digunakan metode analisis pareto berdasarkan data frekuensi kerusakan mesin-mesin produksi dalam periode 2008-2009.
2. Melakukan pemilihan terhadap spare part mesin yang menjadi prioritas
penelitian setelah ditentukan dengan analisis pareto. Dalam penentuan spare part prioritas digunakan metode ABC dengan analisa pareto.
3. Sebelum kajian keandalan dilakukan data kerusakan komponen perlu
diketahui pola distribusi data kerusakan komponen mesin. Data yang ada diolah dengan metode least square untuk distribusi normal, lognormal,
eksponensial dan weibull, kemudian berdasarkan goodness of fit tertinggi akan dipilih kecenderungan pola distribusi data.
4. Kemudian dari pola distribusi data yang diperoleh akan ditentukan
parameter-parameter dengan metode maximum likelihood estimator. 5.
Menentukan nilai konsep keandalan komponen kritis berdasarkan data interval waktu dan parameter distribusi yang sesuai dengan kerusakan
komponen. 6.
Menentukan jumlah kebutuhan persediaan untuk komponen kritis mesin Hammer Mill untuk interval waktu satu tahun menggunakan konsep
supply chain.
5.1.4.1. Penentuan Mesin Kritis dengan Analisis Pareto
Penentuan mesin untuk sebagai percontohan dapat dilakukan dengan memilih daerahmesin yang dianggap kritis, yaitu yang sering bermasalah, atau
ketergantungan yang besar, dan lain-lain. Pemilihan mesin kritis di PT. Gold Coin
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dapat dilihat dari frekuensi kerusakan mesin per tahun. Frekuensi kerusakan mesin di PT. Gold Coin Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Frekuensi KerusakanKegagalan Komponen Mesin Periode 2008-2009
Mesin Tahun 2008
Tahun 2009 Total
Dryer 2
6 8
Drum Shiever 6
3 9
Hammer Mill 45
38 83
Mixer 8
4 12
Pellet Mill 13
12 27
Crumble 4
3 7
Sacking Off 1 10
3 13
Sacking Off 2 7
6 13
Sumber: PT Gold Coin Indonesia
Dari data pada Tabel 5.4. dapat diperlihatkan Histogram frekuensi kegagalan ataupun kerusakan untuk setiap mesin di PT. Gold Coin Indonesia seperti pada
Gambar 5.1.
Fr e
k u
e n
s i
K e
ru s
a k
a n
P e
rc e
n t
C1
Count Percent
48,3 15,7
7,6 7,6
7,0 5,2
4,7 4,1
Cum 83
48,3 64,0
71,5 79,1
86,0 91,3
95,9 100,0
27 13
13 12
9 8
7 O
th er
D ry
er Dr
um S
hi ev
er M
ix er
S ac
ki ng
O ff
2 S
ac ki
ng O
ff 1
Pe lle
t M
ill H
am m
er M
ill 180
160 140
120 100
80 60
40 20
100 80
60 40
20
Pareto Kerusakan Mesin Periode 2 0 0 8 -2 0 0 9
Gambar 5.1. Diagram Pareto Kerusakan Komponen Mesin Produksi Periode 2008-2009
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar diagram frekuensi kerusakan mesin di PT. Gold Coin Indonesia, mesin
hammer mill menjadi mesin prioritas karena frekuensi kerusakan mesin paling tinggi.
5.1.4.2. Penentuan Komponen Kritis dengan Metode ABC
Metode ABC sangat membantu dalam mengelompokkan komponen yang didasarkan pada biaya untuk membeli dan pengadaan satu komponen. Metode ini
membagai komponen atas tiga kelas, yaitu: Prosedur pengelompokan material inventori ke dalam kelas A, B dan C, antara lain sebagai berikut:
1. Tentukan volume penggunaan per periode waktu dari material inventori
yang akan diklasifikasikan. 2.
Kalikan volume penggunaan per periode waktu dari setiap material inventori dengan biaya per unitnya guna memperoleh nilai total
penggunaan biaya per periode waktu untuk setiap material inventori itu. 3.
Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material inventori itu untuk memperoleh nilai total penggunaan biaya keseluruhan.
4. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu dengan
nilai total penggunaan biaya keseluruhan, untuk menentukan persentase nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori.
5. Daftarkan material dalam rank persentase nilai total penggunaan biaya
dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil. 6.
Klasifikasikan material-material inventori itu ke dalam kelas A, B dan C dengan kriteria 20 kedalam kelas A komponen kritis, 30 kedalam
Universitas Sumatera Utara
kelas B komponen semi kritis, dan 50 kedalam kelas C komponen non kritis.
Setelah dilakukan pemilihan komponen dengan analisa pareto diatas yang didasarkan pada harga satuan, jumlah kebutuhan, dan frekuensi kerusakan pada
dua tahun terakhir, sehingga jumlah kumulatif biaya paling besar maka komponen tersebut dianggap paling kritis. Untuk mengetahui komponen yang kritis
sebaiknya dilakukan analisa spare part seperti pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Analisa Spare Part
No Nama Komponen
Hargaset Rp
Jumlah Kebutuhan
Frekuensi Kerusakan
Biaya Total Rp
1 Screen 700-1400-2D-Ø 1.5 mm
378.000 2
1
756.000
2 Screen 700-1400-2D-Ø 2 mm
369.000 2
1
738.000
3 Screen 700-1400-2D- Ø 5 mm
382.500 2
7
5.621.000
4 Screen 700-1400-2D- Ø 8 mm
405.000 2
1
810.000
5 Screen 700-1400-2,5D- Ø 8 mm
319.500 2
7
4.473.000
6 Screen 700-1400-3D-Ø 3 mm
424.500 2
16
12.240.000
7 Screen 700-1400-3D-Ø 8 mm
319.500 2
7
4.473.000
8 Screen 695-1120-3D-Ø 3 mm
378.000 2
9
6.804.000
9 Screen 695-1120-3D-Ø 6 mm
385.000 2
24
14.554.000
10 Screen 695-1120-3D-Ø 8 mm
369.000 2
2
1.476.000
11 Screen 700-1120-3D-Ø 3 mm
441.000 2
11
9.702.000
12 Screen 700-1120-3D-Ø 8 mm
427.500 2
2
1.710.000
13 Beater PCD 80 mm 50x6x150 - Ø 17 mm
21.500 136
30
87.720.000
14 Beater PCD 80 mm 50x150x50 - Ø 17 mm
20.000 136
25
68.000.000
15 Hammerbolt
125.000 3
3
1.125.000
16 Rubber bush
25.000 8
2
400.000
17 Bearing SKF
1.462.000 1
1
1.462.000
18 Breaking plate
1.076.000 1
2
2.152.000
19 Adapter FAG
200.000 1
2
400.000
20 Seal FAG
50.000 4
1
200.000
Total
7.578.000
314 154
228.742.000
Selanjutnya dihitung persentase penyerapan biaya setiap komponen dan diurutkan dari jumlah yang terbesar hingga terkecil, seperti pada Tabel 5.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6. Analisa Persentase Nilai Komponen No
Nama Komponen Biaya
Total Rp Persen
Persen Kumulatif
1 Beater PCD 80 mm 50x6x150 - Ø 17 mm
87.720.000
38,349 38,349
2 Beater PCD 80 mm 50x150x50 - Ø 17 mm
68.000.000
29,728 68,077
3 Screen 695-1120-3D-Ø 6 mm
18.480.000
8,079 76,156
4 Screen 700-1400-3D-Ø 3 mm
12.240.000
5,351 83,507
5 Screen 700-1120-3D-Ø 3 mm
9.702.000
4,241 85,748
6 Screen 695-1120-3D-Ø 3 mm
6.804.000
2,975 88,723
7 Screen 700-1400-2D- Ø 5 mm
5.621.000
2,457 91,180
8 Screen 700-1400-2,5D- Ø 8 mm
4.473.000
1,955 93,135
9 Screen 700-1400-3D-Ø 8 mm
4.473.000
1,955 95,091
10 Breaking plate
2.152.000
0,941 96,032
11 Screen 700-1120-3D-Ø 8 mm
1.710.000
0,748 96,779
12 Screen 695-1120-3D-Ø 8 mm
1.476.000
0,645 97,425
13 Bearing SKF
1.462.000
0,639 98,064
14 Hammerbolt
1.125.000
0,492 98,556
15 Screen 700-1400-2D- Ø 8 mm
810.000
0,354 98,910
16 Screen 700-1400-2D-Ø 1.5 mm
756.000
0,331 99,240
17 Screen 700-1400-2D-Ø 2 mm
738.000
0,323 99,563
18 Rubber bush
400.000
0,175 99,738
19 Adapter FAG
400.000
0,175 99,913
20 Seal FAG
200.000
0,087
100
Total
228.742.000 100
Kemudian setelah dilakukan analisa persentase nilai komponen selanjutnya dianalisis dengan analisa pareto dan dibagi menjadi tiga kelas seperti
pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Klasifikasi Komponen Menurut Konsep ABC
No Nama Spare Part
Persentase Nilai Tiap
Barang Persentase
Nilai Barang
Persentase Jumlah
Barang Kategori
1 Beater PCD 80 mm 50x6x150 - Ø 17
mm 38,349
76,156
15 100
20 3
= x
A
2 Beater PCD 80 mm 50x150x50 - Ø 17
mm 29,728
3 Screen 695-1120-3D-Ø 6 mm
8,079
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.7. Klasifikasi Komponen ... Lanjutan
No Nama Spare Part
Persentase Nilai Tiap
Barang Persentase
Nilai Barang
Persentase Jumlah
Barang Kategori
4 Screen 700-1400-3D-Ø 3 mm
5,351 15,024
20 100
20 4
= x
B
5 Screen 700-1120-3D-Ø 3 mm
4,241 6
Screen 695-1120-3D-Ø 3 mm 2,975
7 Screen 700-1400-2D- Ø 5 mm
2,457 8
Screen 700-1400-2.5D- Ø 8 mm 1,955
8,820
65 100
20 13
= x
C
9 Screen 700-1400-3D-Ø 8 mm
1,955 10
Breaking plate 0,941
11 Screen 700-1120-3D-Ø 8 mm
0,748 12
Screen 695-1120-3D-Ø 8 mm 0,645
13 Bearing SKF
0,639 14
Hammerbolt 0,492
15 Screen 700-1400-2D- Ø 8 mm
0,354 16
Screen 700-1400-2D-Ø 1.5 mm 0,331
17 Screen 700-1400-2D-Ø 2 mm
0,323 18
Rubber bush 0,175
19 Adapter FAG
0,175 20
Seal FAG 0,087
Berdasarkan analisa pareto Metoda ABC diatas, diperoleh bahwa terdapat tiga komponen yang termasuk kedalam kelas A yaitu, Beater PCD 80
mm 50x6x150 - Ø 17 mm, Beater PCD 80 mm 50x150x50 - Ø 17 mm dan Screen 695-1120-3D-Ø 6 mm. Penentuan waktu kerusakan dan parameter
distribusi weibull untuk menentukan nilai keandalan komponen kritis mesin Hammer Mill dilakukan terhadap semua spare part yang berada dalam kelas A
kritis, sedangkan grafik analisa paretonya terlihat pada Gambar 5.2.
Universitas Sumatera Utara
GRAFIK ANALISA PARETO
20000000 40000000
60000000 80000000
100000000 120000000
140000000 160000000
1 2
3
Kelas J
u m
la h
M o
d a
l
0.0000 20.0000
40.0000 60.0000
80.0000 100.0000
120.0000
P e
rs e
n ta
s e
K u
m u
la ti
f
Gambar 5.2. Grafik Analisa Pareto Komponen Mesin Hammer Mill
5.1.4.3. Hubungan Keterkaitan Antar Bagian dalam Pengadaan Suku cadang Keterkaitan antar bagian-bagian dalam pengadaan suku cadang secara
umum pada PT. Gold Coin Indonesia dapat digambarkan dalam Gambar 5.3.
Supplier I
Supplier II Kontrak Pembelian
Bagian Pengadaan Pembelian Suku cadang
Kantor Pusat PT. Gold Coin Indonesia
DistributorAgen Konsumen
Produksi Rencana
produksi Kontrak
Kerja Sama Kebutuhan
Produk Modal Pembelian
Suku Cadang
Stok Suku Cadang Kebutuhan
produksi
Keterangan : Aliran Bahan
Aliran Informasi
Gambar 5.3. Diagram Aliran Material dan Informasi Secara Umum
a. Supplier
Supplier pada PT.Gold Coin Indonesia merupakan hasil ekspedisi dari Bagian Pengadaan dan Pembelian yang bertugas menjamin ketersediaan
bahan baku termasuk suku cadang untuk keperluan produksi perusahaan, sehingga supplier akan mengadakan kontrak kerja untuk berapa besar
Universitas Sumatera Utara
pesanan suku cadang yang diminta oleh bagian pengadaan dan pembelian. Supplier akan memenuhi kontrak yang telah disepakati termasuk harga,
lead time, dan kesepakatan lainnya. b.
Bagian PengadaanPembelian Bagian ini merupakan personel daripada PT. Gold Coin Indonesia yang
diberi kepercayaan oleh top management untuk menangani pengadaan bahan baku maupun suku cadang. Tugas ini diemban oleh Kepala Bagian
Pembelian dan anggotanya, sehingga koordinasi antara bagian produksi dan bagian pengadaanpembelian berjalan lancar, karena bagian ini diluar
daripada struktur Bagian produksi. Tanggung jawab masalah pengadaan suku cadang menjadi bagian utama daripada Bagian pengadaanpembelian,
hal ini dikarenakan wewenang penuh yang telah diberikan top management dengan perjanjian apabila terjadi kekurangan persediaan suku
cadang maka penalty cost ditanggung oleh bagian ini. Bagian pengadaan berkoordinasi dengan kantor pusat untuk penyediaan
modaldana untuk pembelian dari para supplier. Bagian ini akan menentukan pesanan yang optimal dari para supplier untuk memenuhi
produksi sesuai permintaan konsumen, setelah melakukan ekspedisi dan melakukan kontrak kerja sama dengan para supplier.
c. Produksi