Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis PCA Analisis Spasial

Gambar 6 a proses pembuatan peta buffer b pembuatan peta NDVI.

4.6 Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis PCA

Principal Component Analysis PCA merupakan teknik analisis multivariabel menggunakan banyak variabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang mentransormasikan secara linier satu set variabel ke dalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi ortogonal Rosita 2008. PCA digunakan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap distribusi orangutan kalimantan, berdasarkan titik distribusi orangutan kalimatan yang ditemukan baik langsung maupun tidak langsung dengan masing-masing layer jarak dari sungai, jarak dari jalan, jarak dari desa dan nilai NDVI. Adapun titik yang digunakan untuk pembangunan model yaitu 70 dari titik keseluruhan yang ditemukan di lapang, dan sisanya 30 digunakan sebagai validasi. Dari hasil tersebut selanjutnya dapat ditentukan bobot dari masing-masing faktor yang mempengaruhi habitat orangutan kalimantan. Analisis PCA tersebut dilakukan dengan menggunkan perangkat lunak SPSS 1.5. Hasil PCA yang digunakan untuk menentukan bobot masing faktor habitat dan untuk analisis spasial sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y= aFK1+bFk2+cFk3+dFk4 Keterangan : Y = total nilai kesesuaian habitat a-e = nilai bobot setiap variabel Fk1 = faktor jarak dari sungai Fk2 = faktor NDVI Fk3 = faktor jarak dari jalan Fk4 = faktor jarak dari desa

4.7 Analisis Spasial

Titik sebaran orangutan kalimantan dianalisis dengan faktor-faktor spasial yang meliputi jarak dari sungai, jarak dari jalan dan jarak dari desa dan nilai NDVI. Analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun overlay, pembagian kelas class, pembobotan weighting dan pengharkatan skoring. Pemberian bobot didasarkan atas nilai kepentingan atau kesesuaian bagi habitat orangutan kalimantan. Pemberian bobot terdiri dari 3 nilai bobot, dimana nilai tertinggi menunjukkan faktor habitat yang paling berpengaruh, nilai di bawahnya menunjukkan faktor habitat yang berpengaruh sedang dan nilai terendah menunjukkan faktor habitat yang kurang berpengaruh. Klasifikasi kelas kesesuaian terdiri dari tiga kelas yaitu: 1 rendah, 2 sedang dan 3 tinggi. Model Matematika yang digunakan adalah: 1. Nilai skor klasifikasi kesesuaian habitat orangutan kalimantan. SKOR = ΣWi Fki Keterangan: SKOR = nilai dalam penetapan klasifikasi kesesuaian habitat Wi = bobot untuk setiap parameter Fki = faktor kelas dalam parameter 2. Nilai selang skor klasifikasi kesesuaian habitat orangutan kalimantan ditentukan berdasarkan sebaran nilai piksel yang dihasilkan analisis spasial. Selang = − Keterangan : Selang = nilai dalam penetapan selang klasifikasi kesesuaian habitat Smaks = nilai piksel tertinggi Smin = nilai piksel terendah K = banyaknya klasifikasi kesesuaian habitat 3. Nilai kesesuaian habitat orangutan kalimantan KHn = Smin + SELANG danatau KH = KHn-1 + SELANG Keterangan: KHn = nilai kesesuaian habitat ke-n Smin = nilai skor terendah KHn-1 = nilai kesesuaian habitat sebelumnya SELANG = nilai dalam penetapan selang klasifikasi kesesuaian habitat 4. Nilai validasi klasifikasi kesesuaian habitat orangutan kalimantan Validasi = Keterangan: Validasi = persentase kepercayaan n = jumlah titik pertemuan orangutan kalimantan yang ada pada satu klasifikasi kesesuaian N = jumlah total titik pertemuan orangutan kalimantan hasil survey

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sebaran Sarang Orangutan Kalimantan

Suaka Margasatwa Sungai Lamandau terdiri dari dua tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan dataran rendah dan tipe ekosistem hutan rawa air tawar. Kedua tipe ekosistem tersebut merupakan habitat bagi orangutan kalimantan. Dalam penentunan titik distribusi keberadaan orangutan di SM Lamandau yang dilakukan dengan identifikasi tidak langsung yaitu melalui sarang, ditemukan tiga kelas sarang dari empat tipe sarang yang diketahui berdasarkan UNESCO-PanEco dalam YEL 2009.Ketiga kelas sarang yang ditemukan adalah sarang kelas B, sarang kelas C dan sarang kelas D Gambar 7. a b c Gambar 7 Sarang orangutan yang ditemukan di lokasi penelitian a sarang kelas B, b sarang kelas C, c sarang kelas D. Sarang kelas B merupakan sarang yang memiliki bentuk masih utuh,daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang dan belum ada lubang yang terlihat dari bawah. Sarang kelas C ditandai dengan semua daun sudah berwarna coklat bahkan sebagian daun sudah hilang, sudah terlihat adanya lubang dari bawah. Serta, sarang kelas D ditandai dengan bentuk sarang yang sudah mulai tidak utuh, daun- daun penyusunnya rontok. Pada sarang kelas D ini hanya terdapat ranting-ranting penyusun sarang yang sudah mulai rusak. Dari hail survey di lapang didapatkan 72 titik sarang dari ke empat lokasi pengambilan data yang terdiri dari 11transek. Peta sebaran titik sarang orangutan di SM Lamandau dapat dilihat di Gambar 8.