BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Habitat Satwa Liar
Habitat adalah kawasan baik biotik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembang biak satwa
liar. Komponen abiotik dan biotik habitat, membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar. Komponen abiotik terdiri dari air, udara,
iklim, topografi, tanah dan ruang. Sedangkan komponen biotik adalah vegetasi, mikro dan makro. Habitat memiliki peranan bagi satwa liar sebagai tempat untuk
mencari makan, minum dan tempat berlindung Alikodra 2002. Habitat satwa liar penting dilakukan adanya pemetaan. Hal ini disebabkan karena data analisis
spasial tidak hanya menampilkan informasi mengenai kondisi habitat pada waktu tertentu namun juga dapat digunakan untuk evaluasi terhadap perubahan yang
terjadi berdasarkan faktor ekologi dan sosial.
2.2 Bio-ekologi Orangutan Kalimantan
Orangutan merupakan salah satu jenis kera besar yang tidak berekor
Anthony Nayman 1978; Maple 1980 . Nama ‘orangutan’ berasal dari bahasa
melayu yang berarti orang yang hidup di dalam hutan. Masyarakat Kalimantan Barat sering menyebut ‘mayas’, sebutan ini pun sering digunakan oleh orang-
orang melayu. Orangutan terbagi ke dalam dua sub spesies yaitu orangutan sumatera Pongo pygmaeus abelii dan orangutan kalimantan Pongo pygmaeus
pygmaeus.
2.2.1 Taksonomi
Klasifikasi orangutan menurut F.E Poirier 1964 dalam Groves 1971 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa Phylum
: Chordata Sub Phylum
: Vertebrata Klas
: Mamalia Ordo
: Primata
Sub Ordo : Primata
Famili : Pongidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo pygmaeus wurmbii
Sub Spesies : Pongo pygmaeus wurmbii Linneaus, 1760
Pongo pygmaeus abelii Lesson, 1872
2.2.2 Morfologi
Orangutan merupakan satwa yang besar dan dapat dibedakan antara jantan dan betina karena memiliki sexual dimorphisme yang jelas. Panjang badan jantan
antar kepala sampai dengan kaki adalah 950 mm, dan memiliki berat 77 kg, sedangkan pada betina ukuran tubuhnya adalah 775 mm dan berat badannya 37
kg. Secara morfologi orangutan kalimantan dan sumatera sangat serupa, namun terdapat perbedaan yang mendasar pada warna bulunya Napier Napier 1985.
Perbedaan tersebut bukan merupakan sifat yang mantap, namun digunakan sebagai penuntun kasar Galdikas 1978.
Menurut Galdikas 1978 orangutan sumatera kadang-kadang memiliki bulu putih pada mukanya yang tidak pernah dijumpai pada orangutan kalimantan.
Orangutan memiliki kulit yang kasar dan dengan warna bulu cokelat kemerah- merahan. Kulitnya liat dan tertutup papil-papil, warnanya cokelat tua sampai
hitam dengan bercak-bercak tidak teratur warna biru dan hitam yang tampaknya menembus bulu-bulu terutama pada tubuh bagian bawah. Terdapat perbedaan
warna antara orangutan sumatera dan kalimantan, warna bulu orangutan kalimantan lebih gelap dan lebih pendek dari pada orangutan sumatera Napier
Napier 1985; Eckhardt 1975 diacu dalam Galdikas 1978. Bulu terdiri atas bulu kasar dan panjang, dibagian lengan dan bahu panjang bulu ini dapat mencapai 0,5
m. Bulu orangutan sumatera biasanya lebih lembut dan lemas, sedangkan bulu orangutan kalimantan lebih kasar dan jarang-jarang. Pada hewan muda dan
setengah dewasa seikat bulu kasar dan tegak lurus di atas kepala. Pada hewan dewasa bulu ini lebih pendek, lebih rata dan berjumbai menutupi dahi. Bagian
muka dan kantung tenggorokan tidak berbulu hanya pada jantan dewasa terdapat sedikit bulu berwarna jingga terang di bibir atas dan dagu Uitgeverij Hoeve
2003.
Pada sisi bagian muka terdapat gelambir pipi, terdiri dari jaringan ikat dan lemak. Gelambir ini merupakan ciri yang paling mencolok pada jantan dewasa.
Seringkali kantung besar dan gelambir-gelambir pipi tadi hanya terdapat sebagian, terutama bila hewan tersebut kurang sehat atau kurus. Muka agak cekung dan
lebih lebar pada yang jantan, rahang kuat dan menganjur ke depan, lengkung alis agak menonjol. Daun telinga kecil seakan akan menempel pada tengkorak. Mata
kecil, lengan sebagai alat penting untuk hidup di pohon, sangat panjang dan terkuat di antara semua spesies kera. Tungkai-tungkai bawah agak pendek dan
lemah. Kuku tangan dan kaki sangat melengkung, pada orangutan yang berasal dari Kalimantan ibu jari sering tidak berkuku. Hewan ini tidak berekor sama
sekali. Oleh karena tungkainya pendek, maka tinggi saat berdiri tidak lebih dari 1.37 m dan betina kira-kira 1.15 m. Berat badan jantan 75-100 kg dan betina 35-
45 kg tergantung umur, keadaan kesehatan dan situasi makanan di daerah tempat tinggalnya yang berubah-ubah sesuai keadaan musim Uitgeverij Hoeve 2003.
Gambar morfologi orangutan kalimantan jantan dewasa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Morfologi orangutan kalimantan jantan dewasa. Menurut Suwandi 2000 tulang pinggul orangutan mengalami
rudimentasi perubahan fungsi anggota tubuh seolah-olah tidak mempunyai pinggul. Perut sangat buncit dan leher sangat pendek. Tangan dan kaki selalu
mencengkeram sehingga berbentuk seperti kait. Kaki dapat berfungsi sebagai tangan, sehingga apabila sedang bergerak di atas pohon dapat digunakan untuk
berpegangan kuat. Tulang pinggul yang tidak berkembang memungkinkan orangutan dapat bergelayutan dan memutar badannya hingga seratus delapan
puluh deratajat.
2.2.3 Habitat