Klasifikasi dan Partisipasi Kabupaten Bone Bolango

94 diperlukan sama sekali. Urusan pusat yang memerlukan pelaksanaan di daerah dapat diserahkan kepada satuan pemerintahan otonomi melalui tugas pembantuan

c. Klasifikasi dan Partisipasi

Stakeholder Hasil identifikasi stakeholder seperti yang diuraikan dalam Tabel 33 terdapat 18 stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan HLGD di Kabupaten Gorontalo dan 14 stakeholder di Kabupaten Bone Bolango yaitu 1. BKSDA, 2 BPKH Wilayah XV Gorontalo, 3. BP-DAS Bone Bolango, 4. Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi, 5.BAPPEDA, 6. Dinas Pekerjaan Umum, 7. Badan Lingkungan Hidup, 8. DPRD, 9. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, 10 Badan Penyuluh Pertanian, 11 Polisi Kehutanan, 12 Kepala Desa formal leader, 13 tokoh masyarakat informal leader 14 Lembaga Donor EGSLP, 15. Perguruan Tinggi, 16. LSM Komunitas untuk Bumi KUBU, 17. PDAM dan 18. masyarakat lokal. Secara umum stakeholder pengelolaan HLGD terdiri dari organisasi pemerintah dan non pemerintah organizations, masyarakat lokal communities. Hal ini hampir sesuai dengan yang dikemukakan oleh IIED 2005 bahwa stakeholders dapat meliputi organisasi atau kelompok-kelompok sosial dan komunitas masyarakat lokal. Berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya, Reed et al 2009 mengelompokkan stakeholder menjadi 4 bagian yaitu stakeholder subyek, stakeholder key player, stakeholder context setter dan stakeholders crowd. Menurut Hermawan et al 2005, tingkat pengaruh mengindikasikan kemampuan stakeholder untuk mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan. Sedangkan tingkat kepentingan keterlibatan berkaitan dengan dampak yang akan diterima oleh stakeholder. Dalam penelitian ini, kepentingan dan pengaruh stakeholder diidentifikasi berdasarkan kewenangannya yang tertuang dalam tugas pokok dalam mengambil keputusan terkait dengan proses pengelolaan hutan lindung dan realita yang terjadi di lapangan. Adapun informasi tentang tingkat kepentingan keterlibatan dan tingkat pengaruh stakeholder di Kabupaten Gorontalo disajikan pada Tabel 39. 95 Tabel 39. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam pengelolaan HLGD di Kabupaten Gorontalo Stakeholder Kepentingan Keterlibatan Pengaruh BKSDA Sulawesi Utara Tinggi. Penyelenggaraan konservasi di dalam dan di luar kawasan konservasi Tinggi. Pengambil kebijakan konservasi sumberdaya alam hayati dan koordinasi teknis HL BPKH Wilayah XV Gorontalo Tinggi. Koordinasi pemantapan kawasan dan penataan kawasan hutan Tinggi. Pengambil Kebijakan dalam penataan kawasan hutan BP-DAS Bone Bolango Tinggi. Otoritas pengelola wilayah hulu DAS di HLGD Tinggi. Pengambil kebijakan pengelolaan DAS Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Tinggi. Koordinator pengelola SDH di daerah Tinggi. Wilayah teritorial, implementasi dan control Kepala Desa. Tinggi. Sebagai Pembina dan masyarakat sekitar hutan Tinggi. Koordinasi pemerintahan dan kontrol wilayah teritori Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Kontrol implementasi perencanaan Dinas Pekerjaan Umum Tinggi. Pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, bangunan pemerintah di HLGD Tinggi. Koordinasi penataan ruang Badan Lingkungan Hidup BLH Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Koordinasi terhadap pengawasan lingkungan DPRD Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Dukungan proses pengambilan keputusan tingkat lokal Badan Penyuluh Pertanian Rendah. Tidak menerima dampak Rendah. Tidak mempunyai kebijakan tentang kehutanan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Tinggi. Memiliki demplot pengembangan beberapa varietas jagung dan komoditi pertanian lainnya Tinggi. Mempunyai kebijakan tentang Agropolitan PDAM Tinggi. Pemanfaat sumberdaya air Rendah. Tidak memiliki akses terhadap pengambilan keputusan Polisi Kehutanan Tinggi. Dukungan terhadap pengamanan kawasan Tinggi. Kontrol terhadap SDH Masyarakat lokal Tinggi. Menerima manfaat dari sumberdaya hutan Rendah. Tidak mempunyai akses terhadap kebijakan Tokoh masyarakat Tinggi. Menerima manfaat dari keberadaan sumberdaya hutan Rendah. Tidak mempunyai akses terhadap kebijakan 96 Lanjutan Tabel 39 Stakeholder Kepentingan Keterlibatan Pengaruh Lembaga Donor EGSLP. Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Memiliki akses terhadap pengambilan kebijakan Universitas Gorontalo Tinggi. Melaksanakan salah satu tridharma perguruan tinggi yaitu penelitian dan pengabdian masyarakat di HLGD Tinggi. Memiliki akses memberikan masukan kepada pemerintah LSM KUBU Rendah. Tidak menerima dampak Rendah. Tidak bisa mempengaruhi keputusan Klasifikasi stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan keterlibatan dan pengaruhnya dalam pengelolaan HLGD juga dilakukan di wilayah Kabupaten Bone Bolango. Stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya akan dianalisis pada 4 kelompok stakeholder. Adapun klasifikasi stakeholders untuk wilayah Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat pada Tabel 40 Tabel 40. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam pengelolaan HLGD di Kabupaten Bone Bolango Stakeholder Kepentingan Keterlibatan Pengaruh BKSDA Sulawesi Utara Tinggi. Penyelenggaraan konservasi di dalam dan di luar kawasan konservasi Tinggi. Pengambil kebijakan konservasi sumberdaya alam hayati dan koordinasi teknis HL BPKH Wilayah XV Gorontalo Tinggi. Pelaksana pemantapan kawasan dan penataan kawasan hutan Tinggi. Pengambil Kebijakan dalam penataan kawasan hutan BP-DAS Bone Bolango Tinggi. Pengelola wilayah hulu DAS di HLGD Tinggi. Pengambil kebijakan pengelolaan DAS Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Tinggi. Melaksanakan tugas desentralisasi kehutanan Tinggi. Pengambil kebijakan kehutanan didaerah Kepala Desa. Tinggi. Sebagai Pembina dan masyarakat sekitar hutan Tinggi. Koordinasi pemerintahan dan kontrol wilayah teritori Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Kebijakan perencana dan pembangunan daerah Dinas Pekerjaan Umum Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Koorditor penataan ruang Badan Lingkungan Hidup BLH Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. Koordinasi bidang pengendalian, pengawasan pencemaran dan kerusakanlingkungan 97 Lanjutan Tabel 40 Stakeholder Kepentingan Keterlibatan Pengaruh DPRD Rendah. Tidak menerima dampak Tinggi. proses pengambilan keputusan tingkat lokal PDAM Tinggi. Pemanfaat sumberdaya air Rendah. Tidak memiliki akses terhadap pengambilan keputusan Masyarakat lokal Tinggi. Menerima manfaat dari sumberdaya hutan Rendah. Tidak mempunyai akses terhadap kebijakan Tokoh masyarakat Tinggi. Tempat melaksanakan aktivitas sosial budaya Rendah. Tidak mempunyai akses terhadap kebijakan Lembaga Donor EGSLP. Rendah. Tidak menerima dampak Rendah. Tidak Memiliki akses terhadap pengambilan kebijakan Selanjutnya stakeholder yang telah diklasifikasi berdasarkan pengaruh dan kepentingannya dimasukkan dalam matriks kuadran untuk menentukan subyek subject, pemain kunci key player, penghubung context setter dan penonton crowd. Hal ini dilakukan untuk menentukan stakeholders yang bisa melakukan kerjasama dan stakeholders yang memiliki resiko bagi ketidakberhasilan kegiatan. Matriks kuadran posisi stakeholder dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15 Gambar 14. Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders berdasarkan tugas pokok organisasi pengelolaan HLGD di Kabupaten Gorontalo K e p e n t i n g a n Pengaruh SUBYEK KEY PLAYER CROWD CONTEXT SETTER BKSDA BPKH BP-DAS Dishuttamben Kepala Desa PU Universitas Gorontalo Dinas Pertanian PDAM POLHUT Masyarakat lokal Tokoh Masyarakat LSM Kubu EGSLP DPRD BLH BAPPEDA Badan Penyuluh 98 Gambar 15. Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders tugas pokok organisasi pengelolaan HLGD di Kabupaten Bone Bolango Berdasarkan matriks tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang menempati posisi kuadran A subyek di kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango terdapat stakeholders, dengan tingkat kepentingan tinggi dan tingkat pengaruh yang rendah yaitu, tokoh masyarakat, masyarakat lokal, dan PDAM. Apabila kegiatan ini ingin melindungi kepentingan mereka, maka diperlukan inisiatif-inisitaif khusus terutama karena mereka adalah merupakan para pihak yang paling besar menerima dampak dari kegiatan ini. Peningkatan kemampuan dan peningkatan kesadaran terhadap hutan lindung sebagai salah satu sistem penyangga kehidupan merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk melibatkan stakeholder ini dalam kegiatan pengelolaan hutan lindung Gunung Damar Posisi kuadran B key players di Kabupaten Gorontalo terdiri dari BKSDA, BPKH Wilayah XV Gorontalo, BP-DAS Bone Bolango, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi, kepala desa dan Polisi Kehutanan, Dinas PU, Dinas Pertanian serta Universitas Gorontalo, sedangkan untuk Kabupaten Bone Bolango terdiri dari BKSDA, BPKH Wilayah XV Gorontalo, BP-DAS K e p e n t i n g a n Pengaruh SUBYEK KEY PLAYER CROWD CONTEXT SETTER BP-DAS BPKH BKSDA Dishuttamben Kepala Desa PDAM Masyarakat lokal Tokoh Masyarakat BLH BAPPEDA DPRD EGSLP PU 99 Bone Bolango, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi, kepala desa. Stakeholder ini merupakan kelompok yang paling kritis karena memiliki kepentingan dan pengaruh yang sama tinggi. Kuadran B ditempati oleh lebih banyak stakeholders dibandingkan dengan Kuadran A, C, dan D. Banyaknya pihak yang berperan sebagai pemain adalah potensi besar dalam rangka pengelolaan hutan lindung Gunung Damar. Perlu dilakukan kerjasama yang baik agar kegiatan pengelolaan hutan lindung Gunung Damar dapat mencapai kinerja yang diharapkan Posisi kuadran C context setter di Kabupaten Gorontalo terdapat stakeholders, dengan tingkat kepentingan rendah dan tingkat pengaruh yang tinggi yaitu BAPPEDA, DPRD, Badan Lingkungan Hidup, EGSLP sedangkan untuk wilayah Kabupaten Bone Bolango terdiri dari BAPPEDA, BLH, PU, DPRD. Stakeholder pengamat dapat diinterpretasikan bahwa kepentingan dari stakeholder ini bukan merupakan target dari kegiatan. Oleh karena itu dalam konteks pencapaian kegiatan kelompok stakeholders ini dapat dipandang sebagai sumber dari resiko bagi ketidakberhasilan kegiatan. Meskipun demikian stakeholder ini memiliki manfaat dalam rangka merumuskan atau menjembatani keputusan dan opini dalam pengelolaan hutan lindung Gunung Damar. Kuadran D crowd di Kabupaten Gorontalo terdapat stakeholders, dengan tingkat kepentingan rendah dan tingkat pengaruh yang rendah yaitu Badan Penyuluhan Pertanian, LSM Kubu dan EGSLP. Sedangkan di Kabupaten Bone Bolango adalah EGSLP. Stakeholder ini tidak memerlukan pelibatan intensif dalam pencapaian tujuan kegiatan tetapi apabila memungkinkan, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala untuk mengetahui perkembangan kepentingannya. Dalam pelaksanaan pengelolaan HLGD terlihat peran beberapa stakeholders belum optimal dalam pengelolaan HLGD. Bryson 2003 mengatakan belum optimalnya management sumberdaya di akibatkan oleh tidak optimalnya peran stakeholders yang dalam menentukan kebijakan. Mengacu pada Kuadran Stakeholder versi Reed et al 2009 stakeholder yang berpengaruh dalam menentukan kebijakan dalam pengelolaan HLGD terdapat pada key stakeholder dan context setter yang terdiri dari BKSDA, BPKH Wilayah XV Gorontalo, BP- 100 DAS Bone Bolango, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi, kepala desa dan Polisi Kehutanan, Dinas PU, Dinas Pertanian serta Universitas Gorontalo, Badan Lingkungan Hidup, DPRD, BAPPEDA. Hampir tidak terdapat perbedaan stakeholder yang berpengaruh dalam menentukan kebijakan di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Untuk mengoptimalkan peran stakeholder yang berpengaruh pada kebijakan pengelolaan HLGD maka perlu dilakukan strategi pelibatan partisipasi stakeholder key player dan context setter untuk dapat menghalangi atau memblokir kegiatan yang berdampak negatif pada kegiatan pengelolaan hutan lindung Gunung Damar. Partisipasi merupakan proses keterlibatan stakeholders dalam mempengaruhi dan ikut mengendalikan jalannya rangkaian penyusunan kebijakan yang berdampak kepadanya. Karena itu tiap stakeholder akan memiliki tingkat keterlibatan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot yang dimilikinya. Bobot yang dimaksud adalah tingkat kedekatan kepentingan stakeholder bersangkutan dengan pengambil keputusan dan kekuatan pengaruhnya terhadap proses penyusunan kebijakan. Adapun partisipasi stakeholder yang seharusnya terlibat dalam pengelolaan HLGD dapat dilakukan dapat dilihat pada Tabel 41 Tabel 41. Matriks Mekanisme Partispasi Stakeholder dalam Pengelolaan HLGD diadaptasi dan di modifikasi dari Bryson 2003 Aspek Jenis Partisipasi Memberikan informasi Koordinasi Kolaborasi Pemberdayaan Penetapan dan Pemantapan Kawasan BPKH, BP-DAS, BKSDA, Universitas Gorontalo, Dinas Kehutanan Pertambangan Energi BPKH, BP-DAS, BKSDA, Universitas Gorontalo, Dinas Kehutanan Pertambangan Energi, BAPPEDA, Dinas Pertanian, Kepala Desa, Dinas PU, BLH, DPRD BPKH, BP- DAS, BKSDA, Universitas Gorontalo, Dinas Kehutanan Pertambangan Energi 101 Lanjutan Tabel 41 Aspek Jenis Partisipasi Memberikan informasi Koordinasi Kolaborasi Pemberdayaan Pengelolaan Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Universitas Gorontalo, PDAM Masyarakat Lokal Pembinaan dan Pengawasan Kepala Desa Kepala Desa dan Polisi Kehutanan Polisi Kehutanan, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi, Kepala Desa LSM Berdasarkan tabel diatas jenis partisipasi yang bisa dilakukan oleh stakeholder kunci dalam aspek pemantapan dan penetapan, pengelolaan pembinaan serta pengawasan kawasan HLGD adalah memberikan informasi, koordinasi, kolaborasi dan pemberdayaan. Memberikan informasi artinya stakeholder kunci harus saling memberikan informasi yang jelas tentang keberadaan HLGD. Selama ini organisasi di lingkungan pemerintah lebih mengetahui informasi internal dibandingkan dengan informasi eksternal. Stakeholder yang berasal pemerintahan cenderung bekerja secara sektoral dan sangat jarang mensosialisasikan hasil-hasil kegiatannya kepada pihak lain. Sebagai contoh hasil wawancara dengan pihak Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi yang selama ini tidak mengetahui secara pasti panjang kawasan HLGD yang telah ditata-batas. Seperti diketahui kegiatan penataan batas merupakan tanggung jawab BPKH Gorontalo. Demikian halnya informasi hasil-hasil penelitian berupa kondisi biofisik kawasan dan situasi sosial ekonomi yang dilakukan oleh Universitas Gorontalo tidak pernah disosialisasikan kepada pihak lain. Sehingga informasi yang dipegang oleh organisasi pemerintah kurang lengkap dan sifatnya parsial. Situasi ini menimbulkan perilaku oportunistik pihak- pihak yang memanfaatakan HLGD untuk mengeksploitasi sumberdaya sehingga menimbulkan eksternalitas negative. Untuk itu pihak Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango selaku pengelola di daerah harus pro aktif mengumpulkan semua informasi yang 102 berkaitan dengan kondisi tata-batas, situasi sosial ekonomi dan biofisik kawasan HLGD dari organisasi lainnya Jenis partisipasi selanjutnya yang harus dilakukan oleh stakeholder key player adalah melakukan koordinasi. Koordinasi yang dimaksud disini adalah pertukaran informasi kegiatan dua arah antar organisasi sebagai proses perintegrasian kegiatan-kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan yang lebih efisien dan efektif. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terjadi kendala dalam melaksanakan koordinasi antara SKPD pemerintah daerah dan kantor UPT Kementrian Kehutanan di daerah dalam pengelolaan HLGD karena masih terdapatnya ego sektoral, sebagai contoh dalam pelaksanaan RHL terjadi tumpang tindih program antara Dinas Kehutanan dan Pertambangan Energi Kabupaten Gorontalo dan Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Bone Bolango dengan BP-DAS Bone Bolango. Tumpang tindih program mengindikasikan buruknya koordinasi pengelolaan hutan di daerah. Hasil kajian Sutrisno 2011 menemukan bahwa kebijakan koordinasi dalam pengelolaan hutan cenderung menggunakan pendekatan vertical yang dicirikan oleh level tertinggi organisasi pemerintah. Hal ini menjadi sumber penyebab kegagalan koordinasi antar pemerintah karena mekanisme koordinasi vertikal cenderung hanya mengatur bagaimana pengorganisasian pengambilan keputusan terpusat dalam sebuah organisasi. Untuk mengoptimalkan pengelolaan HLGD maka koordinasi yang dapat dilakukan adalah koordinasi horizontal yaitu mengkoordinasikan tindakan- tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan dalam tingkat organisasi aparat yang setingkat.. Dipilihnya koordinasi horizontal karena memudahkan komunikasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan lebih efisien. Munandar 2001 menawarkan pola koordinasi yang dapat dilakukan adalah membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain sekaligus mempersepsikan diri sendiri sebagai bagian dari kelompok yang datang bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Langkah selanjutnya adalah melakukan kolaborasi yaitu pembagian peran dan kerjasama di dalam pengelolaan HLGD. Kolaborasi dalam pengelolaan HLGD sangat penting karena terbatasnya sumber daya yang terdapat dimasing-masing organisasi. Kolaborasi yang terjadi diharapkan akan menjadi sebuah kegiatan 103 berbagi pengetahuan, belajar, dan membangun suatu kesepakatan dan pada akhirnya meningkatkan kesuksesan dalam menyelesaikan suatu masalah. Partisipasi pemerintah dalam kolaborasi adalah berperan dalam mensinergikan kegiatan-kegiatan pembangunan wilayah dengan pengelolaan HLGD. Sedangkan pihak Universitas Gorontalo berperan dalam pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mampu mengatasi persoalan dalam dirinya. Keberadaan Universitas Gorontalo dinilai mampu melakukan transfer pengetahuan dan teknologi pada masyarakat sehingga terjadi perubahan sosial yang dapat menjamin kelestarian HLGD. Kolaborasi pihak swasta dalam hal ini PDAM sangat diperlukan, pihak swasta dapat berperan dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang memiliki prinsip usaha untuk pemupukan modal. Keterlibatan pihak PDAM akan mendukung kemajuan masyarakat dalam mengembangkan potensi alam dan potensi sumberdaya manusia untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Untuk mengefektifkan partisipasi stakeholder, tindak lanjut harus diprioritaskan pada upaya pelembagaannya secara mapan. Pemerintah perlu mengembangkan kelembagaan melalui tiga aspek: a Penyusunan kerangka dan produk hukum yang mengatur masalah hak, kewajiban, prosedur dan mekanisme partisipasi stakeholder. Kerangka hukum ini diperlukan untuk memberikan keabsahan dan legitimasi politis bagi stakeholder di satu pihak, serta batasan akan hak, kewajiban, dan kewenangan mereka di lain pihak. Untuk menjamin efektifitasnya ketentuan-ketentuan hukum ini perlu disusun sampai pada tingkat peraturan pelaksanaannya. b Penyusunan tata cara, prosedur, serta mekanisme berpartisipasi sebagai petunjuk teknis dan panduan baik bagi stakeholder maupun pemrakarsa kebijakan dalam menjalankan proses partisipasi. Tercakup dalam panduan teknis ini adalah, kriteria untuk pemberian suatu status bagi tiap stakeholder yang relevan untuk suatu substansi kebijakan tertentu yang sedang dalam proses penyusunan kebijakan. Melekat dalam status tersebut hak dan kewenangan stakeholder sesuai dengan batasan yang diberikan oleh peraturan perundangan yang telah ditetapkan. 104 Pengembangan kapasitas stakeholder melalui berbagai upaya penguatan kelembagaan dan peningkatan kompetensi teknis mereka sesuai dengan kepentingan masing-masing.

d. Perilaku dan Kinerja