dapat menggunakan pengaruh mereka terhadap yang lebih tua.

3. Tahap Dewasa

Sosialisasi pada orang dewasa merupakan suatu proses dimana individu dewasa mempelajari norma, nilai dan peranan yang baru dalam lingkungan sosial yang baru pula. Misal, peran sebagai pekerja dalam memasuki dunia kerja, peran sebagai suami/isteri dalam pernikahan, peran sebagai ayah/ibu ketika sudah mempunyai anak dan sebagainya. Umumnya orang dewasa menginginkan tiga hal yaitu bekerja, menikah dan memiliki anak dan tentu saja ini semua membutuhkan sosialisasi.

4. Tahap Tua

Menurut Eitzen dalam Soe’oed (1999), orang lanjut usia sama seperti remaja yang mengalami masa transisi dalam kehidupan dari orang dewasa produktif ke masa menuju kematian. Ketika seseorang memasuki tahap ini, mereka harus bergantung kepada orang lain, belajar untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar waktu untuk santai.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerja Generasi Muda

Bila ditinjau berdasarkan generasi penerus, perubahan nilai terkait dengan proses sosialisasi nilai orangtua kepada anak. Pada penelitian perubahan nilai kerja pertanian pada pemuda tani, Tjakrawati (1988) mengemukakan bahwa adanya perubahan nilai kerja dipengaruhi oleh proses sosialisasi dalam keluarga dan pengaruh dari luar, yakni kaitan desa-kota, kaitan pertanian dan non-pertanian. Nilai kerja tersebut diukur melalui tujuh dimensi, yaitu dimensi lahan,


(41)

dimensi tenaga kerja, dimensi modal, dimensi pasar, komoditi dan transportasi, dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja, dimensi hubungan dengan teman dan kerabat, dimensi harapan-harapan. Kristono (1994) juga menyebutkan bahwa perubahan nilai seseorang terhadap pekerjaan pertanian diakibatkan oleh proses migrasi dan perubahan jenis pekerjaan, hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada masalah pokok lain dari sistem budaya.

Sunarto (1993) mendefinisikan sosialisasi sebagai keseluruhan kebiasaan yang dipunyai oleh manusia baik dalam bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama dan sebagainya yang harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat melalui suatu proses. Proses sosialisasi merupakan pembinaan dan pengembangan budaya berlangsung berupa kegiatan-kegiatan yang melibatkan generasi “muda” dalam rangkaian proses belajar dan penghayatan nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat dengan ajaran, bimbingan, keteladanan dari generasi “orangtua” (Sucipto, 1998). Dalam proses sosialisasi ini terdapat kemungkinan nilai diterima atau anak memberikan reaksi terhadap nilai orangtuanya sehingga ia memilih nilai sendiri karena dalam penerusan nilai secara vertikal bersamaan dengan penerusan nilai secara horizontal sebagai interferensi (Noerhadi, dalam Tjakrawati,1988). Selain itu, Tjakrawati (1998) menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan nilai meskipun berlangsung dalam kurun waktu yang tidak cepat sehingga nilai ini tetap diajarkan ke generasi berikutnya.

Soe’oed (1999) mengatakan bahwa orientasi nilai kerja bukanlah faktor keturunan melainkan hasil interaksi sosial dimana diperoleh cara berfikir. Namun dalam prosesnya, sosialisasi dapat dilakukan demi kepentingan orang yang


(42)

disosialisasikan atau orang yang melakukan sosialisasi. Sosialisasi nilai kerja pertanian pada masyarakat dengan kultur pertanian tidak selalu terjadi. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Herlina bahwa orangtua tidak menginginkannya untuk bekerja sebagai buruh tani seperti dirinya tetapi mereka lebih suka menyekolahkan anaknya dengan harapan pemuda akan dapat pekerjaan di luar pertanian yang lebih baik daripada bekerja sebagai petani. Seorang petani yang cukup berhasil sangat membanggakan sektor ini dengan tegas mengatakan harapannya agar anaknya tidak meneruskan jejaknya sebagai petani. Secara tidak sadar orangtua telah mensosialisasikan pandangan kepada anaknya tentang kecapekan, kerendahan dan ketidakcerahan bekerja di pertanian, yang berarti orangtua telah mengalami pergeseran pandangan terhadap pekerjaan ini walaupun secara faktual mereka masih hidup di dalamnya.

Hal ini berbeda dengan Lubis dan Sutarto (1991) yang berpendapat bahwa adanya konsistensi antara pekerjaan anak dengan orangtua pada masyarakat petani sebagai akibat daya tarik pertanian. Meskipun dalam dua lokasi yang diteliti terdapat perbedaan, upaya untuk melibatkan anak laki-laki mengenal pekerjaan bertani lebih dominan dilakukan oleh masyarakat yang tigkat pendapatannya kecil sedangkan pada masyarakat petani cukupan ke atas gejala tersebut tidak terlalu tampak. Pemuda dibebaskan memilih jalan hidup, hal ini terlihat dalam cara pandang orangtua yang lebih suka menyekolahkan anaknya daripada menuntut mereka untuk bekerja di sektor pertanian.

Dalam mempelajari sosialisasi tentunya akan membicarakan siapa yang menjadi agen sosialisasi atau pihak yang menjalankan sosialisasi. Fuller dan Jacob Sunarto (1933) mengidentifikasi agen-agen sosialisasi yaitu:


(43)

a. Keluarga. Agen sosialisasi terdiri atas orangtua dan saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas, agen sosialisasi bisa berjumlah banyak dan mencakup nenek, kakek, paman, bibi dan lainnya. b. Teman Bermain. Biasanya seorang anak yang tengah bepergian atau

merantau, maka anak tersebut akan memperoleh agen sosialisasi di luar keluarga yaitu teman bermain baik yang terdiri dari kerabat maupun tetangga atau teman sekolah.

c. Dalam sekolah, seorang anak akan mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajari sebelumnya dalam keluarga ataupun dalam kelompok bermain. d. Media Massa. Media massa sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh

terhadap perilaku khayalaknya. Perkembangan teknologi yang semakin maju telah meningkatkan kualitas pemberi pesan serta peningkatan frekuensi pengenaan masyarakat sehingga memberi peluang yang semakin tinggi bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi.

Menurut Van Doorm Lammers dalam Sajogyo (1982), proses sosialisasi dilakukan melalui pengendalian sosial yang meliputi empat proses yaitu :

1. Proses ajar didik atau pewarisan. Menurut Witting yang dalam Muhibbin dikutip oleh Aminah (2007), mengungkapkan bahwa proses belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Proses belajar sosial terjadi dalam urutan yang meliputi tahap perhatian, tahap penyimpanan dalam ingatan, tahap reproduksi dan tahap motivasi. Dalam masyarakat Melayu Pontianak, proses ajar didik


(44)

dilakukan melalui pemberian nasehat oleh orangtua kepada anaknya melalui tradisi Pantang Larang.

2. Sanksi, merupakan tindakan-tindakan atau hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau ketentuan undang-undang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Lubis dikutip Aminah (2007) menyatakan bahwa sanksi digolongkan kedalam tiga bentuk yaitu :

a) sanksi berupa fisik berupa kontrol negatif, pengusiran, permusuhan dan hukuman fisik

b) sanksi ekonomi berupa hukuman ekonomi, intimidasi ekonomi dan hadiah atau ganjaran ekonomi

c) sanksi psikologis berupa hukuman secara psikologis atau ganjaran atau hadiah secara psikolog. Pada masyarakat Melayu Pontianak, sanksi berkenaan dengan tradisi Pantang Larang yang disampaikan ketika upacara perkawinan kepada calon pengantin, pada pasangan suami istri di masa kehamilan dan kelahiran.

3. Ritus kolektif, adalah tata cara dalam upacara keagamaan bersama-sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Pada Masyarakat Melayu Pontianak, ritus kolektif ditunjukkan melalui upacara adat seperti pernikahan dan kehamilan (Aminah, 2007).

4. Alokasi posisi, adalah adanya peranan-peranan tertentu yang dilakukan dengan status yang dimilikinya. Pada Masyarakat Melayu Pontianak, alokasi posisi ditunjukkan dari kepatuhan anak kepada orangtua yang berkenaan tradisi Pantang Larang sehingga tradisi tersebut tetap dijalankan oleh generasi muda (Aminah, 2007).


(45)

Proses belajar yang bersifat adaptif dan intelengensia juga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai pada pada pemuda. Proses belajar pada pemuda membentuk tindakan sosial dengan memanfaatkan pengalamannya bila dinilai perlu atau pengalaman orangtua melalui saluran sosialisasi dalam keluarga. Perubahan pengetahuan ini akan berdampak langsung terhadap suatu pekerjaan. Tingkat akses pemuda terhadap informasi baru dan lembaga pendidikan, interaksinya dengan pihak lain akan turut mempengaruhi pandangan terhadap masa depan yang diharapkan (Vembriato, dalam Herlina, 2002). Hal ini juga dinyatakan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa karakteristik individu dan karakteristik sosial individu, misalnya kosmopolitan akan mempengaruhi pengetahuan terhadap inovasi dan keuntungan beberapa pengertian dari fungsi inovasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karakteristik individu dan karakteristik sosial pada generasi muda dalam hal ini mahasiswa akan berhubungan nilai kerja mereka karena nilai kerja tersebut dapat ditentukan dari seberapa jauh mereka mengetahui tentang kerja pertanian dan dampak berupa keuntungan maupun kerugian dari kerja pertanian.

Proses sosialisasi keluarga tersebut dipengaruhi oleh berbagai latar belakang orangtua. Sosialisasi nilai kerja akan dipengaruhi oleh latar belakang berupa pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lahan maupun domisili. Lahan masih menempati posisi sentral dalam perkembangan sejarah peradaban manusia, karena persoalan lahan tidak semata-mata menjadi persoalan ekonomi namun persoalan lahan ini hampir menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat. Seperti yang diungkapkan Tjakrawati (1988) dalam penelitiannya bahwa lahan masih menjadi titik sentral segala aktivitas sosial ekonomi bagi masyarakat. Hal yang sama juga


(46)

dikemukakan oleh Lubis dan Soetarto (1991) dalam penelitiannya, diketahui bahwa kerja pertanian masih menarik bagi pemuda, namun yang menjadi persoalan pokoknya adalah ketersediaan lahan bagi kegiatan pertanian.

Pendidikan merupakan salah satu faktor dalam pembentukan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan seringkali mewarnai tujuan yang ingin dicapai. Rahmat yang dikutip oleh Hartati (1994), mengungkapkan bahwa terdapat perubahan sikap mental dari tenaga kerja (buruh) terhadap modernisasi yang terjadi terutama akibat perbaikan tingkat pendidikan dan status sosial yang berakibat aktivitas usaha tani dirasakan kurang menarik dan besarnya tingkat upah di usahatani yang cenderung tetap dan bahkan secara riil turun. Peningkatan pendidikan pada generasi muda yang telah diusahakan oleh para orangtua tampak terkandung suatu harapan bahwa kelak anak-anaknya itu akan mengangkat derajat orangtua mereka.

Berdasarkan hasil penelitian Herlina (2002), pemuda memiliki pendidikan yang tinggi cenderung memilih bekerja di non-pertanian karena dinilai lebih berstatus sosial yang tinggi. Bagi mereka yang berpendidikan rendah terpaksa bekerja di pertanian karena keterbatasan kesempatan di sektor non-pertanian dimana pendidikan menjadi salah satu syarat untuk memperoleh pekerjaan.

2.6Nilai kerja Pertanian pada Mayarakat Batak Toba

Seorang anak yang berasal dari keluarga petani belum tentu kelak bekerja sebagai petani. Pada masyarakat Batak Toba, penanaman nilai-nilai telah diupayakan sejak kanak-kanak. Nilai-nilai ini disosialisasikan kepada anak untuk mempertahankan identitas diri dan adanya harapan kehidupan keturunannya akan


(47)

lebih baik darinya. Kemajuan teknologi dan modernisasi akan berlangsung secara terus menerus yang akan berimplikasi pada kebudayaan. Cita-cita masyarakat Batak Toba juga berkembang sesuai dengan perkembangan situasi dan lingkungan yang dihadapinya. Dengan adanya perubahan pada kebudayaan maka setiap individu harus berupaya beradaptasi terus menerus.

Cita-cita masyarakat Batak dikenal dengan konsep 3H yaitu hagabeon (keturunan) dan hamoraon (kekayaan) serta hasangapon (kehormatan). Dulu untuk mencapai ketiga cita-cita ini diperoleh melalui garis keturunan, namun dengan masuknya agama Kristen terhadap kebudayaan Batak maka cita-cita tersebut dicapai dengan pendidikan. Biasanya cita-cita seorang anak etnis Batak Toba akan dipengaruhi oleh cita-cita keluarga, hal ini dipandang sebagai kewajiban sebagai seorang anak.

Bagi masyarakat Batak Toba, seseorang dianggap telah berhasil sebagai seorang Batak apabila telah berhasil meraih ketiga cita-cita tersebut. Pendidikan telah menjadi titik tolak ukur untuk memperoleh hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Dengan pendidikan tinggi diharapkan akan menciptakan pekerjaan yang tinggi pula. Apapun jenis pekerjaan yang ditekuni oleh setiap masyarakat Batak akan dianggap baik atau berhasil apabila pekerjaan tersebut mampu memberikan status sosial bagi dirinya terutama pada orangtuanya. Bagi orang Batak, status sosial merupakan sesuatu yang didambakan sebagai manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Masyarakat Batak Toba akan berusaha mewujudkan hagabeon, hamoraon, dan hasangapon yang dipandang jalan menuju untuk memperoleh status sosial yang tinggi.


(48)

Cita-cita hidup Batak Toba ditanamkan dari generasi ke generasi. Nilai dari cita-cita Batak Toba, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon atau 3H mengalami perubahan yang selalu mengikuti arus pekembangan zaman yang telah menempatkan pendidikan sebagai kunci dalam meraih cita-cita tersebut. Hal inilah yang mempengaruhi orangtua dalam mensosialisasi nilai kerja. Pencapaian status sosial sebagai puncak dalam keberhasilan mewujudkan ketiga cita-cita ini juga mempengaruhi orangtua dalam menanamkan nilai-nilai. Sejak masa Si Raja Batak, sistem pertanian telah dijadikan sebagai sumber mata pencaharian. Namun, keadaan ini mengalami perubahan karena adanya ketimpangan luas lahan dengan jumlah penduduk, serta kondisi topografi yang kurang mendukung. Hal ini mengakibatkan masyarakat Batak cenderung meninggalkan pertanian. Mereka cenderung melakukan migrasi atau merantau ke daerah lain yang mendukung kegiatan pertanian yang dapat memberikan taraf hidup yang lebih baik dan tidak jarang mereka meninggalkan pertanian dan mencari pekerjaan di luar pertanian. Selain itu, adanya faktor pendidikan yang semakin tinggi mendorong orang Batak untuk keluar dari pertanian.

Bagi masyarakat Batak, merantau telah menjadi suatu budaya yang merupakan jalan mewujudkan cita-cita 3Hnya. Bagi mereka yang telah merantau, tidak dipesankan lagi untuk kembali ke bonapasogit untuk bekerja bahkan untuk mengolah pertanian justru mereka berpesan agar mencari penghidupan yang baik dari orangtua dimanapun. Orangtua tidak memaksakan anaknya untuk menekuni suatu pekerjaan tertentu. Keadaan ini digambarkan melalui ungkapan timbo tiang ni ruma, timboan tiang ni sopo, sai timboma pangkat nang ilmu alai tiboan pangkat na umposo. Hal ini berarti bahwa generasi harus lebih baik. Dari kondisi


(49)

yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa nilai kerja pertanian bernilai baik apabila memberikan status sosial yang baik pula. Dari pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sosialisasi nilai kerja pada masyarakat Batak terjadi secara demokrasi dan permisif karena orangtua berupaya menanamkan cita-cita hidup Batak Toba yang telah dijalankan dari dulu dan dibebaskan memilih jenis pekerjaan, jika pekerjaan tersebut mampu memberikan status sosial yang baik bagi dirinya dan keluarga pada umumnya.

a. Hagabeon

Hagabeon terkait dengan keturunan. Bagi orang Batak, hagabeon sangat penting sebagai penerus keturunan. Kebahagiaan orang Batak belum lengkap jika belum mempunyai anak laki-laki karena anak laki-lakilah yang berfungsi sebagai pembawa marga sekaligus penerus keturuan. Pada zaman dahulu, sebuah keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki, maka sang suami boleh menikah lagi untuk mendapatkan anak laki-laki.

b. Hamoraon

Hamoraon atau kekayaan merupakan sesuatu yang sudah pasti dicari setiap orang tak terkecuali orang Batak. Hamoraon tidak hanya diukur dari materi saja, tetapi anak pun merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai seperti lagu “anakkonkhi hamoraon di au”. Dalam lagu tersebut tersirat makna bahwa orangtua akan rela melakukan apa saja demi kebagiaan dan keberhasilan anak-anaknya.

c. Hasangapon

Hasangapon terkait dengan kehormatan dan kedudukan atau status sosial. Tidak semua orang memiliki hasangapon. Namun, melalui generasi berikutnya


(50)

tidak menutup kemungkinan untuk memperoleh hasangapon meskipun dirinya belum memperoleh hasangapon. Tapi lewat keturunannya hasangapon akan bisa dicapai. Hasangapon tidak selamanya dilihat dari pangkat atau posisi seseorang dalam masyarakat, namun dapat dilihat dari interaksi dengan lingkungan masyarakatnya. Meskipun seseorang tidak memiliki posisi yang tinggi, bisa saja orang tersebut mendapat hasangapon atau dihormati di lingkungannya dan sebaliknya orang-orang yang memiliki posisi atau jabatan yang tinggi dalam pekerjaan tetapi tidak dihormati di lingkungan.

Ditinjau dari sejarah, orang Batak sangat tergantung pada mata pencaharian dari bertani. Mengutip Situmorang dalam Sitorus (1998), mengemukakan bahwa komunitas Batak Toba merupakan komunitas lembah, yaitu komunitas dengan usahatani sawah beririgasi yang dinyakini telah diterapkan sejak masa “si Raja Batak”. Namun dengan masuknya ajaran agama Kristen membawa perubahan pola pikir masyarakat Batak yang salah satunya pada orientasi pencapaian cita-cita hidup.

Dari hasil studi yang dilakukan oleh Sitompul (1991) bahwa dalam interaksi kehidupan Batak selalu terdengar pasu-pasu/berkat yang sampai saat ini telah tertanam dalam masyarakat Batak, walaupun pekerjaan seseorang tidak lagi bertani yaitu “anduhur martutu di atas purbatua, sai sinur ma pinahan gabe na niula” yang artinya burung tekukur bernyanyi di atas purbatua, berkembangbiaklah ternak, berbuahlah tanam-tanaman. Berkat ini bertujuan agar apa pun yang mereka kerjakan disawah dan di ladang menghasilkan buah sedangkan ternak berkembangbiak.


(51)

Harahap (1987) mengemukakan bahwa merantau telah menjadi suatu budaya bagi orang Batak, karena masyarakat Batak merasa bahwa kampung halaman tidak cukup memberi kemungkinan untuk meningkatkan kesejahteraan termasuk pendidikan maka mereka pun akan mencari tempat-tempat untuk dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan keinginan merantau dan meninggalkan tanah Batak atau keinginan untuk meninggalkan pertanian adalah faktor fisik geografis, iklim/musim dan kesuburan tanah.

1. Topografi

Dataran tinggi Danau Toba menyebabkan pengembangan usaha pertanian sulit dilakukan. Musim kering yang panjang terancam gagal panen dan petani kehilangan pendapatan. Kondisi di atas mengakibatkan masyarakat Toba yang berada disekitar daerah dataran tinggi Danau Toba untuk berpindah tempat. Keadaan inilah yang mengakibatkan pertanian di dataran tinggi Danau Toba semakin lama semakin redup.

2. Faktor Sosial dan Demografi

Tanah bagi orang Batak memiliki peranan baik dalam hal ekonomi maupun sosial/budaya. Pemikiran orang batak yang agraris tradisional, yaitu “sihol di anak, sihol di tano” yang artinya suka akan anak, suka akan tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dengan luas lahan. Berkurangnya lahan pertanian tentunya mengakibatkan pendapatan berkurang yang tidak mencukupi pemenuhan kebutuhan.


(52)

3. Faktor Pendidikan

Orang Batak Toba cenderung meninggalkan kegiatan tradisional, seperti bertani meraih pendidikan formal yang memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan bertani dan meraih status yang lebih tinggi. Jenis-jenis pendidikan keterampilan yang berkembang akan mempengaruhi orang Batak dalam mengikuti nilai-nilai profesional pekerjaan sesuai dengan pendidikannya.

4. Faktor Ekonomi

Keterbatasan lahan pertanian menyebabkan orang Batak merantau ke daerah lain yang mampu memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

Mengacu dari hasil studi yang dilakukan Tjakrawati (1988) tujuh dimensi untuk melihat nilai kerja pertanian maka nilai pertanian yang terdapat pada masyarakat Batak antara lain:

1. Dimensi lahan

Tanah bagi orang Batak memiliki peranan dalam hal ekonomi maupun sosial/budaya. Dalam hal budaya, terdapat istilah yang berkenaan dengan sistem pertanahan, seperti adat pemargaan, dalihanna tolu dan harajoan. Pada masa agraris tradisional, masyarakat Batak mengenal istilah “sihol di anak, sihol di tano” yang artinya suka akan anak, suka akan tanah yang memiliki makna yaitu mengejar kemakmuran berupa panen yang baik, ternak berkembangbiak dan juga keturunan yang banyak. Adanya pertambahan penduduk menyebabkan berkurangnya lahan pertanian. Berkurangnya lahan pertanian tentunya mengakibatkan pendapatan yang berkurang tidak mencukupi pemenuhan


(53)

kebutuhan. Hal ini mendorong masyarakat Batak untuk mencari pekerjaan tambahan di luar pertanian bahkan meninggalkan pertanian.

2. Dimensi tenaga kerja

Masyarakat Batak, cita-cita untuk mencapai kemajuan (hamajuon) dalam diri Batak dicapai melalui pendidikan dan merantau. Orang Batak yang telah mampu mengakses pendidikan cenderung meninggalkan kegiatan tradisional seperti bertani menjadi pekerja halus yang memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan bertani dan meraih status yang lebih tinggi. Perkembangan pendidikan menumbuhkan suatu prinsip bagi orang Batak untuk menyekolahkan anak-anak mereka bahkan sampai keluar Tapanuli. Jenis-jenis pendidikan keterampilan yang berkembang mempengaruhi kecenderungan orang Batak Toba dalam mengikuti nilai-nilai professional pekerjaan sesuai dengan pendidikannya.

3. Dimensi modal

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Purba dan Purba (1997) bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan orang Batak meninggalkan pertanian dan berpindah tempat mencari areal yang cocok. Faktor tersebut antara lain, faktor fisik geografis, iklim/musim dan kesuburan tanah dimana asal mula orang Batak yang berada di dataran tinggi yang memiliki tipe topografi bergelombang dan curam, keadaan tanah bergunung-gunung dan berlembah-lembah, kemiringan tanah yang curam tidak cocok untuk digunakan sebagai areal pertanian dan memiliki musim kering yang panjang. Berkurangnya lahan pertanian tentunya mengakibatkan pendapatan berkurang yang tidak mencukupi pemenuhan


(54)

kebutuhan. Hal ini mendorong masyarakat Batak untuk mencari pekerjaan tambahan di luar pertanian, bahkan meninggalkan pertanian.

4. Dimensi pasar, komoditi dan transportasi

Pada masyarakat Batak, terdapat istilah onan, yaitu pasar yang merupakan suatu institusi ekonomis juga institusi sosial yang menghubungkan antar huta (kampung) yang mana orang-orang yang berasal dari berbeda huta menjajakan barang ataupun jasa. Selain itu, onan ini juga erat kaitannya dengan lingkungan pertaniannya. Tipe pasar yang dimaksud adalah parengge-rengge yaitu pedagang kecil yang berada di emperan toko atau pasar yang menggelarkan barang dagangannya berupa bahan makanan pokok, hasil-hasil pertaniannya dan barang-barang kecil yang mudah diangkut dan disimpan.

5. Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

Orang Batak yang berpegang teguh untuk mencapai status sosial memandang bahwa apapun pekerjaan akan dipandang bernilai apabila mampu memberikan status sosial yang diwujudkan melalui konsep 3H, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon.

6. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat

Masyarakat Batak memandang bahwa pendidikan yang tinggi akan menciptakan status sosial sehingga mereka akan cenderung menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Oleh karena itu, para masyarakat Batak akan berlomba dan berusaha memberikan pendidikan yang tinggi kepada keturunannya. 7. Dimensi harapan-harapan

Dalam keluarga Batak, apabila anaknya telah meraih pendidikan yang tinggi maka para orangtua tidak akan memaksakan anaknya untuk kembali ke


(55)

kampung halaman untuk bekerja atau melanjutkan pekerjaan orangtuanya. Besar harapan orangtua agar anaknya dapat meraih kesuksesan dimanapun mereka berada.

2.7 Kerangka Pemikiran

Nilai kerja merupakan pandangan masyarakat terhadap salah satu sektor pekerjaan yaitu sektor pertanian dan non-pertanian. Tjakrawati (1988) mendefinisikan bahwa nilai kerja pertanian terkait dalam konteks pelaku sosial memberi penilaian terkait konsepsi baik atau buruknya tentang kerja pertanian yang dianut sebagian besar masyarakat. Dalam studi ini, nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba yang didefinisikan sebagai konsep baik buruknya kerja pertanian yang diukur melalui tujuh dimensi, seperti yang dikemukakan oleh Tjakrawati (1988) yaitu dimensi lahan, dimensi tenaga kerja, dimensi modal, dimensi pasar, komoditi dan transportasi, dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja, dimensi hubungan dengan teman dan kerabat, dimensi harapan-harapan. Dengan demikian, nilai kerja yang dihasilkan ini akhirnya mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih untuk bekerja di sektor pertanian atau tidak.

Nilai individu terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam mempelajari sosialisasi tentunya akan membicarakan siapa yang menjadi agen sosialisasi. Keluarga dalam hal ini orangtua merupakan agen sosialisasi yang memiliki peran yang sangat besar dalam sosialisasi (Soe’oed, 1999). Dalam penelitian ini, akan dikaji tentang pengaruh sosialisasi keluarga dalam menilai pekerjaan pertanian. Faktor-faktor yang akan dikaji dalam studi ini meliputi


(56)

karakteristik orangtua yang terdiri dari pendidikan, pendapatan, pekerjaan, domisili, kepemilikan lahan. Karakteristik orangtua ini diduga berhubungan dalam mensosialisasikan nilai budaya termasuk nilai kerja kepada anaknya. Proses sosialisasi nilai budaya dari orangtua kepada generasinya akan mempengaruhi mahasiswa dalam memberikan penilaian terhadap obyek tertentu seperti pekerjaan pertanian. Proses sosialisasi nilai kerja berkaitan dengan pelaksanaan budaya tersebut yang dilakukan orangtua terhadap anaknya diduga akan mempengaruhi mahasiswa dalam menilai pekerjaan pertanian ataupun non-pertanian. Proses sosialisasi inilah yang dianggap penting oleh peneliti untuk dikaji sejauh mana proses sosialisasi budaya terkait dengan pekerjaan pertanian mampu sebagai cara untuk mencapai nilai-nilai yang terkandung dalam budaya yang dianutnya. Nilai budaya Batak Toba yang merupakan konsep mengenai kehidupan yang dicita-citakan sebagai anggota dari komunitas Batak tercermin dalam 3H, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Dalam ketiga cita-cita tersebut terkandung harapan orangtua kepada anaknya untuk memberikan status sosial yang berarti anaknya harus jauh lebih baik daripada kondisi orangtuanya.

Peranan orangtua merupakan agen yang penting dalam perkembangan segala aspek kepribadian anak-anaknya. Tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang secara formal merupakan faktor terpenting yang sangat menunjang dalam perkembangan segala aspek kepribadian individu sekaligus sebagai salah satu syarat dalam memperoleh kesempatan kerja. Tingkat pendidikan yang tinggi yang dimiliki oleh orangtua diduga akan mempengaruhi individu atau anaknya dalam memberikan nilai terhadap jenis pekerjaan. Mahasiswa yang memiliki orangtua dengan latar belakang pendidikan yang tinggi diduga akan memiliki nilai


(57)

yang buruk terhadap pekerjaan pertanian dibanding mahasiswa yang memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan yang rendah. Orangtua pada umumnya menginginkan anaknya nantinya akan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi darinya yang secara langsung orangtua berharap pekerjaannya pun akan lebih baik.

Selain itu, tingkat pendapatan pada orangtua juga akan mempengaruhi generasinya dalam memberikan nilai dan pengambilan keputusan pilihan pekerjaannya. Diduga, mahasiswa yang memiliki orangtua dengan pendapatan tinggi akan memberikan nilai yang buruk terhadap pekerjaan pertanian. Sebaliknya mahasiswa yang memiliki orangtua dengan pendapatan rendah akan memberikan nilai baik terhadap pekerjaan pertanian. Pekerjaan orangtua juga diduga turut mempengaruhi mahasiswa dalam memberikan nilai terhadap pekerjaan pertanian. Mahasiswa yang memiliki orangtua yang bekerja di dunia pertanian diduga akan memberikan nilai yang baik terhadap pekerjaan pertanian dan sebaliknya. Selain itu, kepemilikan lahan juga akan mempengaruhi dalam menentukan nilai kerja pertanian pada mahasiswa. Adanya pola pewarisan lahan pertanian dalam masyarakat mempengaruhi dalam menetapkan nilai kerja pertaniannya. Diduga mahasiswa yang memperoleh warisan lahan pertanian akan memberikan nilai yang baik terhadap pekerjaan pertanian. Domisili orangtua juga diduga dapat mempengaruhi nilai kerja pertanian.

Selain itu, karakteristik individu dan karakteristik sosial atau aktivitas sosial akan mempengaruhi menilai pekerjaan pertanian (Rogers dan Shoemaker,1971). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aktivitas sosial melalui kegiatan ekstrakulikuler yaitu keikutsertaan mahasiswa dalam organisasi


(58)

di kampus akan mempengaruhi nilai kerja karena nilai kerja tersebut dapat ditentukan dari seberapa jauh mereka mengetahui tentang kerja pertanian dan dampak berupa keuntungan maupun kerugian dari kerja pertanian. Adanya interaksi sosial yang dilakukan dan informasi tentang dunia pertanian akan mempengaruhinya dalam memberikan penilaian terhadap pekerjaan tertentu. Mahasiswa dapat memberikan nilai baik atau buruk terhadap pekerjaan pertanian tergantung bagaimana mereka menyikapi informasi tersebut.

Dalam masyarakat patrineal, anak laki-laki memiliki nilai lebih daripada perempuan. Oleh karena itu, laki-laki dipandang menjadi harapan bagi orangtua dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Terkait dengan harapan orangtua kepada anak laki-lakinya, diduga harapan tersebut akan mempengaruhi seorang anak untuk memilih pekerjaan. Selain itu, diduga posisi anak dalam keluarga turut mempengaruhi dalam memberikan nilai kerja. Selanjutnya, setiap individu dalam menilai suatu pekerjaan pertanian akan dipengaruhi oleh sekolah tempat menimba ilmu (Fuller dan Jacob Sunarto, 1933). Penelitian ini akan meneliti nilai kerja pertanian pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor, sehingga faktor fakultas perlu diteliti mengingat Institut Pertanian Bogor yang terdiri dari sembilan fakultas.


(59)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: berhubungan

2.8 Hipotesis Penelitian

1. Karakteristik orang tua mempengaruhi proses sosialisasi nilai kerja pertanian 2. Proses sosialisasi nilai kerja pertanian mempengaruhi nilai kerja pertanian 3. Aktivitas sosial mempengaruhi nilai kerja pertanian

4. Karakteristik individu mempengaruhi nilai kerja pertanian

Karakteristik individu

1. Jenis kelamin 2. Posisi dalam

keluarga 3. Fakultas

Nilai kerja Pertanian

1. Dimensi lahan 2. Dimensi tenaga kerja 3. Dimensi modal 4. Dimensi pasar,

komoditi dan transportasi 5. Dimensi pola

pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

6. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat

7. Dimensi harapan-harapan

Aktivitas sosial : Kegiatan ekstrakurikuler

Proses Sosialisasi Keluarga Karakteristik

orangtua

1. Tingkat pendidikan 2.Tingkat pendapatan 3. Jenis Pekerjaan 4. Kepemilikan lahan 5. Domisili


(60)

2.9 Definisi Operasional

1. Karakteristik orangtua terdiri dari pendapatan, pendidikan dan pekerjaan dan domisili.

2. Pendapatan adalah penghasilan yang diterima oleh orangtua dari pekerjaan utama yang dilakukan selama per bulan.

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti. Pekerjaan adalah jenis bidang pekerjaan yang ditekuni.

4. Kepemilikan lahan adalah luasan areal yang dimiliki ataupun dikelola orangtua responden baik yang akan digunakan untuk pertanian ataupun non-pertanian. Kepemilikan lahan dapat dikategorikan menjadi :

1. Milik sendiri

2. Bukan milik sendiri

5. Domisili adalah wilayah dimana orangtua reponden tinggal yang dikategorikan menjadi dua yaitu Tapanuli dan luar Tapanuli.

6. Sosialisasi adalah proses pengenalan, pembinaan dan pewarisan kebudayaan yang melibatkan antar generasi yaitu dari orangtua kepada anaknya. Sosialisasi pekerjaan pertanian merupakan pengenalan, pembinaan dan pewarisan budaya pertanian yang melibatkan dari orangtua. Nilai sosialisasi diukur dengan pemberian skor kepada pertanyaan khusus tentang sosialisasi. Berdasarkan pemberian skor tersebut, sosialisasi berada pada interval 2 sampai 17. Proses sosialisasi akan digolongkan menjadi tiga yaitu sosialisasi tinggi, sedang dan rendah. Skor untuk sosialisasi rendah berada pada rentang 2 sampai 6, sosialisasi


(61)

sedang 7 sampai 11 dan skor sosialisasi tinggi berada pada rentang 12 sampai 17.

7. Aktivitas sosial adalah keikutsertaan mengikuti organisasi di kampus dan yang dilakukan oleh responden selama seminggu.

8. Jenis kelamin adalah karakteristik biologis responden. Jenis kelamin responden dikategorikan menjadi :

1. laki-laki 2. perempuan.

9. Posisi dalam keluarga adalah urutan kelahiran dalam keluarga.

10.Nilai kerja pertanian adalah penilaian seseorang terhadap pekerjaan pertanian (seluruh kegiatan produktivitas komoditas pertanian yang berhubungan dengan pengelolaan sampai kepada pemanfaatannya) berupa nilai baik atau buruk pekerjaan pertanian. Nilai kerja pertanian pada mahasiswa diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan mengenai nilai kerja pertanian. Pertanyaan terhadap nilai kerja pertanian dibedakan menjadi tujuh dimensi, yaitu dimensi lahan, dimensi tenaga kerja, dimensi modal, dimensi pasar, komoditi dan transportasi, dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja, dimensi hubungan dengan teman dan kerabat, dimensi harapan-harapan. Skor nilai kerja pertanian setiap indeks diukur dengan memberikan skor kepada pertanyaan khusus yang berhubungan dengan ketujuh dimensi seperti yang telah disebutkan mulai dari “sangat setuju” dengan skor 5, “setuju” dengan skor 4, “ragu-ragu” dengan skor 3, “tidak setuju” dengan skor 2 serta “sangat tidak setuju” dengan skor 1. Skor jawaban tiap pertanyaan khusus dari


(62)

masing-masing indeks tersebut kemudian dijumlahkan yang selanjutnya akan dikategorikan menjadi skor rendah dan skor tinggi.


(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja atas pertimbangan bahwa Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka mengkhususkan bidang ilmunya di sektor pertanian secara luas. Selain itu, lokasi ini dipilih atas dasar pertimbangan kemudahan mengakses, keterbatasan biaya dan waktu peneliti. Hal ini akan membantu peneliti dalam memahami nilai kerja pertanian pada generasi muda etnis Batak Toba. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yakni bulan Mei sampai Juni 2008.

3.2 Penentuan Responden Penelitian

Unit analisis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Batak Toba Angkatan 2005 yang kuliah di Institut Pertanian Bogor dan aktif mengikuti perkuliahan sampai Semester VI. Mahasiswa merupakan etnis Batak Toba dengan menelusuri ‘marga’ yang disandang. Untuk memperoleh responden tersebut terlebih dahulu dilakukan kunjungan ke masing-masing Fakultas untuk mengetahui jumlah mahasiswa Batak kemudian peneliti menelusuri siapa saja yang Batak Toba dengan menanyakan langsung kepada responden yang diperoleh dengan sensus kemudian menyebarkan kuesioner kepada seluruh mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi responden adalah mahasiswa yang secara sukarela menjawab pertanyaan dan mengisi kuesioner.


(64)

Jumlah mahasiswa Batak Toba yang diperoleh di lapangan sebanyak 140 orang dan yang menjadi responden penelitian sebanyak 106 orang. Dipilihnya responden ini karena kemudahan untuk mengakses serta mahasiswa yang berada di Semester VI diduga telah memiliki wawasan yang lebih banyak tentang pertanian sebelum mereka kuliah di IPB.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan menggunakan data primer dan data sekunder serta didukung oleh data kualitatif guna memperoleh data mengenai nilai pertanian dan proses sosialisasi nilai kerja pertanian. Data yang dikumpulkan ini menjadi data primer.

Data kualitatif diperoleh melalui diskusi kelompok dengan responden yang digunakan untuk mendukung hasil data primer. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap. Pertama, melakukan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada seluruh responden, selanjutnya setelah hasil dari kuesioner diperoleh maka dilakukan tahap kedua yaitu pendekatan kualitatif melalui diskusi kelompok.

3.4Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan bantuan tabel frekuansi dan tabulasi silang, atau dengan program perhitungan statistik komputer SPSS (satistic program for social science). Tabel frekuensi dan tabulasi silang digunakan peneliti untuk melihat kecenderungan jawaban responden terhadap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner terkait dengan hipotesis penelitian. Hasil analisis


(65)

kuantitatif ini akan disajikan secara deskriptif yang diperkuat dengan data kualitatif. Selanjutnya untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel akan diolah dengan menggunakan komputer dengan program perhitungan statistik komputer SPSS (satistic program for social science) dengan uji chi-square.

3.5Keterbatasan Penelitian

Pertanian yang dalam penelitian ini merupakan pertanian dalam arti sempit yaitu dalam arti bercocok tanam. Dengan demikian nilai kerja pertanian dalam penelitian ini merupakan penilaian yang diberikan responden terhadap sistem pertanian sawah yang dimulai dari proses persiapan lahan sampai dengan panen.


(1)

D. NILAI PASAR, KOMODITI DAN TRANSPORTASI

No Pernyataan 1

Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3 Ragu-ragu 4 Setuju 5 Sangat Setuju 1 Hasil pertanian sebaiknya dijual di

pasar lansung kepada konsumen

2 Hasil pertanian baiknya dijual tidak sebagian saja

3 Jenis komoditi yang ditanam dapat dijual sekaligus dapat dipergunakan sendiri

4 Hasil pertanian dapat dijual secara langsung ke bandar

5 Memasarkan hasil pertanian membutuhkan sarana transportasi untuk mengangkutnya ke pasar

E. DIMENSI POLA PEKERJAAN DAN PANDANGAN TERHADAP KERJA

No Pernyataan 1

Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3 Ragu-ragu 4 Setuju 5 Sangat Setuju 1 Pekerjaan pertanian sangat kotor dan

melelahkan

2 Pekerjaan pertanian mengatasi resiko musiman sedangkan pekerjaan non-pertanian mengatasi resiko harian 3 Bekerja di sektor pertanian sebagai

pekerjaan sampingan

4 Pekerjaan pertanian merupakan pekerjaan terhormat

5 Pekerjaan bertani sebagai jaminan hari tua dan lebih cocok dilakukan untum mengisi hari-hari tua


(2)

F. DIMENSI HUBUNGAN

No Pernyataan 1

Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3 Ragu-ragu 4 Setuju 5 Sangat Setuju 1 Keberhasilan teman/kerabat dalam

pekerjaan tertentu dalam meraih keuntungan ekonomi cenderung membuat anda mengikuti pekerjaan yang sama

2 Anda akan mengikuti pekerjaan yang orangtua anda lakukan sekarang

3 Status sosial yang diraih teman/kerabat dengan pekerjaannya membuat anda ingin meniru pekerjaan untuk mendapat status sosial

4 Pengalaman yang buruk yang dialami oleh teman/kerabat dalam pekerjaan membuat anda lebih memilih pekerjaan yang berbeda

5 Pengalaman yang buruk dari orangtua anda dalam pekerjaannya membuat anda memilih pekerjaan yang berbeda G. DIMENSI HARAPAN-HARAPAN

No Pernyataan 1

Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3 Ragu-ragu 4 Setuju 5 Sangat Setuju 1 Baiknya pekerjaan disesuaikan dengan

pendidikan yang diperoleh

2 Pendapatan yang diperoleh dari bekerja di sektor pertanian mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, baik sendiri ataupun keluarga

3 Orangtua lebih senang bila anaknya bekerja di sektor pertanian

4 Pekerjaan pertanian tidak dicita-citakan 5 Pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan

sampingan sebagai tambahan penghasilan


(3)

Lampiran 4. Panduan pertanyaan Untuk Mahasiswa

a. Menurut anda, apakah lulusan IPB sebaiknya bekerja di sektor pertanian?

b. Bagaimanakah pendapat anda tentang pertanian khususya pekerjaan

pertanian setelah belajar dan kuliah di IPB?

c. Apakah harapan orangtua kepada anda dengan kuliah di IPB?

d. Pernahkah orangtua anda menyinggung tentang manakah pekerjaan yang

baik atau tidak baik? Mengapa?

e. Apakah pekerjaan orangtua akan mempengaruhi proses sosialisasi?

Bagaimana dengan kedua orangtua anda, apakah mempengaruhi proses sosialisasi pekerjaan yang akan dilakukan? Mengapa? Bagaimana pendapat anda pada keadaan tersebut?

f. Apakah pendapat orangtua akan mempengaruhi proses sosialisasi yang

akan anda terima? Bagaimana dengan kedua orangtua anda, apakah pendapatan yang diterima akan mempengaruhi proses sosialisasi pekerjaan yang diberikan kepada anda? Mengapa? Bagaimana pendapat anda pada keadaan tersebut?

g. Apakah domisili orangtua akan mempengaruhi proses sosialisasi yang

akan anda terima? Bagaimana dengan kedua orangtua anda, apakah domisilinya akan mempengaruhi proses sosialisasi pekerjaan yang akan dilakukan? Mengapa? Bagaimana pendapat anda pada keadaan tersebut?

h. Apakah kepemilikan lahan oleh orangtua anda akan berpengaruh pada

proses sosialisasi pekerjaan yang diangap baik atau buruk? Bagaimana dengan kedua orangtua anda, apakah kepemilikan lahan oleh orangtua anda mempengaruhi proses sosialisasi pekerjaan yang akan dilakukan? Mengapa? Bagaimana pendapat anda pada keadaan tersebut?

i. Apakah sosialisasi pekerjaan yang diberikan oleh kedua orangtua harus

dilaksanakan ? Apakah sosialisasi pekerjaan yang dianggap baik atau buruk oleh orangtua anda mempengaruhi anda dalam menilai pekerjaan tertentu?

j. Jika ‘ya’ apakah pandangan anda tentang pekerjaan tersebut akan


(4)

k. Apakah anda mendapat sanksi apabila kelak anda bekerja di sektor pekerjaan yang bertolak belakang dengan pekerjaan yang diharapkan orangtua anda sebelumnya? Mengapa diberikan sanksi? Dalam bentuk apakah sanksi tersebut?

l. Apakah posisi anda dalam keluarga dan jenis kelamin berpengaruh

terhadap proses sosialisasi pekerjaan? Bagaimakah pendapat anda menyikapi hal tersebut?

m. Apakah sosialisasi pekerjaan yang dihubungkan dengan posisi anda dalam

keluarga serta jenis kelamin anda akan mempengaruhi anda dalam menilai setiap jenis pekerjaan?

n. Apabila anda sangat diharapkan oleh orangtua bekerja di pertanian, apakah

anda bersedia? Mengapa?

o. Apakah yang pelajari dari kegiatan-kegiatan organisasi yang anda lakukan

berpengaruh penilaian anda terhadap sesuatu hal terutama dalam menilai pekerjaan? Mengapa?

p. Apakah kegiatan-kegiatan organisasi yang anda lakukan kelak dapat

membantu anda memilih pekerjaan yang anda ingin capai? Mengapa?

q. Apakah perkembangan ilmu pengetahuan serta terknologi saat ini

mempengaruhi anda dalam menilai suatu pekerjaan serta memilih pekerjaan? Bagaimana dengan anda dan bagaimana anda menyikapinya?

r. Anda sebagai mahasiswa di perguruan tinggi negeri pertanian, melihat

kondisi pertanian sekarang, apakah anda tertarik untuk bekerja di pertanian? Jika “ya” mengapa? Jika “tidak” mengapa?

s. Apakah anda diberikan kebebasan oleh orangtua untuk memilih pekerjaan

ketika lulus dari kuliah terutama dari IPB ? Mengapa?

t. Bagaimanakah pendapat orangtua anda terhadap pekerjaan pertanian dan


(5)

(6)