mencari jenis pekerjaan yang secara sosial baik dan ekonomi menguntungkan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh YS :
“orangtua saya selalu mengingatkan kalau sudah lulus,baiknya mencari pekerjaan yang mampu untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan paling tidak dapat menutupi kebutuhan sendiri dan bila sudah berumahtangga jangan hanya bisanya meminta
uang dari suami. Ungkapan ‘jadi PNS sudah cukup untuk perempuan, jangan mencari pekerjaan yang tinggi-tinggi karena
suatu saat dapat menimbulkan kecemburuan dari pasangan’. Selain itu, orangtua saya juga menyampaikan, saat
berumahtangga suamilah yang bertanggungjawab atas kebutuhan keluarga dan istri membantu meringankan
tanggungjawab tersebut” Hal ini jelas tampak dari hasil tabulasi silang bahwa ayah yang bekerja
sebagai petani hanya satu orang sehingga dan hasil proses sosialisasinya tergolong sedang yaitu anaknya diajak ke sawah namun tidak diajarkan bertani. Responden
yang memiliki ibu sebagai petani hanya dua orang, ternyata hasil proses sosialisasi adalah satu orang mangalami proses sosialisasi nilai kerja pertanian
rendah dan satu orang mengalami proses sosialisasi nilai kerja pertanian sedang. Dengan demikian, orangtua yang pekerjaannya sebagai petani cenderung kurang
memberikan sosialisasi nilai kerjanya karena menurut orangtua pekerjaan sebagai non-petani lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Orangtua yang
pekerjaannya bukan petani tentu cenderung tidak mensosialisasi nilai kerja pertanian karena pekerjaannya bukanlah petani sehingga untuk memberikan
sosialisasi nilai kerja pertanian tidak berlangsung.
5.2.4 Hubungan Kepemilikan Lahan Orangtua dengan Proses Sosialisasi
Lahan merupakan memiliki nilai ekonomis sekaligus nilai sosial. Berdasarkan hasil survei diperoleh bahwa orangtua responden yang memiliki
lahan cenderung melakukan sosialisasi nilai kerja pertanian. Kepemilikan lahan oleh orangtua secara keseluruhan digunakan untuk usaha pertanian sehingga
mempermudah anaknya untuk mendapatkan sosialisasi nilai kerja pertanian. Namun, bagi responden yang memiliki lahan tidak selalu mendapat sosialisasi
nilai kerja pertanian. Responden dengan orangtua memiliki lahan sebanyak 45,5 persen memiliki proses sosialisasi nilai kerja pertanian sedang karena orangtua
memberi kebebasan kepada anak untuk menekuni pekerjaan tertentu dan anak lebih disarankan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang tinggi sehingga kelak
anak tersebut mampu keluar dari pertanian. Kepemilikan lahan baiknya digunakan sebagai tabungan atau jaminan hari tua saja karena lahan tidak akan barang yang
tidak akan musnah. Dari hasil diskusi dengan responden yang berasal dari keluarga petani sekaligus memiliki lahan menyatakan bahwa orangtua saya tidak
pernah menyuruh saya untuk bertani tetapi sebagai anak saya berusaha meringankan beban orangtua dengan cara membantunya bertani walaupun tidak
disuruh. Hubungan kepemilikan lahan orangtua dengan proses sosialisasi nilai kerja pertanian secara singkat dan jelas tergambar pada Tabel 10.
Tabel 10. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Kepemilikan Lahan Orangtua Responden, 2008
Proses Sosialisasi Rendah Sedang
Tinggi Total
Kepemilikan Lahan N N N
N Memiliki Lahan
12 27.3
20 45,5
12 27,3
44 100
Tidak Memiliki Lahan 35
56,5 21
33,9 6
9,7 62
100
Selain itu, dari beberapa responden yang orangtuanya memiliki lahan telah membayar pekerja untuk mengelola lahannya, disewakan kepada keluarga dekat
dan orang lain dan ada juga yang tidak dikelola, seperti yang ditunjukkan dari hasil tabulasi silang bahwa orangtua yang tidak memiliki lahan dengan proses
sosialisasi nilai kerja rendah sebanyak 56,6 persen. Dari hasil tabulasi silang, juga diperoleh informasi bahwa bagi responden dengan orangtua yang tidak memiliki
lahan ternyata juga cenderung memiliki sosialisai yang rendah. Hal ini karena para agen sosialisasi khususnya orangtua yang secara keseluruhan telah memberi
kebebasan kepada anak apalagi jika tidak mempunyai lahan sehingga tidak ada alasan bagi orangtua khususnya untuk mensosialisasikan pekerjaan pertanian
kepada anaknya. Seperti yang dikemukakan oleh YH : “orangtua tidak punya lahan, jadi saya tidak perlu ke sawahladang atau belajar bertani?”.
Melalui hasil uji analisis statistik chi-square terbukti bahwa kepemilikan lahan berhubungan nyata dengan proses sosialisasi. Nilai chi square hitung
sebesar 10,527 lebih besar dari nilai chi-square tabel yaitu 5,991 yang artinya lahan hubungan nyata dengan proses sosialisasi nilai kerja pertanian.
5.2.5. Hubungan Domisili Orangtua Dengan Proses Sosialisasi