Strategy of forest resources management of Gayo Lues, Aceh Province

(1)

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH

F A U Z I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Fauzi NIM E 016010031


(3)

ABSTRACT

FAUZI. Strategy of Forest Resources Management of Gayo Lues, Aceh Province. Supervised by DUDUNG DARUSMAN, NURHENI WIJAYANTO, and CECEP KUSMANA

This study aims to find the total economic value, public perception, policy and institutional conditions, and to formulate strategy of forest resources management of Gayo Lues. Data was collected by survey and interview methods. The economic value estimation of forest resources used direct method (market price), contingency, travel cost, and willingnes to pay. For policy analysis conducted content analysis of legislation, and perception analysis based on Likert Scale. While the strategic analysis used SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) analysis. The total economic value of Gayo Lues was Rp. 3,88 trillion/year. From these value, 50,251 % from carbon (86.99% of the primary forest), 41.78% from wood, and 3,82% from the sap of pine, while the smallest contribution 1,34% from option, conservation, and existence values. Public perception categories from low to high were 1.91 to 4.21. Public get benefits from forest resources, but public perception is less aligned with the behavior, due to low education and society welfare, influence of local culture, and lack of empowerment. Furthermore, policy overlap resulting in conflicts of interest among institutions, and management vacuum on the field resulting in open access. Based on the results of strategic analysis, that management position of mixed natural forest and management of pine forest were located on cell 4 (support a divensive strategy), need to employed WT (weakness-threats) strategy. Management position of people’s pecan was on cell 2 (support a diversification strategy), need to employed ST (strengths-threats) strategy. Furthermore, the development position of tourism was on cell 3 (turn around), need to employed WO (weakness-opportunities) strategy. For that, strategies of forest resource management of Gayo Lues among others: 1) Arrangements of policy and institutional, 2) Cooperation with the parties, 3) Development of agroforestry pattern, 4) Strengthening institution and capacity of farmers in the marketing system, 5) Campaign benefits of the economic value of forest resources 6) Development of tourism facilities and infrastructures, including promotional/publication activities, 7) Ensuring land control security, and recognizing the right of public management, 8) Development of management information systems of Gayo Lues.

Key Words: Gayo Lues Forest, Economic Value, Perception, Management Strategy


(4)

RINGKASAN

FAUZI. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN, NURHENI WIJAYANTO, dan CECEP KUSMANA

Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh dengan luas wilayah 571.958 ha, dan 85 % merupakan kawasan hutan. Berdasarkan arahan fungsi hutan (SK Gubernur Aceh No. 11 Tahun 1999), kawasan hutan Gayo Lues teridiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) 202.880,30 ha, hutan lindung 226.560 ha, hutan produksi 45.190 ha, dan sisanya seluas 97327,70 ha termasuk dalam areal penggunaan lain (APL). Namun sektor kehutanan di Kabupaten Gayo Lues menghadapi berbagai masalah yang serius, dimana potensi sumberdya hutan yang besar ini ternyata belum belum mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, tidak menjadi sektor unggulan/sumber PAD bagi pembangunan Gayo Lues. tidak terdapat data nilai ekonomi secara terukur, dan terjadi tumpang tindih kebijakan dan kelembagaan pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan total nilai ekonomi, persepsi masyarakat, rumusan kebijakan dan kelembagaan, dan merumuskan program strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan wawancara. Metode penghitungan nilai ekonomi hutan tergantung pada komponen nilai ekonomi yang dinilai. Untuk nilai ekonomi kayu, getah pinus, dan kayu bakar industri batu-bata digunakan metode langsung (berdasarkan harga pasar). Penghitungan nilai ekonomi karbon terlebih dahulu dilakukan penghitungan potensi karbon. Pendugaan potensi karbon pohon (Ǿ > 2 cm) digunakan metode non destruktif, untuk tumbuhan bawah dan serasah digunakan metode destruktif. Pengukuran biomassa dilakukan berdasarkan tipe tutupan lahan, dan jumlah sampel plot untuk setiap tutupan lahan 20 plot. Ukuran plot pohon 20 m x 20 m, plot pancang dan tiang 10m x 10 m, dan plot tumbuhan bawah dan serasah adalah 1 m x 1 m. Pengolahan data digunakan persamaan allometric dan analisis laboratorium. Selanjutnya untuk nilai ekonomi air sebagai pembangkit listrik digunakan metode kontingensi (solar sebagai barang pengganti). Pendugaan nilai pilihan, nilai pelestarian dan nilai keberaradaan didekati berdasarkan kesediaan membayar (willingness to pay). Sedangkan untuk nilai ekonomi ekowisata digunakan travel cost method, dan nilai ekonomi peladang, nilai ekonomi air rumah tangga dan air pertanian, nilai ekonomi pakan ternak, dan nilai kayu bakar rumah tangga; digunakan metode kontingensi, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metoda regresi berganda dengan prosedur stepwise dengan program minitab. Analisis kebijakan kelembagaan dilakukan content analysis

terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan hutan Gayo Lues. Selanjutnya untuk analisis persepsi berdasarkan Skala Likert. Sedangkan analisis strategis dilakukan analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, threat) dan AHP (analytical hierarchy process).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai ekonomi total (NET) hutan Gayo Lues Rp 3,88 trilyun/tahun, dan Rp. 1,93 trilyun (tanpa memasukkan nilai karbon), serta Rp. 3,09 milyar/tahun (tanpa memasukkan nilai karbon dan nilai kayu). Terdapat empat (4) komponen nilai ekonomi dari


(5)

sumberdaya hutan Gayo Lues yaitu komponen kayu, getah pinus, wisata dan karbon, yang dapat dimanfaatkan (pengelelolaan secara profesional) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan sumber pendapatan daerah. Nilai ekonomi hutan Gayo Lues ditentukan oleh besarnya satuan komponen nilai ekonomi dan jumlah pengguna, dimana semakin tinggi setiap komponen ekonomi, maka nilai ekonomi total yang dihasilkan dari sumberdaya hutan akan semakin tinggi.

Persepsi masyarakat terhadap beberapa pertanyaan terkait keberadaan dan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues adalah mulai dari kategori persepsi rendah sampai persepsi tinggi dengan nilai skor 1,91 – 4,21. Masyarakat merasakan manfaat sumberdaya hutan, dan keberadaannya perlu dilestarikan, tetapi kenyataan masih menunjukan perilaku yang negatif, dan tidak selarasnya persepsi masyarakat dengan perilaku karena masyarakat tidak memiliki pilihan pekerjaan lain yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Rendahnya persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, pengaruh budaya setempat, dan kurangnya pemberdayaan.

Berdasarkan content analysis terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan keberadaan dan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues, ternyata terjadi tumpang tindih kebijakan, dan lembaga pengelolanya, yang berakibat pada terjadi konflik kepentingan antar lembaga, lemahnya lembaga pengelola untuk mempersiapkan prakondisi pengelolaan hutan, ketidak jelasan dan kevakuman pengelolaan dilapangan, sehingga terjadi open access.

Hasil analisis SWOT dan AHP dengan skala likert, menunjukkan bahwa posisi pengelolaan hutan alam campuran berada pada sel 4 (support a divensive strategy) yang berarti program pengelolaan hutan alam campuran mempunyai kelemahan dan menghadapi ancaman yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi WT (weaknesses-threats) yaitu meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yaitu dengan menerapkan strategi defensif. Strategi WT antara lain; (1) Penataan perundang-undangan, dan penataan arahan fungsi hutan, termasuk menjamin hak kelola rakyat, (2) Memaksimalkan pemanfaatan semua jenis kayu, dan pengurangan limbah melaui riset, (3) Pengawasan oleh para pihak terhadap penerapan sistem silvikultur, dan (4) Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar hutan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis strategis posisi pengelolaan hutan pinus juga berada pada sel 4 (support a divensive strategy) yang berarti program pengelolaan hutan pinus mempunyai kelemahan dan menghadapi ancaman yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi WT ( weaknesses-threats) yaitu (1) Penataan perundang-undangan, penataan arahan fungsi hutan, dan menjamin hak kelola rakyat. Strategi ini merupakan upaya untuk melakukan pengelolaan hutan sesuai dengan UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan Pergub Aceh No 19 tahun 1999 tentang arahan fungsi hutan, dan mengatasi konflik dengan masyarakat sekitar. (2) penetapan sistem silvikultur dengan tepat. Strategi ini untuk menjawab ancaman atau protes masyarakat, LSM dan pemerhati lingkungan, dan (3) penyuluhan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar.

Posisi pengelolaan hutan kemiri rakyat berada pada sel 2 (support a diversification strategy) yang berarti pengelolaan hutan kemiri mempunyai


(6)

kekuatan tetapi menghadapi ancaman yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi ST (strengths-threats) yaitu (1) Pengembangan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani dalam pemasaran, termasuk memperpendek rantai pemasaran. Strategi ini untuk memperkuat posisi petani dalam pemasaran, karena faktor harga dan pasar merupakan ancaman utama, sementara potensi pasar dan mitra usaha masih sangat terbuka. (2) Pengembangan pola agroforestri untuk meningkatkan produktifitas lahan dan diversifikasi produk. Pengembangan agroforestri merupakan strategi untuk meningkatkan nilai lahan sekaligus menjamin kelestarian ekologis yang dapat mengatasi ancaman konversi lahan. (3) menjamin kepastian penguasaan lahan, melalui penataan kembali (redesaian) arahan fungsi hutan, dan menjamin hak kelola rakyat. Strategi ini untuk mengatasi ketidakpastian status kepemilikan lahan yang merupakan ancaman dalam keberlangsungan hutan kemiri.

Selanjutnya posisi pengembangan ekowisata berada pada sel 3, artinya mempunyai peluang tetapi menghadapi kelemahan yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi WO (weaknesses-opportunies) yaitu memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan melalui (1) pengembangan sarana dan prasarana ekowisata, termasuk sarana transportasi. Strategi ini untuk mengatasi kelemahan dari kurang dukungan dari aspek aksessibilitas, belum adanya sarana ekowisata, dan jauhnya lokasi ekowisata dari pusat ibu kota provinsi. (2) Pengembangan promosi dan publikasi ekowisata, untuk meningkatkan jumlah pengunjung keobjek wisata Gayo Lues, dan (3) pengembangan kerjasama dengan pihak lain, untuk mengatasi persoalan manajemen pengelolaan ekowisata.

Keberadaan sumberdaya hutan Gayo Lues (85 % kawasan hutan) sebagai potensi dan sektor unggulan, dan merupakan aset yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan Gayo Lues, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun keberadaan sumberdaya hutan tersebut termarjinalkan, untuk itu dalam memaksimalkan pengelolaannya perlu dilakukan program strategi: 1) Penataan kebijakan dan kelembagaan, 2) Membangun kerjasama dengan para pihak, 3) Pengembangan pola agroforestry, 4) Memperkuat kelembagaan dan kapasitas petani dalam sistem pemasaran, 5) Kampanye manfaat nilai ekonomi sumberdaya hutan 6) Pengembangan sarana/prasarana ekowisata, termasuk kegiatan promosi dan publikasi, 7) Menjamin kepastian penguasaan lahan, dan mengakui hak kelola masyarakat, dan 8) Pengembangan sistem informasi manajemen (SIM) hutan Gayo Lues.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH

F A U Z I

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

Judul Disertasi : Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh

Nama Mahasiswa : Fauzi

NIM : E 016010031

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.A

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S

Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.For. Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop 2. Dr. Ir. Iman Santoso, M.Sc.


(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi dengan judul “Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh”. Disertasi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, dorongan dan arahan dari para pihak, maka bersama ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala nasehat, dorongan, bimbingan, saran dan arahannya mulai dari penulisan proposal sampai penyelesaian disertasi ini. Penulis merasa sangat beruntung dan bersyukur karena selama berinteraksi dengan para pembimbing banyak memperoleh pelajaran berharga tentang filosofi hidup dan berfikir secara arif dan komprehensif.

2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, dan seluruh staf, atas arahan dan bantuannya selama penulis mengikuti program S3.

3. Bapak Prof. DR. Ir. Sambas Basuni, MS dan DR. Ir. Leti Sundawati sebagai penguji pada ujian tertutup. DR. Ir. Iman Santoso, MSc. dan DR. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F. Trop. sebagai penguji pada ujian terbuka

4. Bapak Ir. Husaini Syamaun, MM yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti program S3 di IPB. 5. Bapak Drs. RA Syauqas Rahmatillah dan keluarga yang selalu memberikan

dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan program S3 di IPB.

6. Kedua orang tua, mertua, dan seluruh keluarga, atas doa, pengorbanan, kesabarannya dan dorongan yang diberikan kepada penulis.

7. Emi Suhemi, M.Ag selaku istri dan ketiga putraku Zuhal Rizki Maulana Fauzi, Kadhan Iman Maulana Fauzi, dan Ichsan Makruf Maulana Fauzi, atas


(12)

doa, pengorbanan, kesabarannya dan dorongan yang terus diberikan kepada penulis.

8. Bukti Bagja, S.Hut. M.Si, Muhammad Ridwan, S.Hut. Yusrin, S.Hut, Syahrial S.Hut, Effendi Usman, Hendra Saputra, Nyak Di, Saiful Agani dan Jonifli Abdullah yang banyak membantu penulis mulai dari pengambilan data di lapangan sampai penyelesaian disertasi ini.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis mulai dari pengambilan data di lapangan sampai penyusunan disertasi ini.

Penulis menyadari masih terdapat persoalan-persoalan yang belum terjawab dalam disertasi ini, untuk itu masih diperlukan kajian-kajian lanjutan secara mendalam. Namun demikian penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi para pihak, dan khususnya dalam pengelolaan sumberdaya hutan di Kabupaten Gayo Lues khususnya, dan Provinsi Aceh pada umumnya.

Bogor, Januari 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pidie Provinsi Aceh pada tanggal 21 Juli 1966 dari pasangan Tgk. Harun (Almarhum) dan Hj. Aisyah, sebagai putra keenam (sembilan bersaudara) dari pihak seayah, dan sebagai putra ketiga (enam bersaudara) dari pihak seayah seibu.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Peukan Pidie pada tahun 1980, SMP Negeri 1 Sigli tahun 1983 dan SMA Negeri 1 Sigli tahun 1986. Kemudian pada tahun 1986 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Jurusan Manajemen Hutan Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Yayasan Tgk. Chik Pante Kulu, Banda Aceh, dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan tahun 1991. Kemudian pada tahun 1997 mendapat Beasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Aceh untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana IPB dan memperoleh gelar Magister Kehutanan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis mendapat Beasiswa BPPS untuk melanjutkan pendidikan Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana IPB.

Sejak Tahun 1989 sampai 1991 penulis bekerja sebagai tenaga teknis penanaman pada HTI Blang Bintang Aceh Besar, dan pada tahun 1991 sampai 1993 penulis bekerja pada HPH PT. Hargas Industries Indonesia di Aceh Selatan. Dari tahun 1993 sampai 1997 penulis mengabdi di STIK Aceh sebagai staf pengajar. Mulai tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja sebagai wiraswasta di Banda Aceh. Selanjutnya mulai tahun 2009 sampai sekarang penulis sebagai staf ahli Bapedal Aceh. Disamping itu mulai tahun 2006 sampai sekarang penulis melakukan kegiatan pembinaan masyarakat sekitar hutan (Kelompok Tani Bukit Kurma Kemukiman Beuah Kecamatan Delima Kabupaten Pidie).

Pada tanggal 23 Juni 1996 penulis menikah dengan Emi Suhemi, M.Ag. dan telah dikaruniai 3 orang putra yaitu Zuhal Rizki Maulana Fauzi yang lahir pada tanggal 25 Juni 1997, Kadhan Iman Maulana Fauzi yang lahir pada tanggal 30 April 2000, dan Ichsan Makruf Maulana Fauzi yang Lahir pada Tanggal 4 Juni 2010.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….………...……. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….…………...……….. 4

1.3. Tujuan Penelitian ………..…………..…... 6

1.4. Manfaat Penelitian …………..…….…….……….………... 7

1.5. Kerangka Pemikiran ……… 7

1.6. Novelty ………. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Hutan Berkelanjutan ………... 11

2.2. Penilaian Sumberdaya Hutan ………... 12

2.3. Analisis Kelembagaan …..……… 16

2.4. Biomasa dan Karbon ……... 21

2.5. Persepsi ………... 22

2.6. Analisis SWOT ………..…… 24

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….…. 27

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ………..……….… 27

3.3. Data, Parameter, dan Cara Pengumpulan Data ……... 28

3.4. Pendugaan Nilai Ekonomi Total Hutan Gayo Lues ……….…… 30

3.5. Analisis Kebijakan dan Kelembagaan ... 43

3.6. Analisis Persepsi ……….……. 44

3.7. Analisis Strategis ………. 45

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ………... 47

4.2. Karakteristik Masyarakat ……… 52

4.3. Karakteristik Sumberdaya Hutan ………...……… 60

4.4. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) ……….…...…….. 68

4.5. Kondisi Gangguan Sumberdaya Hutan Gayo Lues ………..….. 68

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan Gayo Lues ………… 71

5.2. Analisis Persepsi Masyarakat …..………. 111


(15)

5.4. Arahan Strategi Pengelolaan Hutan Gayo Lues ... 149 5.5. Strategi Pengelolaan Hutan Gayo Lues ……… 173

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ……… 183

6.2. Saran ………..……… 184

DAFTAR PUSTAKA ……… 187


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matrik SWOT ……….……… 26

2. Desa-desa lokasi penelitian…………..………. 27

3. Data dan Parameter……….……….. 29

4. Estimasi biomassa pohon menggunakan persamaan allomatriks …... 42

5. Pertanyaan kepada responden/masyarakat ……….. 44

6. Peringkat skala Likert dan nilai skor persepsi ……….….. 44

7. Luas wilayah berdasarkan Kecamatan ……… 47

8. Ketinggian Tempat dan Luas Wilayah ………... 48

9. Kemiringan lahan dan luas wilayah ……… 48

10. Luas dan jenis tanah………. 49

11. Rata-rata curah dan hari hujan…... ……….. 50

12. Distribusi penduduk Gayo Lues……… 51

13. Jumlah penduduk berdasarkan Pendidikan……… 51

14. Karakteristik sosial ekonomi pencari dan pengguna kayu bakar …… 53

15. Karakteristik sosial ekonomi pencari pakan ternak ……… 53

16. Rincian sumber air untuk kebutuhan rumah tangga ………... 54

17. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pengguna air untuk kebutuhan rumah tangga ………. 56 18. Karakteristik pengguna air sawah ………... 56

19. Karakteristik peladang ……… 57

20. Distribusi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Gunung Leuser ……….. 58 21. Aksessibilitas menuju objek wisata Gunung Leuser ……….. 59

22. Karakteristik sosial ekonomi pengunjung lokal ……….. 60

23. Distribusi fungsi hutan Gayo Lues ………. 60

24. Kondisi tutupan lahan TNGL ………..……… 63

25. Kondisi tutupan lahan hutan Lindung ………. 67

26. Kondisi tutupan lahan hutan produksi ………..…... 67

27. Rincian DAS di wilayah Gayo Lues ……….... 68

28. Nilai ekonomi kayu berdasarkan arahan fungsi hutan ……… 71

29. Nilai ekonomi getah pinus ………... 74

30. Potensi karbon hutan GayoLues berdasarkan tutupan lahan ……….. 75

31. Rekapitulasi potensi karbon berdasarkan arahan fungsi hutan ……... 76

32. Rekapitulasi nilai ekonomi karbon berdasarkan arahan fungsi hutan . 77 33. Rekapitulasi potensi karbon berdasarkan tutupan lahan ………. 78 34. Nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus

konsumen pencari kayu bakar ………. 82


(17)

35. Nilai ekonomi kayu bakar ………... 82

36. Total nilai ekonomi kayu bakar ……….. 84

37. Nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus konsumen pencari pakan ternak ……….

87

38. Nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus konsumen pengadaan air rumah tangga ……….

89

39. Total nilai ekonomi kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus konsumen pengadaan air pertanian ………...……….

91

40. Rincian kebutuhan biaya pengadaan solar ……….. 91

41. Total nilai ekonomi air ……… 94

42. Rekapitulasi nilai ekonomi peladang ………..… 96

43. Rincian total kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus konsumen objek wisata Gayo Lues ………..…...……….

99

44. Hasil wawancara dengan responden tentang nilai ekonomi

pelestarian hutan Gayo Lues ………... 102

45. Beberapa informasi tentang hutan Gayo Lues ……… 104 46. Persepsi dan kesediaan menyumbang responden untuk nilai ekonomi

pilihan ………. 105

47. Persepsi dan kesediaan menyumbang responden untuk nilai ekonomi keberadaan ………..

107

48. Nilai ekonomi total sumberdaya hutan Gayo Lues ………. 110 49. Rata-rata persepsi masyarakat berdasarkan aspek pertanyaan ……... 112

50. Lembaga Pengelolaan Hutan Aceh . ……… 128

51. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengeloaan Hutan Alam Campuran ………

130

52. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya

Terhadap Pengelolaan Hutan Alam Campuran ……….. 132

53. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Alam Campuran ………

134

54. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya

Terhadap Pengelolaan Hutan Alam Campuran ………. 137

55. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Pinus ………..

142

56. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Pinus ……….

144

57. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Pinus ………..

147

58. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengeloaan Hutan Pinus ………

148

59. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ………..


(18)

60. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ………

154

61. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ………..

156

62. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ……….

158

63. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………

163

64. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………...

165

65. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………

167

66. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ……….… 10

2. Kategori nilai ekonomi lingkungan hutan tropis ………....… 13

3. Diagram SWOT ……….….. 25

4. Sistem pengaliran air dari bak sekunder ke bak rumah tangga ……... 55

5. Saluran irigasi ……….. 56

6. Kondisi hutan primer di TNGL Gayo Lues ………. 64

7. Tegakan pinus yang sudah terbakar dan anakan pinus alam yang tumbuh secara alami ……… 70 8. Kayu bakar industi batu-bata ………... 83

9. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro ………... 92

10. Kewenangan pengelolaan hutan Gayo Lues …..………. 126

11. Diagram SWOT pengelolaan hutan alam campuran ……….….. 140

12. Diagram SWOT pengelolaan hutan pinus ….………....….. 150

13. Tegakan kemiri di konversi untuk di tanami tanaman semusim ……. 159

14. Diagram SWOT pengelolaan hutan kemiri rakyat …………...….…. 161

15. Diagram SWOT pengembangan ekowisata ………...…….…. 171


(20)

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian ……….…… 197

2. Rincian lembaga dan jumlah responden untuk setiap lembaga …. 198 3. Rincian pengunjung mancanegara yang berkunjung ke objek wisata gunung Leuser ……… 199 4. Peta arahan fungsi hutan ………...……….. 200

5. Peta DAS wilayah Gayo Lues ………...………... 201

6. Rincian perhitungan nilai ekonomi kayu ……….….. 202

7. Rincian perhitungan nilai ekonomi getah pinus .……….. 203

8. Nilai ekonomi karbon hutan Gayo Lues ……… 204

9. Peta Citra Landsat tahun 2009 ....…... 205

10. Peta tutupan lahan Gayo Lues ……...…. 206

11. Rincian tutupan lahan Gayo Lues ……...………...……... 207

12. Rekapitulasi stok karbon pada hutan Gayo Lues ………...… 208

13. Distribusi potensi karbon pada sumberdaya hutan Gayo Lues ….. 209

14. Rincian perhitungan nilai kayu bakar rumah tangga ...………….. 210

15. Rincian perhitungan nilai kayu bakar batu bata ...………. 213

16. Rincian perhitungan nilai ekonomi pakan ternak ...………. 214

17. Rincian perhitungan nilai ekonomi pengadaan air rumah tangga . 217 18. Rincian perhitungan nilai ekonomi pengadaan air pertanian ……. 220

19. Rincian perhitungan nilai ekonomi air pembangkit listrik ……… 223

20. Rincian perhitungan nilai ekonomi peladang ….………... 224

21. Karakteristik pengunjung objek wisata Gayo Lues ...………….... 227

22. Rincian perhitungan nilai ekonomi ekowisata ..………. 228

23. Persepsi masyarakat (nilai skor dan katagori persepsi) ...……….. 231

24. Rekapitulasi peringkat persepsi masyarakat ...……….. 232

25. Peta kawasan ekosistem Leuser ………. 233

26. Perhitungan nilai SWOT Pengelolaan Hutan Alam Campuran …. 234 27. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Alam Campuran ………. 235

28. Perhitungan nilai SWOT Pengelolaan Hutan Pinus ……….. 236

29. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Pinus ………... 237

30. Perhitungan nilai SWOT Pengelolaan Hutan Kemiri Rakyat …… 238

31. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Kemiri Rakyat ……… 239

32. Perhitungan nilai SWOT Pengembangan Ekowisata ……… 240


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh merupakan salah satu kabupaten yang baru terbentuk setelah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara sesuai dengan Undang-Undang No 4 tahun 2002, dengan luas wilayah 571.958 ha. Berdasarkan SK Gubernur Aceh No. 11 Tahun 1999, tentang arahan fungsi hutan, bahwa luas kawasan hutan 474.630,30 ha (83 % dari luas wilayah), yang teridiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas 202.880,30 ha, hutan lindung seluas 226.560 ha, hutan produksi seluas 45.190 ha, dan sisanya seluas 97327,70 ha termasuk dalam areal penggunaan laian (APL). Jika dilihat dari aspek tutupan lahan yang didasarkan pada analisis citra landsat tahun 2009, hutan Gayo Lues terdiri dari hutan primer seluas 426.558,74 ha, hutan sekunder seluas 36.828,74 ha, hutan pinus seluas 64.294,17 ha, hutan kemiri yang dikelola masyarakat seluas 7.374,66 ha, dan semak belukar seluas 18.768,42 ha.

Data tersebut menunjukkan bahwa keberadaan hutan Gayo Lues masih relatif lebih baik, yang ditandai dengan masih terdapatnya hutan alam primer 88,63 %, dari luas kawasan hutan Gayo Lues, dan belum termasuk hutan pinus. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan RI, dan penghentian sementara penebangan (moratorium logging) sesuai dengan Intruksi Gubernur Aceh No. 05/Instr/2007. Disisi lain keberadaan sumberdaya hutan Gayo lues belum mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, walaupun pemanfaatan resource-nya lebih banyak, tidak menjadi sektor unggulan/sumber PAD bagi pembangunan Gayo Lues. tidak tersedia data nilai ekonomi secara terukur, terjadi tumpang tindih kebijakan dan kelembagaan pengelolaannya, yang berakibat pada kevakuman pengelolaan ditingkat tapak/lapangan, lemahnya lembaga kehutanan untuk mempersiapkan prakondisi pengelolaan hutan, terjadi konflik kepentingan antar lembaga, bahkan terjadi open acces, yang tandai dengan semakin maraknya kegiatan perambahan, illegal loggging masih terus berlangsung, begitu juga halnya dengan kebakaran hutan hampir setiap tahun terjadi. Kondisi ini tentunya dalam waktu yang relatif lama akan menurunkan produktivitas dan kualitas hutan, yang dapat menyebabkan


(23)

2

menurunkan kemampuan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupan dan pembangunan.

Kemudian dengan berkembangnya teknologi, pesatnya laju pembangunan ekonomi, dan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa yang bersumber dari hasil hutan. Selain itu pada sumberdaya hutan juga terdapat berbagai komponen ekonomi yang bermanfaat secara langsung maupun secara tidak langsung kepada masyarakat, sekaligus dapat digunakan untuk pembangunan Gayo Lues. Untuk itu pengelolaan sumberdaya hutan secara profesional merupakan suatu strategi yang tepat, baik melalui pengembangan hutan rakyat, pengembangan ekowisata, pengembangan hutan pinus, dan pengembangan hutan alam campuran dengan penerapan sistem silvikultur yang tepat.

Pengembangan hutan kemiri rakyat yang telah dilaksanakan oleh masyarakat secara turun-temurun mampu memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Gayo Lues bahwa luas hutan kemiri pernah mencapai 17.560 ha, namun pada tahun 2009 luas hutan kemiri yang dikelola oleh masyarakat hanya 7.374,66 ha. Keberadaan hutan kemiri ini menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat, dan juga menjadi komoditi ekspor yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Namun kondisi hutan kemiri dari tahun ketahun semangkin terjadi penurunan kualitas dan kuantitasnya, baik produktivitas ekonomi maupun ekologi, bahkan karena harga kemiri yang kalah bersaing dengan komoditi lain, dan penentuan harga lebih dikendalikan oleh pengumpul (tengkulak). Faktor ini merupakan permasalahan yang umumnya ditemukan dalam pengelolaan hutan kemiri rakyat di Gayo Lues, sehingga tegakan kemiri rakyat tersebut dikonversi untuk ditanami tanaman semusim yang mempunyai harga lebih tinggi. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Silalahi (1982), bahwa faktor status hukum lahan yang paling penting daripada faktor fisik lingkungan, dan penelitian Yusran (2005), bahwa faktor ketidakpastian hak penguasaan dan penggunaan lahan hutan merupakan permasalahan yang umumnya ditemukan dalam pengelolaan hutan kemiri rakyat.

Keberadaan hutan produksi di Gayo Lues dengan luas 45.190 ha, merupakan sebagai hutan alam campuran, dan hutan pinus. Disamping itu pada


(24)

3

areal penggunaan lain (APL) juga terdapat hutan alam campuran (hutan primer seluas 6.739,75 ha, dan hutan pinus alam seluas 51.651,03 ha), merupakan suatu strategi yang tepat, jika dilakukan kegiatan pengelolaan atau pengusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu. Namun disisi lain keberadaan hutan produksi tersebut saat ini belum dilakukan pengelolaan, sehingga akan terus terjadi tekanan yang berakibat pada penurunan kualitas dan kuantitas dari sumberdaya hutan. Disisi lain program pengembangan pengelolaan hutan produksi akan bertentangan dengan UUPA No. 11 Tahun 2006, pasal 150, dimana dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) tidak boleh dikeluarkan izin usaha, sementara hutan produksi tersebut berada dalam kawasan KEL sesuai dengan Kepres No. 33 Tahun 1998, tentang pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser.

Kawasan TNGL seluas 202.880,30 ha, dan hutan lindung seluas 226.560 hektar, yang didalamnya terdapat berbagai potensi flora dan fauna yang dapat digunakan sebagai laboratorium alam, serta terdapat beragam potensi alam dan panorama yang indah, sampai saat ini belum dimanfaatkan keberadaannya. Untuk itu program pengembangan ekowisata merupakan suatu strategi yang tepat untuk dilakukan pengembangannya. Namun kondisi saat ini kegiatan wisata hanya berlangsung secara alami, tanpa dikelola secara profesional, sementara wisatawan manca negara yang berkunjung ke objek wisata Gayo Lues memperoleh informasi dari rekan-rekannya yang lebih dahulu berkunjung ke objek wisata tersebut. Disamping itu selama konflik GAM dengan Pemerintah RI berdampak pada kegiatan parawisata, dimana wisatawan yang datang terjadi penurunan, bahkan mulai tahun 2003 – 2005 tidak ada pengunjung yang datang, namun setelah MOU Helsinky, diikuti dengan kondisi keamanan yang mulai kondusif, maka kunjungan wisatawan akan semakin meningkat setiap tahunnya, walaupun sebenarnya tidak didukung oleh sarana dan parasarana ekowisata yang memadai.

Sehubungan dengan uraian tersebut, dan dalam rangka terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan Gayo Lues, sekaligus dapat memberikan nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat, maka penelitian tentang strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues sangat penting untuk dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian terhadap nilai ekonomi dan manfaat dari hutan, pengkajian aspek kebijakan kelembagaan, dan pengkajian tentang persepsi masyarakat


(25)

4

terhadap keberadaan dan pengelolaan hutan, serta menganalisis strategis pengelolaan hutan alam campuran, hutan pinus, hutan kemiri rakyat dan pengembangan ekowisata, yang pada akhirnya dapat memudahkan dalam perumusan strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues.

1.2. Perumusan Masalah

Peranan sumberdaya hutan dalam pemenuhan fungsi ekonomi masyarakat, fungsi sosial dan fungsi ekologi, terutama untuk menjaga kualitas lingkungan. Selain itu keberadaan sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat berbagai komponen ekonomi kepada masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, bahkan melalui pengelolaan hutan, baik hutan kemiri rakyat, pengelolaan hutan alam campuran, pengelolaan hutan pinus, dan pengembangan program ekowisata dapat melibatkan secara langsung sejumlah masyarakat, sehingga keberhasilan pengelolaan hutan tersebut akan berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan mewujudkan kelestarian hutan. Untuk itu upaya-upaya untuk terus mengembangkan dan meningkatkan produktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristiknya menjadi prioritas pembangunan kehutanan kedepan.

Secara umum keberadaan sumberdaya hutan Gayo Lues pada kondisi tidak ada pengelolaan ditingkat tapak/lapangan, lemahnya lembaga pengelola untuk mempersiapkan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan (kepastian kawasan, penguatan lembaga masyarakat, dan pengelolaan hutan di lapangan seperti: tata hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan, rehabilitasi, dan perlindungan), yang diakibatkan oleh tumpang tindih kebijakan dan lembaga pengelola, yang berdampak pada terjadinya open acces, yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan perambahan hutan, illegal logging, dan kebakaran hutan.

Khususnya untuk pengelolaan hutan kemiri rakyat di Gayo Lues telah lama dilaksanakan oleh masyarakat secara turun-temurun, namun kondisi saat ini menunjukkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitasnya, dan sistem pengelolaannya. Kondisi ini dikarenakan oleh faktor internal masyarakat/petani dan faktor eksternal yang saling berkaitan. Hal ini memperlihatkan bahwa perhatian para pihak terhadap hutan kemiri rakyat belum memadai, bahkan belum menyentuh permasalahan yang sebenarnya terjadi. Secara umum permasalahan


(26)

5

yang muncul dalam pengelolaan hutan kemiri rakyat adalah; harga produk rendah yang diakibatkan oleh terbatasnya informasi pasar bagi petani, dan harga lebih dikendalikan tengkulak, nilai lahan rendah dan produksi menurun yang diakibatkan oleh belum dilakukannya sistem pengelolaan lahan secara intensif/sistem silvikultur yang tepat, sehingga menyebabkan laju konversi lahan untuk peruntukan lain semakin meningkat.

Selanjutnya untuk kegiatan ekowisata di Gayo Lues selama ini hanya berlangsung secara alamiah, tanpa adanya suatu upaya pengelolaan secara profesional dari para pihak. Namun disisi lain pada sumberdaya hutan Gayo Lues terdapat berbagai potensi alami yang dapat mendukung program pengembangan ekowisata. Untuk itu dalam rangka mewujudkan program pengembangan ekowisata tersebut terdapat persoalan-persoalan yang akan muncul, antara lain belum tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program tersebut.

Berkaitan dengan keberadaan hutan alam campuran dan hutan pinus yang terdapat pada hutan produksi di Gayo Lues sampai dengan saat ini belum dilakukan pengelolaan. Namun kenyataannya keberadaan sumberdaya hutan tersebut tidak terurus, kevakuman pengelolaan di lapangan, sehingga terjadi open acces, yang berakibat pada penurunan kualitas dan kuantitasnya. Disisi lain untuk kemungkinan pengusahaan hutan produksi di Gayo Lues baik untuk hutan alam campuran maupun hutan pinus permasalahan yang akan dihadapai adalah terbentur dengan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, dimana berdasarkan UU 41 Tahun 1999, bahwa kawasan hutan dikelola berdasarkan arahan fungsi hutan, sedangkan berdasarkan UUPA No 11 Tahun 2006, pasal 150 bahwa dalam kawasan KEL tidak dibolehkan dikeluarkan izin usaha.

Disisi lain sumberdaya hutan Gayo Lues merupakan suatu aset yang memiliki nilai ekonomi manfaat yang tinggi baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Namun nilai ekonomi hutan tersebut yang terukur dengan jelas dan akurat sampai saat ini belum diketahui, dimengerti dan dipahami oleh para pihak, sehingga para pihak tidak mampu menjawab dan menjelaskan tentang keterkaitan manfaat sumberdaya hutan dengan kepentingan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.


(27)

6

Untuk itu akan memperlihatkan rendahnya dukungan para pihak terhadap upaya pelestarian sumberdaya hutan itu sendiri.

Keberadaan sumberdaya hutan Gayo Lues tidak terlepas dari berbagai kepentingan para pihak, termasuk masyarakat sekitar hutan. Untuk itu sehubungan dengan program pengelolaan hutan Gayo Lues perlu diketahui persepsi masyarakat sekitar hutan yang terkait dengan sumberdaya hutan tersebut. Disamping itu program pengelolaan hutan ini sangat terkait dengan kelembagaan atau keberadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk itu perlu dianalisis terhadap peraturan perundang-undangan tersebut.

Sehubungan dengan uraian tersebut maka muncul beberapa pertanyaan sebagai berikut:

a. Berapakah nilai ekonomi total hutan Gayo Lues.

b. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengelolaan hutan Gayo Lues.

c. Bagaimanakah kebijakan dan kelembagaan pengelolaan hutan Gayo Lues d. Faktor-faktor strategis apakah yang berpengaruh terhadap pengelolaan hutan

kemiri rakyat, pengelolaan hutan alam campuran, pengelolaan hutan pinus, dan program pengembangan ekowisata.

e. Bagaimanakah rumusan strategi pengelolaan hutan Gayo Lues yang dapat melestarikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.3. Tujuan

Tujaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pendugaan nilai ekonomi hutan Gayo Lues secara komprehensif (Nilai Ekonomi Total), dan kontribusinya terhadap masyarakat sekitar hutan. b. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengelolaan hutan

Gayo Lues.

c. Mengetahui kelembagaan pengelolaan hutan Gayo Lues

d. Menemukan faktor-faktor strategis (internal dan eksternal) yang berpengaruh terhadap pengelolaan hutan Gayo Lues


(28)

7

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai bahan masukan kepada para pihak khususnya penentu kebijakan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues.

1.5. Kerangka Pemikiran

Penanganan permasalahan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues, baik permasalahan pada pengelolaan hutan kemiri rakyat, permasalahan pengelolaan hutan alam campuran dan hutan pinus, permasalahan pada program pengembangan ekowisata, yang sangat komplek, dan menyangkut dengan komponen masyarakat, komponen fisik alami, serta faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Untuk itu upaya pemecahannya perlu diformulasikan secara bersama, komprehensif, dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, dalam hal ini diperlukan analisis-analisis yang bersifat teknis maupun analisis yang bersifat sosial ekonomi, kebijakan dan kelembagaan, serta analisis strategis.

Secara umum kondisi hutan Gayo Lues dari tahun ketahun menunjukkan kecenderungan penurunan kualitas dan kuantitasnya. Ini disebabkan oleh tumpang tindih kebijakan dan lembaga pengelolanya, yang berakibat pada lemahnya lembaga dalam mempersiapkan prakondisi pengelolaan hutan, tidak ada pengelolaan ditingkat tapak/lapangan, terjadinya konflik antar lembaga, yang berakibat pada terjadinya open acces. Pada pengelolaan hutan kemiri rakyat permasalahan utama yang muncul adalah harga produk rendah, nilai lahan rendah, penurunan produksi, dan status kepemilikan lahan, akibat dari permasalahan ini dapat terjadi laju konversi lahan untuk peruntukan lain semakin meningkat, dan menurunkan suplai hasil kemiri, sehingga terjadi penurunan dari fungsi ekologis, dan keberadaan hutan kemiri rakyat tersebut tidak akan lestari. Sedangkan untuk hutan alam campuran dan hutan pinus saat ini lebih bersifat open acces, sehingga kegiatan perambahan lahan, illegal logging terus terjadi, dan kedepan jika dilakukan kegiatan pengelolaan akan terbentur dengan beberapa kebijakan atau peraturan, dan lembaga yang tumpang tindih. Dalam hal ini terdapat kebijakan atau aturan yang boleh melakukan kegitan pengelolaan sesuai dengan arahan fungsi hutan, dan juga terdapat aturan yang melarang kegiatan pengusahaan hutan


(29)

8

dalam kawasan KEL, dimana hutan produksi tersebut termasuk dalam wilayah KEL. Selanjutnya persoalan yang muncul terkait dengan program pengembangan ekowisata, adalah belum tersedianya sarana-prasarana yang mendukung program tesebut. Disamping itu belum diketahuinya potensi karbon pada hutan Gayo Lues yang dapat diperdagangkan, dan dapat dimanfaatkan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar hutan, sekaligus dapat melestarikan keberadaan hutan. Begitu juga halnya dengan nilai ekonomi dari berbagai komponen ekonomi yang dapat diberikan oleh hutan, terutama kepada masyarakat sekitar hutan, dan para pihak lainnya.

Manfaat-manfaat dari sumberdaya hutan dapat dikuantitatifkan dalam bentuk uang (moneter). Dalam hal ini dilakukan pendekatan berdasarkan pada konsep kesediaan membayar (willingness to pay/WTP) dari setiap individu. Setiap jenis manfaat dari sumberdaya hutan yang mempunyai pasar, maka dalam penentuan nilai ekonominya digunakan berdasarkan harga pasar. Namun jika pasar tidak tersedia, maka dapat dibangun atau diciptakan pasar baru. Teknik-teknik penilaian yang akan digunakan sangat tergantung pada pertimbangan karakteristik dari sumberdaya hutan yang akan dinilai. Penilaian ini dilakukan terhadap semua jenis manfaat dari sumberdaya hutan, yang pada akhirnya diperoleh nilai ekonomi total (total economic value) dari sumberdaya hutan tersebut. Nilai ekonomi total ini akan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam penentuan arah kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan Gayo Lues.

Analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kewenangan pengelolaan hutan Gayo Lues dilakukan content analysis, yaitu analisis terhadap isi dari peraturan perundang-undangan tersebut, sehingga didapatkan peraturan perundang-undangan tersebut yang saling mendukung atau bertentangan satu sama lainnya, yang akan berpengaruh terhadap keberadaan dan pengelolaan hutan Gayo Lues. Disamping itu dilakukan analisis persepsi masyarakat sekitar hutan dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan kemiri rakyat, pengelolaan hutan alam campuran, hutan pinus, dan pengembangan program ekowisata. Dari analisis persepsi ini diperoleh kategori dan peringkat persepsi masyarakat tersebut terkait dengan pengelolaan hutan Gayo Lues.


(30)

9

Sehubungan dengan diketahuinya berbagai informasi tentang, persepsi masyarakat, hasil analisis peraturan perundang-undangan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas hutan kemiri rakyat, faktor-faktor yang mempengaruhi pengusahaan hutan alam campuran, dan hutan pinus, serta faktor-faktor yang mempengaruhi program pengembangan ekowisata, maka selanjutnya dilakukan analisis strategis dengan menggunakan analisis SWOT dan analisis AHP untuk menemukan peubah-peubah strategis dan nilai pengaruhnya masing-masing terhadap sistem pengelolaan hutan kemiri rakyat, hutan alam campuran, hutan pinus, dan program pengembangan ekowisata. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan analisis dengan menggunakan diagram dan matrik SWOT untuk merumuskan arahan strategi, yang dijabarkan dalam bentuk strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues. Untuk lebih jelasnya tentang kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini secara skematis di sajikan pada Gambar 1.

1.6. Kebaruan (Novelty)

Suatu penelitian dapat disebut memiliki kebaruan (novelty) jika terdapat tiga kriteria yaitu: ilmiah (scholar), terdepan dibidangnya (advance), dan fokus (focus). Untuk itu penelitian mengenai strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues Provinsi Aceh ini dibangun berdasarkan ketiga kriteria tersebut. Pertama, proses penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah, dimana metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif, yaitu yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Kedua, berdasarkan review hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan, dan penelusuran di perpustakaan IPB, belum ditemukan adanya penelitian yang berkaitan strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues, Provinsi Aceh. Ketiga, fokus penelitian ini adalah melihat secara langsung permasalahan dalam pengelolaan hutan alam campuran, pengelolaan hutan pinus, pengelolaan hutan kemiri rakyat, dan pengembangan ekowisata, yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi pengelolaan sumberdaya hutan yang lebih baik dibandingkan kondisi saat ini, dan merekomendasikan rumusan program strategi pengelolaannya.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan

Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Lebih lanjut berdasarkan UU 41 tahun 2001, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

LEI, (1999), keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan adalah : 1) Kelestarian fungsi produksi (ekonomi)

Adanya kepastian penggunaan lahan sebagai kawasan hutan, status penataan batas kawasan hutan, kualitas fisik tata batas, perencanaan dan implementasi penataan hutan menurut tipe-tipe dan fungsi hutan, pengorganisasian kawasan yang menjamin kegiatan produksi yang kontinyu, produksi yang sesuai dengan kemampuan produktivitas hutan, meminimumkan tingkat pembalakan, serta meminimumkan dampak perubahan penutupan lahan akibat perambahan, alih fungsi kawasan hutan, kebakaran dan gangguan lainnya. 2) Kelestarian fungsi ekologi

Meletakkan proporsi yang proposional antara pemanfaatan hutan dengan fungsi ekologi hutan, sehingga tidak menimbulkan dampak kerusakan hutan yang pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati.

3) Kelestarian fungsi sosial

Adanya kejelasan batas antara kawasan konsensi dengan kawasan komunitas setempat yang terdelinasi secara jelas, adanya jaminan akses pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat setempat, sebagai sumber-sumber ekonomi komunitas masyarakat disekitar hutan, komunitas masyarakat disekitar hutan dapat mengakses kesempatan kerja dan peluang berusaha serta meminimalisasi dampak kerusakan sumberdaya hutan.

Pada sepuluh tahun belakangan, kegiatan pengelolaan hutan berkelanjutan ini tidak terlepas dari berbagai isu diantaranya adalah siklus karbon, perubahan


(32)

12

iklim, dan konservasi keanekragaraman hayati. Keberlanjutan (Sustainabilty) digunakan untuk menggambarkan tujuan tanpa kecuali, atau setidak-tidaknya merupakan sesuatu hal yang tidak dapat disanggah keberadaannya, Schlaepfer dan Elliott (2000). Dalam dokumen The Rio Declaration on Enviroment and Development memasukkan 27 prinsip yang menggambarkan tentang perlindungan lingkungan termasuk, pertimbangan ekologi yang mempengaruhi kepada pembangunan berkelanjutan. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) masyarakat adalah pusat perhatian bagi kegiatan pembangunan berkelanjutan. Mereka berhak atas kesehatan dan kehidupan produktif yang harmonis dengan alam. (2) Pembangunan yang benar harus memenuhi keseimbangan antara pembangunan dan kebutuhan keberadaan lingkungan bagi generasi akan datang. (3) Perlindungan lingkungan merupakan bagian yang terintegrasi dengan proses pembangunan dan tidak dapat diabaikan keberadaannya. (4) Harus mengakomodasikan semangat dalam kerjasama global dalam kegiatan konservasi, perlindungan dan pengawetan kesehatan serta keberadaan di dalam ekosistem bumi. (5) Dalam upaya perlindungan lingkungan, tindakan pencegahan seharusnya penerapannya diperluas sesuai dengan kemampuan negara tersebut. (6) Perlu dilakukan pemantauan dampak lingkungan sebagai suatu alat nasional yang dijalankan bagi suatu aktivitas yang dapat berdampak negatif bagi lingkungan.

2.2. Penilaian Sumberdaya Hutan

Nilai merupakan persepsi seseorang, yaitu harga yang diberikan terhadap sesuatu pada waktu dan tempat tertentu. Ukuran harga dapat ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki, menggunakan atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa yang diinginkannya. Adapun penilaian adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis dan Johnson 1987). Lebih lanjut Davis dan Johnson (1987) menyatakan bahwa untuk melakukan penilaian ekonomi sumberdaya hutan diperlukan identifikasi kondisi bio-fisik sumberdaya hutan dan sosial budaya masyarakat setempat untuk mengkualifikasi setiap indikator nilai berupa hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan, serta atribut hutan dalam kaitannya dengan indikator sosial budaya setempat.


(33)

13

Klasifikasi Nilai Ekonomi Total sumberdaya hutan menurut Pearce (1992) dalamMunasighe (1994), secara skematis, dapat dilihat pada Gambar 2.

\

Gambar 2. Kategori Nilai Ekonomi Lingkungan Hutan Tropis

(Sumber: Munasinghe, 1994 yang mengadaptasi dari Pearce, 1992) Secara matematis Nilai Total Ekonomi tersebut berdasarkan klasifikasi cara atau proses penggunaannya dapat dinyatakan sebagai berikut :

TEV = UV + NUV atau TEV + [DUV + IUV] + [BV + EV], dimana :

TEV : Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Kawasan Konservasi

UV : Use Value (Nilai Penggunaan)

NUV : Non-use Value (Nilai Bukan Penggunaan) DUV : Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung)

IUV : Indirect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) OV : Option Value (Nilai Pilihan)

BV : Bequest Value (Nilai Warisan) EV : Existence Value (Nilai Keberadaan)

Secara rinci mengenai klasifikasi nilai-nilai tersebut di atas, dengan mengadaptasi Pearce (1992) dalam Munasighe (1994), Bahruni (1999), dan Effendi (2001) dapat dijelaskan sebagai berikut :

NILAI PENGGUNAAN NILAI NON-PENGGUNAAN

NILAI PENGGUNAAN LANGSUNG Hasil yang langsung

dapat dikonsumsi NILAI PENGGUNAAN TAK LANGSUNG Manfaat fungsional NILAI PILIHAN Nilai penggunaan langsung dan tak langsung di masa depan

NILAI KEBERADAAN Nilai pengetahuan karena

keberadaan yang berkelanjutan

NILAI NON PENGGUNAAN

LAINNYA

Decreasing “tangiability” of value to individual

NILAI EKONOMI TOTAL

• Makanan

• Biomass

• Rekreasi

• Kesehatan

• Fungsi Ekologis

• Pengendalian banjir

• Perlindungan dari banjir • Keanekaragaman hayati • Konservasi habitat • Habitat

• Spesies langka (terancam punah)


(34)

14

1. Nilai Penggunaan (Use Value)

Nilai penggunaan (use value) terdiri dari nilai penggunaan langsung (Direct Use Value), nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value), dan nilai pilihan (Option Value).

a. Nilai penggunaan langsung

Nilai penggunaan langsung adalah nilai atau manfaat dari sumberdaya alam dan ekosistem hutan Gayo Lues yang diperoleh secara langsung melalui konsumsi atau produksinya. Nilai penggunaan langsung meliputi manfaat-manfaat yang dapat dihitung sebagai manfaat-manfaat yang diperoleh dari kawasan hutan, seperti hasil hutan berupa kayu dan non kayu, dan air bersih yang dihasilkan.

b. Nilai penggunaan tidak langsung

Nilai penggunaan tidak langsung adalah nilai atau manfaat yang diperoleh secara tidak langsung dari sumberdaya hutan yang memberikan jasa pada aktivitas ekonomi atau mendukung kehidupan manusia. Untuk hutan Gayo Lues, nilai guna tidak langsung adalah manfaat-manfaat fungsional dari proses-proses ekologi yang secara terus menerus memberikan peranannya pada masyarakat dan ekosistem. Peran hutan Gayo Lues secara terus menerus sebagai pengatur tata air, perlindungan dan pengendalian banjir, pengatur iklim mikro, mendukung kehidupan global (menyerap karbon dan mengendalikan perubahan iklim), wahana penelitian dan pendidikan konservasi, siklus nutrisi, dan mendukung kesehatan masyarakat.

c. Nilai pilihan

Nilai pilihan adalah nilai harapan untuk masa yang akan datang terhadap sumberdaya hutan, yang didasarkan pada penilaian berapa besarnya seorang individu atau masyarakat mau membayar (willingness to pay = WTP) untuk melindungi kawasan hutan dalam rangka kepentingan masa depan. Bagi hutan Gayo Lues, nilai guna meliputi manfaat-manfaat sumberdaya hutan yang disimpan atau dipertahankan untuk kepentingan yang akan datang. Keanekaragaman tumbuhan dan satwa pada hutan Gayo Lues merupakan sumberdaya alam yang disisihkan untuk dimanfaatkan di masa datang, dimana keberadaan sumberdaya hutan tersebut pada umumnya belum diketahui secara mendalam, dan saat ini dapat dikatakan tidak memiliki nilai ekonomi.


(35)

15

2. Nilai Non-pengunaan (Non Use Value)

Nilai non-penggunaan (Non Use Value) terdiri dari 2 kategori yaitu: kategori nilai warisan (Bequest Value) dan nilai keberadaan (Existence Value).

a. Nilai Warisan

Nilai warisan adalah nilai yang didasarkan pada suatu keinginan individu atau masyarakat untuk mewariskan sumberdaya hutan kepada generasi yang akan datang. Bagi hutan Gayo Lues nilai warisan adalah korbanan yang diberikan masyarakat yang hidup saat ini untuk menjaga kelestarian hutan agar tetap utuh untuk diberikan pada generasi yang akan datang.

b. Nilai Keberadaan

Nilai keberadaan adalah nilai yang bukan dihasilkan dari institusi pasar dan tidak ada kaitannya dengan fungsi perlindungan asset produktif atau proses produksi secara langsung maupun tidak langsung. Nilai keberadaan hutan Gayo Lues adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat, baik itu penduduk setempat maupun masyarakat lainnya terhadap kawasan hutan Gayo Lues atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural.

Pendekatan penilaian sumberdaya hutan umumnya menggunakan pendekatan harga pasar atau pasar pengganti. Menurut Hufschmidt et al. (1983) dan Munasighe (1993), pendekatan nilai pasar merupakan teknik analisis biaya manfaat dengan menggunakan harga pasar. Pendekatan harga pasar pengganti didasarkan pada harga substitusi untuk menilai barang dan jasa lingkungan yang tidak ada harganya. Pada prinsipnya metode penilaian sumberdaya hutan dapat dilakukan melalui pendekatan berdasarkan harga pasar dan kesediaan untuk membayar (WTP). Dalam kondisi pasar tidak mengalami penyimpangan, WTP akan sama dengan harga pasar, tidak akan dapat memberikan perkiraan yang akurat mengenai WTP, (Davis dan Johnson 1987).

Surplus konsumen merupakan selisih antara kesediaan membayar dengan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen untuk suatu produk. Ini menunjukan bahwa konsumen mendapat nilai lebih dari harga yang dibayarnya. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh, karena konsumen dapat membeli semua unit pada tingkat harga yang lebih rendah (Agustono, 1996).


(36)

16

Kesediaan membayar dan surplus konsumen sering digunakan sebagai ukuran dalam menentukan nilai sumberdaya (Davis and Jonhnson, 1987). Teknik penilaian yang didasarkan pada permintaan individu dengan menggunakan pendekatan kesediaan membayar pada dasarnya sama dengan kesediaan membayar sekelompok individu pada berbagai tingkatan manfaat (Darusman, 1993). Teknik ini telah digunakan antara lain dalam menentukan nilai air untuk rumah tangga dan pertanian (Darusman, 1995), permintaan jasa hidrologi (Widarti, 1996), permintaan rekreasi (Darusman, 1993; Darusman dan Bahruni, 1993), dan nilai manfaat Taman Nasional Gunung Halimun bagi masyarakat (Widada, 2004)

2.3. Analisis Kelembagaan

Dalam kehidupan masyarakat politik atau perekonomian telah ada struktur, dan struktur-struktur itu adalah fungsi-fungsi yang dibuat oleh manusia yang mengatur hubungan-hubungan antar manusia di dalam masyarakat yang bersangkutan. Struktur dimaksud terdiri dari campuran yang rumit antara aturan-aturan, norma-norma, konvensi-konvensi, dan perilaku karena kepercayaan (behavioral belief), yang kesemuanya membentuk cara-cara bagaimana orang-orang bertindak untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut ia mengalaborasi bahwa proses-proses pembentukan struktur sesungguhnya diawali dari adanya keyakinan tentang sesuatu, kemudian diterjemahkan ke dalam institusi, dan kemudian institusi diterjemahkan kedalam cara-cara perekonomian bekerja (berperilaku) dari waktu ke waktu (North, 2000).

Menurut Hayami dan Ruttan, (1985) kelembagaan atau institusi adalah aturan-aturan yang berlaku di masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antara orang-orang yang terlibat. Sedangkan menurut Pakpahan, (1990), institusi merupakan suatu sistem yang komplek, rumit, abstrak yang mencakup idiologi, huku m, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan mencakup organisasi (players of the game), hak-hak atas sumberdaya alam, peraturan perundang-undangan (rules of the game) struktur pasar, pengetahuan dan informasi, serta proses-proses politik di dalam pemerintahan. Keputusan dan tindakan sangat ditentukan oleh kelembagaan (Kartodihardjo, 2006). Lebih lanjut menurut Pakpahan (1990), bahwa


(37)

17

kelembagaan merupakan inovasi manusia untuk mengatur atau mengontrol interdependensi antar individu atau kelompok masyarakat terhadap sesuatu. Berdasarkan difinisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa institusi berkenaan dengan aturan formal dan informal yang mengarahkan perilaku individu, organisasi dan masyarakat.

Van den Berg (2001), mengemukakan bahwa alasan mengapa institusi diperlukan adalah karena individu, kelompok atau perusahaan mempunyai dua pilihan cara untuk memperkaya dirinya yaitu memproduksi sesuatu yang berharga atau dengan mengambil sesuatu yang berharga dari orang lain. Tetapi kesejahteraan nasional hanya meningkat jika ada peningkatan produksi, transfer kekayaan (termasuk kekayaan alam) hanya berperan sebagai redistribusi dari output yang telah ada. Masyarakat secara keseluruhan hanya meningkat standar hidupnya jika output perkapita meningkat. Jadi institusi akan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat jika ia dapat mengarahkan usaha-usaha masyarakat pada aktivitas produktif. Institusi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja ekonomi sebagai dikemukakan oleh Coase (1998) dalam Manard (2000), yang mengutip Adam Smith sebagai berikut :

Produktivitas ekonomi tergantung pada spesialisasi, tetapi spesialisasi hanya mungkin kalau pertukaran (exchange) dan biaya pertukaran lebih murah, makin banyak spesialisasi makin produktif sebuah sistem ekonomi. Sedangkan biaya pertukaran (biaya transaksi) sangat tergantung pada institusi yang bekerja di suatu negeri, oleh karena itu institusi akan menentukan kinerja ekonomi”.

Dalam kiatannya dengan pengelolaan hutan Wells (1997) dalam Ismanto (2010) menyatakan bahwa insentif untuk konservasi biodiversitas hanya akan efektif apabila didukung oleh kerangka intitusional yang tepat. Disamping peraturan yang dirancang secara seksama juga diperlukan organisasi yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan, memantau, menegakan (enforcing) dan mengevaluasi kebijakan tersebut pada tingkat lokal, nasional atau internasional.

Kartodihardjo et al. (2004), dan Kartodihardjo (2008) bahwa unsur-unsur institusi terdiri atas atau dicirikan oleh batas yurisdiksi atau batas wilayah


(38)

18

kewenangan (jurisdictional boundary), hak pemilikan (property rights) dan aturan representasi/keterwakilan (rule of representation).

Menurut Schmid (1987) hak pemilikan adalah menggambarkan hubungan individu dengan yang lainnya terhadap sumberdaya alam atau sesuatu. Hak merupakan instrumen untuk mengendalikan hubungan saling ketergantungan manusia dan merupakan pemecahan terhadap siapa memperoleh apa. Menurut Commons (1968) dalam Ostrom (2003) hak pemilikan merupakan sebuah penyelenggaraan kewenangan (otoritas) untuk melakukan aksi tertentu pada sebuah domain yang tertentu. Lebih lanjut Ostrom (2003) menyatakan bahwa hak pemilikan menjelaskan aksi yang dapat dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan individu lain berkenaan dengan sesuatu. Jika seseorang memiliki hak, maka seseorang tersebut mempunyai kewajiban yang sepadan atas haknya tersebut. Menurut Bromley (1991) sebagaimana diacu Hanna dan Munashinghe (1995) hak pemilikan merupakan kumpulan hak yang diberikan di mana telah didefenisikan secara jelas hak dan kewajiban di dalam pemanfaatan sumberdaya alam.

Menurut Arifin (2001) pada hakekatnya terdapat empat hak kepemilikan atas sumberdaya yang sangat berbeda satu dengan lainnya, yakni:

1) Milik Negara (state property). Pada individu mempunyai kewajiban untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau departemen yang mengelola sumberdaya itu. Demikian pula, departemen yang bersangkutan mempunyai hak untuk memutuskan aturan main penggunaannya. Contoh sumberdaya alam milik Negara ini adalah lahan hutan, mineral serta sumberdaya pertambangan, dan sumberdaya alam lainnya yang dikuasai Negara untuk hajat hidup orang banyak.

2) Milik pribadi (private property). Para individu pemilik mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya sesuai aturan dan norma yang berlaku (socially acceptable uses) serta memiliki kewajiban untuk menghindari pemanfaatan sumberdaya yang eksesif dan tak dapat dibenarkan menurut kaidah norma yang berlaku (socially unacceptable uses). Misalnya lahan pertanian yang dimiliki perorangan termasuk di sini.


(39)

19

3) Milik umum (common property). Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan sumberdaya milik umum mempunyai hak untuk tidak mengikutsertakan individu lain yang bukan berasal dari kelompok itu, disamping kewajiban untuk mematuhi statusnya orang luar. sementara itu, setiap anggota kelompok masyarakat yang terikat dalam sistem sosial tertentu untuk mengelola sumberdaya mempunyai hak dan kewajiban untuk memelihara kelestariannya sesuai dengan aturan yang disepakati bersama. Misalnya, tanah marga atau sebidang tanah dipedesaan atau air irigasi (sistem subak di Bali), dimana penduduk yang terikat dalam kelompok sosial yang ada dapat memanfaatkan dan mengelolanya secara bersama berdasarkan norma hidup dan budaya yang berlaku.

4) Tak bertuan (open access). Dalam hal ini tidak ada unsur kepemilikan atas sumberdaya tersebut sehingga orang dari kelompok sosial manapun hanya memiliki privilis (privilege), siapa cepat dia dapat, tetapi bukan hak.

Menurut Schlager dan Ostrom (1992) hak-hak terkait dengan sumberdaya antara lain; 1) Hak akses (access rights) adalah hak untuk memasuki suatu area sumberdaya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non ekstraktifnya. 2) Hak pemanfaatan (withdrawal rights) adalah hak untuk memanfaatkan suatu unit sumberdaya atau produk dari suatu sistem sumberdaya (misalnya menangkap ikan). 3) Hak pengelolaan (management rights) adalah hak untuk mengatur pola pemanfaatan secara internal atau menentukan aturan operasional pemanfaatan sumberdaya. 4) Hak eksklusi (exclusion rights) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak akses tersebut dialihkan ke pihak lain (menentukan keikutsertaan-mengeluarkan pihak lain). 5) Hak pengalihan (alienation rights) adalah hak untuk menjual dan menyewakan sebagian atau seluruh hak-hak kolektif tersebut di atas.

Selanjutnya konsep batas yurisdiksi dapat memberi arti batas otoritas yang dimiliki sesuatu lembaga dalam mengatur sumberdaya (Rachman et al. 2002). Menurut Kartodihardjo (2008) batas yurisdiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi. Implikasi ekonomi dari adanya batas yurisdiksi adalah batas suatu HPH, misalnya, untuk melakukan aktivitas ekonomi seperti batas wilayah kerja, batas skala usaha yang diperbolehkan. Menurut Schmid (1988)


(40)

20

dalam Suhaeri (2005) menjelaskan bahwa batas kewenangan diartikan sebagai batas wilayah kekuasaan yang dimiliki seseorang terhadap sumberdaya alam.

Mengingat sumberdaya hutan Gayo Lues memiliki karakteristik dapat dimanfaatkan secara bersama, maka persoalan batas kewenangan menjadi penting dalam merefleksikan keinginan para penggunaannya. Berdasarkan konsep batas yurisdiksi sebagaimana disampaikan diatas, maka batas yuridiksi berkenaan dengan alokasi sumberdaya hutan Gayo Lues merupakan batas kewenangan yang dimiliki suatu lembaga dalam mengatur sumberdaya hutan Gayo Lues. Di samping itu dalam konteks pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues batas yurisdiksi menunjukkan bahwa bagaimana institusi mengatur siapa yang tercakup dan apa yang diperoleh (siapa memperoleh apa).

Kartodiharjo, (2008) menjelaskan bahwa aturan representasi merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam pengambilan keputusan. Hal ini tercermin dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap kinerja akan ditentukan oleh kaidah-kaidah representasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Menurut Rachman (1999) dalam Rachman et al. (2002) keputusan yang diambil dan akibat kinerja akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan kolektif. Dengan demikian aturan keterwakilan mengatur siapa yang berhak terlibat dalam proses pengambilan keputusan, keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap kinerja yang ingin dicapai. Apabila mengingatkan perubahan alokasi dan distribusi sumberdaya secara keseluruhan dapat dilakukan dengan aturan keterwakilan.

Selanjutnya North, (1990), menjelaskan bahwa peranan utama institusi dalam masyarakat adalah mengurangi ketidakpastian dengan membuat struktur yang stabil pada interaksi manusia. Perubahan institusi adalah proses yang rumit karena perubahan merupakan konsekuensi perubahan dalam aturan, dalam batasan informal, dan dalam macam keefektifan penegakan. Selanjutnya institusi berubah secara perlahan dan tidak terputus-putus. Bagaimana dan mengapa mereka berubah secara perlahan, dan mengapa perubahan. Sementara Kartodihardjo,


(41)

21

(2006) menyatakan bahwa tujuan perubahan institusi adalah untuk mendapatkan kinerja lebih baik yang diharapkan, atau dibalik untuk memperbaiki kinerja yang buruk, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan institusi. Lebih lanjut Kartodihardjo (2006) menjelaskan bahwa perubahan institusi terdiri dari dua hal. Pertama, perubahan secara internal atau proses institusionalisasi, atau biasa disebut pelembagaan. Kedua, perubahan norma atau nilai-nilai atau struktur yang menjadi karakteristik intitusi tersebut.

2.4. Biomasa dan Karbon

Biomassa atau standing crop adalah berat bahan organik per unit area yang ada dalam ekosistem pada paruh waktu tertentu. Sementara Brown (1997) menyatakan bahwa biomassa adalah jumlah total materi organik pohon yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Sedangkan Menurut Whitten et al. (1984), diacu dalam Rizon (2005) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha).

Kusmana (1993) menyatakan bahwa biomassa dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktifitas, umur tegakan dan distribusi organik. Lebih lanjut biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Faktor iklim seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Kusmana 1993).

Biomassa bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Dalam proses pertumbuhannya, tanaman melakukan proses fotosintesis, yang menghasilkan senyawa karbohidrat. Selanjutnya melalui proses metabolisme, senyawa karbohidrat tersebut kemudian diubah menjadi lipid, asam nukleat, protein dan molekul organik lainnya. Molekul organik tersebut selanjutnya diubah menjadi daun, batang, akar, buah, jaringan dan sistem organ lainnya.


(1)

237

Lampiran 27. Matriks SWOT Sistem Pengelolaan Hutan Pinus

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

KEKUATAN (S) S1.

Tersedianya hutan alam pinus

S2. Pinus tanaman endemik, kesesuaian tempat tumbuh tinggi

S3. Teknologi budiadaya tanaman pinus sudah dikuasai

S4. Tersedianya SDM kehutanan yang profesional S5. Pohon pinus dapat menghasilkan kayu dan getah S6. Manajemen HTI umumnya sudah dikuasai S7. Dukungan pemerintah pusat dan daerah tinggi

KELEMAHAN (W)

W1. Dukungan masyarakat sekitar terhadap pengembangan HTI pinus rendah

W2. Pengembangan HTI memerlukan modal besar W3. Menurunkan kualitas lingkungan

W4. Lemahnya kontrol/pengawasan dari pemerintah W5. Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat

sekitar rendah

W6. Kurang memberikan ruang/peran masyarakat dalam pengelolaan

W7. Topografi cukup berat

PELUANG (O)

O1. Tersedianya pasar dan permintaan kayu pinus tinggi

O2. Pengembangan pengelolaan HTI pola partisipatif

O3. Berkembangnya industri hulu (chips) di Gayo Lues

O4. Terbuka lapangan kerja dan lapangan usaha O5. Berpotensi sebagai salah satu sumber PAD

STRATEGI (SO)

1. Pemanfaatan dukungan para pihak dalam pengelolaan hutan pinus (S7, O)

2. Pengembangan agroforestry pinus dengan tanaman unggulan lainnya (S, O1, O2, O3, O4) 3. Pengembangan industri hulu (S1, S4, S5, S6, S7,

O1, O3, O4, O5)

STRATEGI (WO)

1. Pengembangan agroforestry pinus dengan pola kemitraan (W1, W2, W5, W6, O1, O2, O4, O5) 2. Pengembangan industri hulu (W6, O1, O3, O4,

O5)

3. Peningkatan pengontrolan dan pengawasan oleh para pihak (W3, W4, W5, W6, O2, O3, O4)

ANCAMAN (T)

T1. Kepres No 33 Tahun 1998, dan UUPA No 11 Tahun 2006, melarang kegiatan/usaha dalam KEL.

T2. Konflik dengan masyarakat sekitar T3. Kebakaran hutan

T4. Ancaman/protes masyarakat, LSM dan pemerhati lingkungan

T5. Hama dan penyakit .

STRATEGI (ST)

1. Peninjauan kembali terhadap Kepres No 33 tahun 1998, dan Pasal 150 UUPA No 11 Tahun 2006, dengan melibatkan para pihak (S, T1, T3, )

STRATEGI (WT)

1. Penataan peraturan perundang-undangan, dan arahan fungsi hutan, serta menjamin hak kelola rakyat (W3, T1, T2, T3, T4)

2. Penetapan sistem silvikultur dengan tepat (W, T2, T3, T4, T6)

3. Pengelolaan secara partisipatif, pengembangan pola agroforestri (W1, W5, W6, T2, T5)

4. Pengawasan dan pengontrolan oleh para pihak (W3, W7, T2, T4, T5)


(2)

236

Lampiran 28. Perhitungan Nilai SWOT Pengelolaan Hutan pinus

No. Kekuatan Bobot Rating Nilai

1. Tersedianya hutan alam pinus (S1) 0,346 2,864 0,990 2. Pinus tanaman endemik, kesesuaian tempat tumbuh

tinggi (S2) 0,239 3,318 0,792

3. Teknologi budiadaya tanaman pinus sudah dikuasai

(S3) 0,135 2,136 0,288

4. Tersedianya SDM kehutanan yang profesional (S4) 0,116 2,046 0,237 5. Pohon pinus dapat menghasilkan kayu dan getah (S5) 0,090 2,318 0,208 6. Manajemen HTI umumnya sudah dikuasai (S6) 0,041 3,000 0,122 7. Dukungan dari pemerintah pusat dan daerah tinggi (S7) 0,054 2,091 0,112

Jumlah 2,749

No. kelemahan Bobot Rating Nilai

1. Dukungan masyarakat sekitar terhadap pengembangan

HTI pinus rendah (W1) 0,358 2,636 0,944

2. Pengembangan HTI memerlukan modal besar (W2) 0,185 3,182 0,589 3. Pengembangan HTI dapat menurunkan kualitas

lingkungan (W3) 0,208 2,682 0,558

4. Lemahnya kontrol/pengawasan dari pemerintah (W4) 0,102 2,545 0,260 5. Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar

rendah (W5) 0,063 2,773 0,175

6. Kurang memberikan ruang/peran masyarakat dalam

pengelolaan (W6) 0,047 2,500 0,118

7. Topografi cukup berat (W7) 0,037 3,091 0,114

Jumlah 2,756

No. Peluang Bobot Rating Nilai

1. Tersedianya pasar dan permintaan kayu pinus tinggi

(O1) 0,345 2,909 1,004

2. Pengembangan pengelolaan HTI pola partisipatif (O2) 0,133 2,818 0,375 3. Berkembangnya industri hulu (chips) di Gayo Lues (O3) 0,345 2,773 0,957 4. Terbuka lapangan kerja dan lapangan usaha (O4) 0,106 2,818 0,992 5. Berpotensi sebagai salah satu sumber PAD (O5) 0,070 2,273 0,159

Jumlah 2,793

No. Ancaman Bobot Rating Nilai

1. Kepres 33/1998, dan UUPA 11/2006 melarang

usaha/kegiatan dalam KEL (T1) 0,373 3,091 1,154 2. Konflik dengan masyarakat sekitar (T2) 0,217 3,000 0,652

3. Kebakaran hutan (T3) 0,216 2,636 0,570

4. Ancaman/protes masyarakat, LSM dan pemerhati

lingkungan (T4) 0,087 3,045 0,266

5. Hama dan penyakit T5) 0,105 2,455 0,259


(3)

241

Lampiran 29. Matrik SWOT Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Gayo Lues

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

KEKUATAN (S)

S1. Memiliki keindahan alam, keanekaragaman hayati tinggi, dan ekosistem alami, dan pintu gerbang menuju puncak leuser

S2. Kawasan TNGL di Gayo Lues seluas Ha dari luas wilayah Kabupaten Gayo Lues

S3. Ekowisata TNGL telah dikenal Internasional S4. Tersediana guide dan interpreter

S5. Kondisi keamanan sudah mendukung .

KELEMAHAN (W)

W1. Aksessibilitas kurang mendukung, jalan darat belum optimal, dan belum adanya

transportasi udara

W2. Sarana dan prasarana banyak yang rusak selama konflik antara GAM dengan pemerintah RI

W3. Lokasi berjauhan dengan ibu kota provinsi W4. Promosi dan publikasi belum ada

W5. Kerjasama dalam pengembangan ekowisata belum ada

PELUANG (O)

O1. Pasca konflik dan tsunami, minat masyarakat meningkat un tuk wisata back to nature dan wisatawan asing meningkat datang ke NAD/TNGL khususnya wilayah Gayo Lues O2. Potensi lapangan kerja dan lapangan usaha

bagi masyarakat

O3. Potensi sebagai salah sumber PAD O4. Berkembangnya TNGL sebagai salah satu

pusat wisata NAD dan Indonesia O5. Dukungan pemerintah dan stakeholders

lainnya tinggi

STRATEGI (SO)

1. Mengembangkan pusat ekowisata Aceh (S, O1, O4, O5)

2. Pengembangan kegiatan promosi, dan publiksi ekowisata ditingkat Nasional dan Internasional (S, O1, O3, O4)

3. Membangun kerjasama dengan lembaga lain ditingkat nasional dan internasional (S, O1, O4, O5)

STRATEGI (WO)

1. Pembangunan sarana dan prasarana ekowisna (W1, W2, W3, O1, O4, O5)

2. Penyusunan rencana strategis (W4, W5, O)

ANCAMAN (T)

T1. Terjadi degradasi kearifan lokal dan tata nilai budaya setempat

T2. Terjadi degradasi ekosisten dan keanekaragaman hayati

T3. Terjadi konflik/penentangan oleh masyarakat setempat

T4. Perubahan kondisi keamanan, dan terjadi konflik lagi

T5. Isu illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi menimbulkan aksi anti Indonesia/NAD di dunia internasional

STRATEGI (ST)

1. Melakukan penyuluhan, tentang adat istiadat dan budaya setempat, pendidikan konservasi, dan penegakan hukum (S, T1, T2, T3, T5)

STRATEGI (WT)

1.Penyusunan perencanaan pengelolaan program ekowisata secara profesional.


(4)

239

Lampiran 28. Matriks SWOT sistem pengelolaan hutan kemiri di Gayo Lues

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

KEKUATAN (S)

S1. Budidaya kemiri sederhana dan sudah dikuasai masyarakat secara turun-temurun

S2. Kesesuaian tempat tumbuh dan mempunyai fungsi ekologis dan mampu berasosiasi dengan tanaman lain

S3. Lahan kemiri sebagai simbol status sosial S4. Produk berupa buah tahan lama disimpan S5. Sumber penghasilan sehari-hari dan tabungan

rumah tangga

KELEMAHAN (W)

W1. Sistem pemasaran balum baik, petani masih tergantung pada pedagang besar dan kelompok tani belum berperan dengan baik

W2. Lemahnya status penguasaan lahan dan minat Masyarakat/petani mulai menurun

W3. Dukngan dan penyluhan dari pemerintah masih lemah

W4. Produksi kemiri terus menurun W5. Harga produk relatif rendah PELUANG (O)

O1. Potensi sebagai produk unggulan daerah O2. Diversifikasi usaha melalui pola agroforestry O3. Potensi Pasar masih terbuka

O4. Dukungan Pemerintah, NGO dan lembaga donor dalam pengembangan hutan rakyat semakin terbuka

O5. Potensi lahan cukup luas untuk pengembangan kemiri

STRATEGI (SO)

1. Memanfaatkan dukungan pemerintah, LSM, PT, dan Donor untuk memperkuat posisi hutan kemiri (S, O4)

2. Pengembangan agroforestri kemiri dengan tanaman unggulan lainnya (S1, S2, O1, O2, O3, O5)

3. Pengembangan industri kemiri (S, O)

4. Pengembangan jaringan pemasaran (S4, S5, O1, O3, O4)

STRATEGI (WO) 1. Memperkuat organisasi kelompok tani,

pengembangan asosiasi, dan membangun mitra usaka dengan pihak lain (W1, W5, O1, O3) 2. Mengkui hak kelola rakyat, dan memperkuat

status penguasaan lahan, melalui dukungan para pihak (W2, W3, O1, O4)

3. Peningkatan nilai lahan, dengan diversivikasi usaha (agroforestry) (W4, O1, O2, O5) ANCAMAN (T)

T1. Ketergantungan pasar dan margin pemasaran didominasi pedagang besar, termasuk

tengkulak

T2. Konfersi lahan menjadi pertanian monokultur T3. Harga produk yang tidak bersaing dengan

komoditi lain

T4. Terjadinya konflik lahan,akibat ketidak pastian status lahan

T5. Serangan hama dan penyakit

STRATEGI (ST)

1. Pengembangan kelompok tani, pengembangan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani dalam pemasaran, termasuk memperpendek rantai pemesaran (S3, S5, T1, T2, T5)

1. Menata kembali sumberdaya hutan, dan mengakui hak kelola rakyat, serta menjamin penguasaan lahan (S1, S3, S5, T1, T2, T5).

3. Pengembangan pola agroforestri, untuk

peningkatan produktivitas lahan dan diversifikasi usaha (S1, S2, S5, T1, T2, T3, T4)

STRATEGI (WT)

1. Memaksimalkan komponen sisten yang sudah berjalan


(5)

238

Lampiran 30. Perhitungan Nilai SWOT Pengelolaan Kemiri Rakyat

No. Kekuatan Bobot Rating Nilai

1. Potensi lahan cukup luas untuk pengembangan kemiri

(S1) 0,370 2,864 1,061

2. Kesesuaian tempat tumbuh, mempunyai fungsi ekologis

dan mampu berasosiasi dengan tanaman lain (S2) 0,273 2,818 0,770 3. Budidaya kemiri sederhana dan sudah dikuasai

masyarakat secara turun-temurun (S3) 0,182 2,500 0,456 4. Produk berupa buah tahan lama disimpan (S4) 0,129 2,636 0,341 5. Sumberpenghasilan sehari-hari dan tabungan rumah

tangga (S5) 0,076 2,364 0,181

Jumlah 2,809

No. Kelemahan Bobot Rating Nilai

1. Sistem pemasaran balum baik, petani masih tergantung

pada pedagang besar dan belum ada kelompok tani (W1) 0,416 2,818 1,172 2. Lemahnya status penguasaan lahan dan minat

Masyarakat/petani mulai menurun (W2) 0,271 2,490 0,675 3. Dukngan dan penyluhan dari pemerintah masih lemah

(W3) 0,158 2,227 0,352

4. Produksi kemiri terus menurun (W4) 0,096 2,364 0,227 5. Harga produk relatif rendah (W5) 0,059 2,273 0,134

Jumlah 2,560

No. Peluang Bobot Rating Nilai

1. Potensi sebagai produk unggulan daerah (O1) 0,419 2,182 0,914 2. Diversifikasi usaha melalui pola agroforestry (O2) 0,262 2,135 0,560 3. Potensi Pasar masih terbuka (O3) 0,160 2,773 0,444 4. Dukungan Pemerintah, NGO dan lembaga donor dalam

pengembangan hutan rakyat semakin terbuka (O4) 0,097 1,864 0,181 5. Infra Struktur Jalan desa dan Informasi semakin

membaik (O5) 0,062 2,591 0,161

Jumlah 2,259

No. Ancaman Bobot Rating Nilai

1. Ketergantungan pasar dan margin pemasaran

didominasi pedagang besar, termasuk tengkulak (T1) 0,420 2,818 1,184 2. Konfersi lahan menjadi pertanian monokultur (T2) 0,221 2,955 0,653 3. Harga produk yang tidak bersaing dengan komoditi lain

(T3) 0,204 2,273 0,464

4. Konflik lahan akibat ketidak pastian status lahan (T4) 0,084 2,227 0,187 5. Serangan hama dan penyakit (T5) 0,070 2,682 0,188


(6)

240

Lampiran 32. Perhitungan Nilai SWOT Pengembangan Ekowisata

No. Kekuatan Bobot Rating Nilai

1. Memiliki keindahan alam, keanekaragaman hayati tinggi, dan ekosistem alami, dan pintu gerbang menuju puncak leuser (S1)

0,270 2,909 0,785 2. 85 % luas wilayah Kabupaten Gayo Lues merupakan

kawasan hutan (S2) 0,098 2,591 0,254

3. Ekowisata TNGL telah dikenal Internasional (S3) 0,067 2,455 0,164 4. Tersediana guide dan interpreter (S4) 0,141 2,682 0,378 5. Kondisi keamanan sudah mendukung (S5) 0,434 3,00 1,302

Jumlah 2,884

No. Kelemahan Bobot Rating Nilai

1. Belum adanya transportasi udara (W1) 0,410 3,636 1,490 2. Belum tersedia sarana dan prasarana RI (W2) 0,241 3,409 0,821 3. Lokasi berjauhan dengan ibu kota provinsi (W3) 0,197 3,273 0,644 4. Promosi dan publikasi belum optimal (W4) 0,067 3,000 0,200 5. Kerjasama dalam pengembangan ekowisata belum

berkembang (W5) 0,086 2,273 0,195

Jumlah 3,350

No. Peluang Bobot Rating Nilai

1. Pasca konflik dan tsunami, minat masyarakat

meningkat un tuk wisata back to nature dan wisatawan asing meningkat datang ke NAD/TNGL khususnya wilayah Gayo Lues (O1)

0,388 2,591 1,066

2. Potensi lapangan kerja dan lapangan usaha bagi

masyarakat (O2) 0,291 2,545 0,741

3. Sebagai salah sumber PAD (O3) 0,200 2,682 0,537 4. Berkembangnya TNGL sebagai salah satu pusat wisata

NAD dan Indonesia (O4) 0,106 2,864 0,304

5. Dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya tinggi

(O5) 0,103 2,546 0,263

Jumlah 2,851

No. Ancaman Bobot Rating Nilai

1. Terjadi degradasi kearifan lokal dan tata nilai budaya

setempat (T1) 0,453 2,864 1,297

2. Terjadi degradasi ekosisten dan keanekaragaman hayati

(T2) 0,135 2,682 0,362

3. Terjadi konflik/penentangan oleh masyarakat setempat

(T3) 0,106 2,500 0,265

4. Perubahan kondisi keamanan, dan konflik lagi (T4) 0,048 2,182 0,105 5. Isu illegal logging dan perambahan hutan yang masih

tinggi menimbulkan aksi anti Indonesia/NAD di dunia internasional (T5)

0,029 2,773 0,080