17 mencapai 110,6 juta hektare, maka total penanaman dalam rangka Gerakan
Nasioal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Gerhan yang mencapai 2,028 juta hektar baru ibarat setitik air di padang tandus. Makin luasnya lahan kritis ini tidak saja
merugikan industri pengolahan kayu yang terancam kesulitan memperoleh pasokan bahan baku kayu dari hutan alam dan hutan tanaman industri secara
berkesinambungan dan lestari. Degradasi lahan dan hutan juga mengancam kelestarian sumber air, selain menyebabkan perubahan iklim yang mengakibatkan
pemanasan global.
2.5. Dampak Degradasi Hutan
Menurut hasil penelitian Ihsanurizal 2005 bahwa dampak langsung dari adanya degradasi hutan di Kalimantan Timur adalah hilangnya potensi kayu,
pengambilan manfaat dari kayu hasil hutan non kayu senilai Rp 24,45 miliar. Akibat dampak ini pula perekonomian di Kalimantan Timur turun sebesar 0,17.
Sedangkan dampak tidak langsung dari degradasi hutan adalah turunnya supply kayu bagi industry kayu, dengan demikian para pekerja yang berhubungan dengan
industry sektor kehutanan akan kehilangan sebagian mata pencaharian. Menurut Hutajulu 2010 akibat adanya degradasi hutan yang disebabkan
oleh pembalakan liar di Kabupaten Jayapura, negara kehilangan pendapatan sebesar Rp 1.942.866.894.272,- yang terdiri dari Rp 1.941.855.537.720, potensi
kehilangan kayu Rp 465.211.270,- iuran Provisi Sumberdaya Hutan PSDH dan Rp 546.145.282,- iuran Dana Reboisasi DR. Sedangkan dampak banjirlongsor
gunung Cycloops menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas pertanian, peternakan dan perikanan dengan nilai kerugian sebesar Rp 1.178.264.000.
Dampak lain terhadap kesehatan masyarakat yakni meningkatnya volume penyakit gatal-gatal, kudis, malaria, flu dan lain sebagainya dengan nilai kerugian
sebesar Rp 152.325.000. Biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat akibat tidak bekerja, sehingga kehilangan pendapatan dalam waktu tertentu yakni
sebesar Rp 15.102.600. Degradasi hutan dan ekosistemnya yang terjadi akibat pembalakan liar
ternyata juga diiringi dengan menurunnya kemampuan penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar hutan dalam daya beli dan akses terhadap SDAH. Keadaan
ini dipersulit dengan minimnya kemampuan pemerintah dalam membangun
18
- 20
40 60
80 100
D K
I B
a li
R ia
u K
a ls
e l
N A
D K
a lt
e n
g S
u m
u t
S u
lu t
S u
ls e
l B
e n
g k
u lu
K a
lt im
K a
lb a
r S
u lt
e n
g S
u lt
ra M
a lu
k u
P a
p u
a
P E
R S
E N
Kaw asan HutanDaratan Penduduk MiskinPenduduk
fasilitas kesehatan dan pendidikan. Menurut Munawar 2010, Degradasi lahan sangat berkaitan erat dengan lahan, penduduk, kemiskinan dan demikian pula
sebaliknya. Ketersediaan lahan yang terbatas yang diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk yang besar mengakibatkan terjadinya kekurangan lahan. Hal ini
diperburuk dengan praktek pengelolaan lahan yang tidak lestari sehingga menyebabkan degradasi lahan yang dapat meningkatkan angka kemiskinan.
Demikian pula sebaliknya, kemiskinan juga dapat mendorong terjadinya degradasi lahan. Dengan demikian kemiskinan merupakan penyebab dan akibat dari
degradasi lahan. Sekalipun hubungan degradasi hutan dan kemiskinan belum tentu berbanding lurus dan kemiskinan bukan tanggung jawab utama sektor
kehutanan, kehadiran pengelola hutan komersial secara tidak langsung telah membatasi akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan yang pada mulanya
merupakan tempat mereka menggantungkan hidup Sumarjani, 2006. Data dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa semakin luas kawasan hutan yang
dimiliki oleh suatu wilayah maka angka kemiskinan pun semakin besar seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini
Gambar 2. Hubungan antara persentase luas Kawasan Hutan Negara dengan
Penduduk Miskin di Beberapa Propinsi Kartodihardjo dan Jhamtani, 2006
2.6. Pemanfaatan Hutan Lindung