Aplikasi SIG Sistem Informasi Geografis SIG

2.3.4 Basis data SIG

Basis data SIG adalah kumpulan data yang saling berkaitan, yang diperlukan dalam SIG, baik data spasial keruangan maupun non spasial. Basis data didefinisikan sebagai suatu kumpulan file-file yang mempunyai kaitan antara file satu dan file yang lain hingga membentuk satu bangunan data untuk, menginformasikan sesuatu seperti wilayah, organisasi, perusahaan, instansi dalam batasan tertentu Sulistyo 1998 diacu dalam Soenarmo 2007. Menurut Prahasta 2001 SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut- atributnya di dalam satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-batas administratif, perkebunan dan hutan merupakan contoh-contoh layer, dan selanjutnya kumpulann dari layer-layer akan membentuk suatu basis data. Sehingga perancangan basis data merupakan hal yang esensial dalam SIG yang akan menentukan efektifitas dan efisiensi proses-proses masukan, pengelolaan dan keluaran SIG.

2.3.5 Aplikasi SIG

Banyak sekali aplikasi-aplikasi yang dapat ditangani oleh SIG diantaranya adalah aplikasi SIG dalam habitat satwa liar. Beberapa pemakaian SIG untuk habitat satwa liar adalah: 1. Pemodelan Spasial Habitat Katak Pohon Jawa Rhacophorus javanus Boettger, 1893 di Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat oleh Muhammad Irfansyah Lubis. Penelitian untuk membuat peta kesesuaian habitat katak pohon jawa dengan menggunakan layer kerapatan tajuk, kemiringan kelerengan, ketinggian, jarak dari sungai dan sebaran temperatur. Analisis menggunakan metode scoring, pembobotan dan overlay dengan model kesesuaian habitat tinggi memiliki luas 9 dengan validasi 93, 75 sehingga model kesesuaian habitat katak pohon jawa tersebut dapat diterima. Saran yang perlu diperhatikan adalah penambahan variabel untuk mendapatkan model habitat yang lebih baik dan lebih luas. Perlu lebih banyak titik untuk validasi. 2. Pemodelan Spasial Monyet Hitam Sulawesi Macaca nigra Dasmarest, 1822 oleh Maria Yohana Indrawati. Penelitian untuk membuat peta kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi dengan menggunakan layer kelerengan, ketinggian, jarak dari sungai, jarak dari banguanan dan NDVI Normalization Difference Vegetation Index. Analisis menggunakan metode scoring, pengkelasan, pembobotan dan overlay dengan model kesesuaian habitat tinggi mencapai 52,64 dengan validasi 76,67 sehingga model kesesuaian monyet hitam sulawesi tersebut dapat diterima. Saran yang perlu diperhatikan adalah pembangunan model selanjutnya perlu dianalisis faktor LAI Leaf Area Index berdasarkan pengukuran langsung di lapang dan citra Landsat untuk mengetahui pengaruh tutupan vegetasi terhadap habitat monyet hitam sulawesi. 3. Pemodelan Kesesuaian Habitat Harimau sumatera Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929 di Resort Ipuh-Seblat Taman Nasional Kerinci Seblat oleh Rudiansyah. Pemodelan kesesuaian harimau sumatera berdasarkan tinjauan dan penilaian dari yaitu ketersediaan mangsa Encounter RateER harimau hasil camera trap, jarak ke sungai buffer jarak sungai, topografi peta kontur dan kerapatan tajuk menggunakan LAI. Pembobotan menggunakan PCA terhadap titik sebaran harimau. Hasilnya adalah terdapat tiga daerah kesesuaian yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan hasil pada kesesuaian tinggi 95,85 dengan validasi 95,64 sehingga model dapat diterima untuk kesesuaian habitat tinggi. Saran yang perlu diperhatikan adalah perhitungan LAI sebaiknya dilakukan dengan analisis citra Landsat dan pengukuran langsung di lapangan.

2.4 Penginderaan Jarak Jauh