Situasi Sosial Ekonomi HASIL DAN PEMBAHASAN

56 Lahan agak kritis adalah lahan yang masih produktif tetapi kurang tertutup vegetasi, atau mulai terjadi erosi ringan, sehingga lahan akan rusak dan menjadi kritis. Adapun ciri-ciri dari lahan kritis adalah persentase penutupan lahan 50, wilayah perladangan yang telah rusak, padang rumputalang-alang dan semak belukar tandus. Sedangkan lahan sangat kritis adalah lahan yang sangat rusak sehingga tidak berpotensi lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan sangat sukar untuk direhabilitasi Keadaan curah hujan diketahui dari 3 tiga stasiun klimatologi terdekat yaitu stasiun klimatologi Bandara Jalaluddin, stasiun klimatologi Talumelito dan stasiun klimatologi BPP Kwandang karena ketiga stasiun dapat mewakili lokasi penelitian yaitu Hutan Lindung Gunung Damar. Curah hujan diperoleh berdasarkan analisis data curah hujan tahunan selama 10 tahun. Analisis data menunjukan bahwa pada Stasiun Meteorologi Jalaludin terdapat rata-rata curah hujan sebesar 1.324 mmth, berdasarkan klasifikasi iklim Schimidt – Ferguson termasuk dalam tipe C. Pada Stasiun Penakar Curah Hujan BPP Kwandang terdapat rata-rata curah hujan sebesar 1.883 mmth, berdasarkan klasifikasi iklim Schimidt – Ferguson termasuk dalam tipe C. Sedangkan pada Stasiun Penakar Curah Hujan di Stasiun Geofisika Talumelito terdapat rata-rata curah hujan sebesar 1.585 mmth, berdasarkan klasifikasi iklim Schimidt – Ferguson termasuk dalam tipe C.

b. Situasi Sosial Ekonomi

Berdasarkan informasi yang didapat dari tokoh masyarakat, ketua adat dan pemerintah lokal, keberadaan masyarakat yang tinggal disekitar kawasan HLGD di wilayah Kabupaten Gorontalo telah ada sejak tahun 1305 dimana desa yang pertama kali terbentuk adalah Desa Talumelito, sedangkan pemukiman yang pertama kali terbentuk diwilayah Kabupaten Bone Bolango terjadi pada tahun 1815 yaitu Desa Longalo. Sampai dengan tahun 2010 jumlah penduduk yang tinggal didesa sampel penelitian berjumlah 9936 jiwa dengan rata rata pertumbuhan penduduk 1.2 per tahun ditahun 2009. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di HLGD di desa sampel terdapat pada Tabel 20 57 Tabel 20. Jumlah Penduduk di HLGD berdasarkan sampel desa No Kabupaten Jumlah Penduduk Pertumbuhan penduduk 1 Gorontalo 5907 1.37 2 Bone Bolango 4029 1.03 Sumber: Monografi desa sampel 2010 Penduduk yang tinggal di sekitar kawasan HLGD pada umumnya berprofesi sebagai petani. Mata pencaharian ini menggambarkan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam hutan di HLGD. Selain itu mata pencaharian penduduk bisa menggambarkan seberapa besar tekanan terhadap HLGD dan daya dukung lahan disekitar HLGD. Tabel 21 menunjukkan mata pencaharian pokok penduduk didesa sampel pada umumnya berasal dari sektor pertanian seperti peternakan, perkebunan, tanaman pangan dan kehutanan. Tabel 21. Sumber mata pencaharian penduduk di desa sampel di HLGD No Sektor Kabupaten Gorontalo Kabupaten Bone Bolango 1 Pertanian 2377 1820 2 Perdagangan 169 51 3 PNS 33 10 4 Konstruksi 40 44 5 Transportasi 125 51 Jumlah 2744 1976 Sumber: Hasil Olahan BPS 2010 Sebelum ditunjuk sebagai kawasan lindung oleh pemerintah di tahun 1999, masyarakat yang tinggal disekitar HLGD telah mempraktekkan sistem pertanian sejak lama. Pemanfaatan lahan-lahan hutan untuk pertanian masih sangat tradisional. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di desa-desa di wilayah administrasi Kabupaten Gorontalo menanami kebun mereka dengan tanaman semusim berupa tanaman jagung, kecuali di Desa Dulamayo Selatan sebagian besar masyarakatnya telah mempraktekkan sistem kebun campuran ilengi berbasis cengkih, kemiri dan aren. Alasan sebagian besar masyarakat desa memanfaatkan lahan hutan dengan tanaman semusim di wilayah Kabupaten Gorontalo karena tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan hasilnya. Sedangkan di wilayah Kabupaten Bone Bolango memanfaatkan lahan hutan dengan sistem kebun campuran yang sering disebut dengan ilengi. Pada umumnya kebun campuran ini merupakan perpaduan antara tanaman jagung dan tanaman kelapa, aren dan tanaman kemiri. Jagung merupakan tanaman unggulan yang 58 sering ditanam oleh petani di sekitar hutan dan kuantitasnya mengalami peningkatan sejak ditetapkan program agropolitan berbasis jagung. Berdasarkan BPS 2010 luas lahan jagung di sekitar HLGD berjumlah 3710.94 ha dengan total produksi per tahun mencapai 10487.60 ton seperti terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Luas lahan jagung dan produksinya di sekitar HLGD No Wilayah Luas ha Luas Panen ha Produksi per tahun ton 1 Kabupaten Gorontalo 2383.38 2145.79 6673.41

2 Kabupaten Bone Bolango

1327.56 1226.43 3814.19 Jumlah 3710.94 3372.22 10487.60 Sumber: BPS 2010 Peningkatan produksi jagung yang terjadi di sekitar HLGD merupakan respon petani terhadap kebijakan pemerintah daerah yang menjamin harga jagung dengan cara membeli jagung tersebut dari petani melalui Badan Usaha Milik Daerah dan adanya pembagian bibit unggul gratis kepada petani. Sejak dicanangkan program agropolitan berbasis jagung ditahun 2003 harga jagung meningkat 52.88. Program Agropolitan merupakan program pemerintah yang ingin menjadikan Propinsi Gorontalo menjadi daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, jagung yang dari Propinsi Gorontalo telah diekspor ke Malaysia dan Philipina. Adapun harga jagung di Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango dapat dilihat pada Tabel 23 Tabel 23. Perkembangan harga jagung di Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango No Tahun Harga Jagung Rp 1 2004 899 2 2009 1700 Sumber: BPS 2010 Pemanfaatan sumberdaya alam yang dikelola oleh petani di HLGD memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan petani. Tingkat pendapatan petani disekitar HLGD dapat dijadikan indikator kondisi perekonomian keluarga. Usahatani perkebunan cengkih kelapa, kemiri dan jagung berkontribusi besar dalam menunjang perekonomian masyarakat di HLGD. Kondisi tanah yang relatif subur dengan tingkat curah hujan yang sesuai sangat mendukung bagi usahatani baik pertanian maupun perkebunan. Rataan tingkat pendapatan petani yang tinggal di sekitar HLGD disajikan pada Tabel 24. 59 Tabel 24. Tingkat pendapatan petani disekitar HLGD di Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango No Wilayah Pendapatan Rpbulan 1 Kabupaten Gorontalo 1187923

2 Kabupaten Bone Bolango

980188 Secara umum rata-rata tingkat penerimaan petani sampel yang berada di wilayah HLGD di Kabupaten Gorontalo lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani sampel di wilayah HLGD di Kabupaten Bone Bolango. Namun demikian berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi perekonomian di dua wilayah relatif tidak berbeda. Indikator-indikator seperti kondisi rumah relatif hampir sama dikedua wilayah. Sampai saat ini masyarakat masih terus melakukan sistem peladang berpindah dengan siklus rata-rata di 2 wilayah kabupaten adalah 7 tahun. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa interaksi antara masyarakat dengan HLGD telah lama terjadi. Interaksi ini terjadi karena faktor kedekatan jarak rumah penduduk dengan kawasan HLGD. Bahkan terdapat beberapa dusun di Desa Dulamayo Utara, Desa Malahu dan Desa Dulamayo Selatan yang terdapat di Kabupaten Gorontalo masuk dalam kawasan HLGD. Semakin dekat jarak rumah penduduk dengan kawasan HLGD maka semakin besar pula interaksinya demikian pula sebaliknya. Pemahaman tentang jarak tempat tinggal dengan lahan usaha tani diperlukan untuk mengetahui kemampuan petani mencapai ladangnya. Implikasinya dengan mengetahui jarak pemukiman penduduk dan kemampuan menjelajahnya maka dapat diperkirakan tekanan terhadap HLGD. Adapun rata- rata jarak pemukiman penduduk dengan HLGD dapat dilihat pada Tabel 25 Tabel 25. Jarak pemukiman desa sampel dengan HLGD di Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango No Wilayah Jarak Pemukiman dengan HLGD 1 Kabupaten Gorontalo 0.2 - 1 km

2 Kabupaten Bone Bolango

3 – 4 km Tersedianya jalan desa di wilayah Kabupaten Gorontalo yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua seperti ojek telah memudahkan akses masyarakat terhadap kawasan HLGD, sehingga kegiatan perambahan hutan untuk membangun ladang baru lebih cepat. Kegiatan perambahan hutan lebih sering terjadi di wilayah Kabupaten Gorontalo karena jarak pemukiman masyarakat 60 dengan kawasan hutan sangat dekat. Sedangkan di wilayah Kabupaten Bone Bolango meskipun jaraknya relatif dekat, tetapi akses menuju kawasan HLGD sangat sulit karena topografi kawasan HLGD di Kabupaten Bone Bolango di dominasi oleh lereng-lereng curam. Pada umumnya masyarakat lebih sering membuka ladang yang tidak jauh dari jalan atau berdekatan dengan rumah mereka yang terletak di dalam kawasan HLGD. Hal ini dilakukan untuk lebih mudah dalam mempersiapkan ladang. Sistem peladang berpindah dalam masyarakat yang tinggal di kawasan HLGD terus dipertahankan karena disamping untuk mempertahankan hidup juga untuk mempertahankan budaya mereka. Disamping memanfaatakan lahan pertanian, masyarakat memanfaatkan kawasan HLGD untuk mengambil hasil hutan non kayu seperti rotan, getah, buah bahkan tanaman obat dan beberapa jenis kayu untuk keperluan konstruksi ringan hingga konstruksi berat. Menurut Halida et al. 2007 tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat antara lain sirih hutan Piper antunuatum, kayu manis Cinnamomum burmanii, Tahi ayam Lantara camara, Jahe Zingeber officinale, keladi merah Anthurium sp, sedangkan untuk getah yang dimanfaatkan adalah getah damar Agathis sp dan getah pinus Pinus merkusii. Beberapa jenis buah juga ditemukan dikawasan HLGD seperti Durian Durio zibethinus dan Langsat. Tanaman lain yang juga sering dimanfaatkan adalah Aren Arenga piñata dan Bambu. Aren yang tumbuh liar di dalam kawasan HLGD dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembuatan gula aren dan pembuatan arak lokal Bohito, sedangkan bambu dipergunakan masyarakat untuk memagari pekarangan rumah dan lahan usaha tani. Masyarakat yang tinggal di sekitar HLGD juga memanfaatkan beberapa jenis kayu untuk keperluan konstruksi ringan dan konstruksi berat. Menurut Hiola 2011 terdapat 10 jenis-jenis kayu konstruksi berat dan konstruksi ringan yang sering dipergunakan oleh masyarakat. Pada umumnya masyarakat hanya memanfaatkan 5 jenis kayu seperti Michelia alba, M. champaca, Callophylum scutellaroides, Bambusa sp dan Palaqium obavatum. Keputusan masyarakat untuk memanfaatkan 5 jenis kayu ini didasarkan pada kekuatan dan daya tahan kayu Sejak ditunjuk sebagai kawasan lindung keberadaan ladang-ladang masyarakat yang terdapat di dalam kawasan HLGD menimbulkan konflik. 61 Masyarakat menganggap bahwa mereka telah menggarap lahan tersebut sejak ratusan tahun tetapi oleh pemerintah hal ini tidak diakui karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Luas lahan konflik dan jumlah kasus perambahan di HLGD bisa dilihat pada Tabel 26 Tabel 26. Luas lahan konflik dan jumlah gangguan di HLGD No Wilayah Lahan Konflik ha Jumlah Gangguan 1 Kabupaten Gorontalo 4028.29 58

2 Kabupaten Bone Bolango

956.79 14 Keterangan: . Berdasarkan analisis citra landsat 2009, Data PPNS Dishut 2010 Menurut Dolot, 2009 tahapan pembukaan lahan hutan di kawasan HLGD menurut adat istiadat setempat terdiri dari molulawoto memilih lokasi, molatato membersihkan lahan, motiboto menebang pohon besar, molumbilo tiboto membakar lahan, Mamopomulo lohunggalawa membersihkan lahan sehabis dibakar, Mopomulo menanam dan Mamomaango memelihara. Sebelum mereka membuka lahan hutan biasanya mereka akan berkonsultasi dengan dukun kampung dan panggoba 4 untuk menentukan lokasi dan waktu bercocok tanam Setelah kegiatan panen selesai, bekas areal peladang tersebut ditanami dengan kacang-kacangan dan sayuran, ada pula yang dibiarkan menjadi semak belukar. Menurut Greenland 1987, sistem usaha tani ladang berpindah yang dipraktekkan oleh masyarakat seperti yang diungkapkan diatas merupakan cara produksi hasil panen yang konstan dan tidak banyak memerlukan masukan input. Secara alamiah masa bera pada kegiatan ladang berpindah memungkinkan pulihnya kembali zat hara yang telah terhisap oleh tanaman sebelumnya. Secara keseluruhan perilaku masyarakat yang melakukan interaksi dengan HLGD dilandasi oleh kelembagaan informal berupa adat istiadat yang tumbuh dan berkembang secara turun temurun. Berdasarkan hasil survei, terdapat beberapa masyarakat yang memanfaatkan lahan di luar kawasan hutan. Sistem pemanfaataan lahan pada umumnya didominasi oleh sistem pertanian tradisional yang berbasis tanaman semusim di Kabupaten Gorontalo dan kebun campuran di Kabupaten Bone Bolango. Rata-rata penguasaan kebun atau lahan pertanian berupa ilengi oleh masyarakat yang 4 Panggoba adalah sebutan bagi orang yang menguasai ilmu perbintangan. Ilmu tersebut diwariskan turun-temurun. Dengan melihat posisi bintang, panggoba akan menentukan kapan waktu yang tepat untuk memulai menanam atau memanen. 62 tinggal disekitar kawasan hutan lindung bervariasi mulai dari 0.952 ha di Kabupaten Gorontalo dan 1.109 ha di Kabupaten Bone Bolango, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 27 Tabel 27. Luas kepemilikan lahan diluar kawasan HLGD No Kabupaten Luas Kepemilikan Lahan haKK 1 Gorontalo 0.952 2 Bone Bolango 1.109 Rata-rata 1.03 Tingginya interaksi masyarakat yang tinggal di desa-desa sekitar HLGD mengindikasikan masyarakat yang tinggal di sekitar HLGD sangat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Berdasarkan hasil perhitungan indeks kegiatan dasar wilayah menunjukkan sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan dibandingkan dengan sektor lain. Indeks sektor pertanian didesa-desa yang menjadi sampel penelitian rata rata mencapai 2.25 di HLGD wilayah administrasi Kabupaten Gorontalo sedangkan di wilayah Kabupaten Bone Bolango hanya 0.93. Rendahnya indeks sektor pertanian di Kabupaten Bone Bolango karena faktor lahan yang tidak memungkinkan untuk digarap sebagai lahan pertanian. Pada umumnya lahan lahan yang terdapat disekitar HLGD memiliki topografi yang agak curam sampai curam kondisi ini menyebabkan penduduknya bekerja disektor lain seperti ojek dan tukang bangunan. Data ini menunjukkan desa-desa yang berada disekitar HLGD di wilayah Kabupaten Gorontalo memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pertanian dibandingkan di Kabupaten Bone Bolango seperti yang terlihat pada Tabel 28. Tabel 28. Indeks LQ sektor pertanian di sekitar HLGD berdasarkan wilayah No Wilayah Indeks LQ Sektor Pertanian 1 Kabupaten Gorontalo 2.25

2 Kabupaten Bone Bolango

0.93 Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango 2010 Berkembang pesatnya sektor pertanian di sekitar HLGD belum membuat daya dukung wilayah menjadi rendah. Berdasarkan hasil survey dan analisis data memperlihatkan indeks daya dukung di wilayah di Kabupaten Gorontalo mencapai 0.35 sedangkan di Kabupaten Bone Bolango mencapai 0,34 seperti yang terlihat pada Tabel 29 63 Tabel 29. Indeks daya dukung wilayah di sekitar HLGD No Wilayah Indeks Daya Dukung 1 Kabupaten Gorontalo 0.35

2 Kabupaten Bone Bolango

0.34 Menurut Soemarwoto 1991 jika indeks daya dukung lahan 1 maka lahan tersebut masih dapat menampung lebih banyak penduduk untuk melaksanakan aktivitas sosial ekonomi Berdasarkan data hasil penelitian di wilayah sekitar HLGD masih ditemukan masyarakat miskin. Pengetahuan terhadap keberadaan penduduk miskin menjadi sangat penting untuk mengetahui kapasitas masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan meskipun kemiskinan bukan merupakan wilayah dari pengelolaan hutan. Terdapat banyak cara untuk mengkategorikan masyarakat miskin tapi intinya kemiskinan merupakan keadaan dimana masyarakat kekurangan barang untuk melanjutkan hidupnya. Keadaan ini bisa disebabkan oleh keterisolasian, ketidakberdayaan powerless, buta huruf, buruknya lingkungan hidup, dan derajat kesehatan yang rendah World Bank, 2004 dalam Wijayanto 2005. Total jumlah penduduk miskin di sekitar wilayah HLGD 1429 KK yang tersebar di desa-desa sampel. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 30 Tabel 30. Jumlah penduduk miskin di sekitar HLGD No Wilayah Jumlah Penduduk Miskin KK 1 Kabupaten Gorontalo 879

2 Kabupaten Bone Bolango

550 Jumlah 1429 Salah satu dimensi yang bisa dilihat sebagai akar permasalahan kemiskinan adalah tingkat pendidikan. Hasil survey menunjukkan tingkat pendidikan masyarakat yang tinggal disekitar kawasan HLGD masih sangat rendah. Pendidikan yang rendah akan menyebabkan adaptasi masyarakat terhadap pengetahuan menjadi rendah. Padahal pengetahuan ini diperlukan agar masyarakat bisa mengelola sumberdaya alam dengan lebih baik. Menurut Sumardjo et el. 2008 masyarakat petani yang memiliki pendidikan rendah cenderung berperilaku untuk mempraktekkan usaha tani ala kadarnya. Kondisi ini 64 menyebabkan potensi kemiskinan akan meningkat. Adapun tingkat pendidikan masyarakat yang tinggal disekitar HLGD dapat dilihat pada Tabel 31 Tabel 31. Tingkat pendidikan penduduk di sekitar HLGD No Pendidikan Kabupaten Gorontalo Persentase Kabupaten Bone Bolango Persentase 1 SD 95 79.16 98 85.96 2 SMP 8 6.66 10 8.77 3 SMA 17 14.16 12 10.52 Jumlah 120 100.00 120 100.00 Kemiskinan dan tingkat pendidikan rendah yang terjadi pada masyarakat sekitar HLGD merupakan indikator lemahnya kapasitas masyarakat dan lemahnya posisi tawar masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan HLGD. Posisi tawar masyarakat yang tinggal di sekitar HLGD sangat diperlukan untuk menjadi bagian dalam menentukan kebijakan pengelolaan HLGD. Meskipun memiliki kapasitas yang rendah namun beberapa kelompok masyarakat yang tinggal dikawasan HLGD mempunyai pengetahuan lokal dalam melestarikan sumberdaya alam seperti di desa-desa yang ada di wilayah Kabupaten Bone Bolango. Kearifan lokal ini berupa kesepakatan adat, dimana setiap pasangan yang melakukan pernikahan harus menanam tanaman seperti kelapa dan kemiri. Kesepakatan ini dipatuhi oleh masyarakat yang berada di empat desa seperti Desa Mongiilo, Desa Owata di Kabupaten Bone Bolango. Pemerintah Kabupaten Gorontalo sebenarnya pernah mengeluarkan SK Bupati Gorontalo No 54 Tahun 2007 yang mewajibkan para anak sekolah yang lulus sekolah harus menanam tanaman kehutanan. Surat keputusan yang merupakan kebijakan Bupati Gorontalo ini tidak efektif karena kurangnya sosialisasi ke masyarakat dan pengambilan keputusan tersebut tidak melibatkan masyarakat. Menurut Asikin 2001 lemahnya sensitifitas suatu kebijakan publik disebabkan salah satunya oleh rendahnya tingkat partisipasi pihak-pihak yang terkait stakeholder di dalam perumusan kebijakan pada semua tahapan. Harus diingat kebijakan publik merupakan satu set keputusan yang saling terkait, diambil oleh satu atau sekelompok pihak yang berkepentingan di bidang ini tentang suatu tujuan dan cara mencapainya. Secara prinsip keputusan ini harus berada dalam wilayah kendali semua stakeholders tersebut. Kualitas suatu kebijakan dapat 65 diukur dari efektifitasnya saat diimplementasikan. Betapa pun bagusnya isi teks atau formula kebijakan, jika tidak dapat diimplementasikan, maka kebijakan tersebut dianggap gagal. Oleh karena itu, selain teks substansi, maka proses di dalam penyusunannya juga memainkan peran penting

c. Situasi Sebagai Sumber Interdependensi