persen, cateris paribus. Hal ini menceriminkan bahwa koefisien jarak yang
bernilai negatif mengindikasikan bahwa semakin besar jarak, maka perdagangan yang dilakukan semakin menurun. Share GDP negara pengimpor terhadap
ASEAN+3 akan mengurangi jarak nominal, atau bisa dikatakan given share PDRB maka jarak riil akan menjadi hambatan perdagangan, sehingga terjadi
penurunan jarak ekonomi yang disebabkan oleh peningkatan GDP secara total sehingga impor meningkat.
5.3 Dampak
Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan di ASEAN+3 pada Sektor Manufaktur
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 17, dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan di ASEAN+3 pada sektor manufaktur memberikan
hasil yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan sektor pertanian barang mentahbaku. Dimana terdapat tujuh variabel independen yang berpengaruh
signifikan pada taraf nyata lima persen yaitu tarif, nilai tukar, PDRB per kapita negara pengimpor, PDRB per kapita negara pengekspor, jarak ekonomi, biaya
administrasi impor serta efisiensi dalam prosedur kepabeanan. Dalam model ini terdapat dua variabel yang merupakan termasuk dalam trade facilitation, yaitu
biaya administrasi impor dan efisiensi dalam prosedur kepabeanan. Tabel 17 Hasil estimasi koefisien parameter sektor manufaktur model FEM
dengan GLS weighted
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob.
1 2
3 4
5
TARIF -0,022783
0,005064 -4,498737
0,0000 LNSEAPORT
0,075650 0,123061
0,614731 0,5394
LNKURS 0,316984
0,045989 6,892672
0,0000 LNGDPPERCAP_IMPR
3,155549 0,281391
11,21411 0,0000
LNGDPPERCAP_EKSP 0,477143
0,129757 3,677216
0,0003 LNECODIST
-2,578954 0,333812
-7,725765 0,0000
LNCOSTIMPORT -0,308749
0,052296 -5,903937
0,0000 LNBCUSTOM_EF
0,873998 0,062484
13,98755 0,0000
C -7,263540
0,532221 -13,64760
0,0000 Keterangan:
1
Variabel takbebas = produk domestik bruto LnIM.
2
, , berturut-turut menunjukkan tingkat signifikansi pada = 1, 5 dan 10.
Pada sektor manufaktur, faktor tarif dalam kaitannya dengan arus perdagangan sektor manufaktur memberikan nilai yang signifikan secara negatif
dengan koefisien -0,022. Setiap kenaikan satu persen tarif akan menurunkan perdagangan sebesar 0,022 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa
tarif masih menjadi salah satu hambatan dalam perdagangan sektor manufaktur, karena semakin besar tarif yang dikenakan pada sektor manufaktur maka nilai
perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara akan semakin menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilson et al2005.
Pengaruh signifikan terhadap arus perdagangan juga diberikan oleh nilai tukar riil. Dimana peningkatan nilai tukar riil sebesar satu persen akan
meningkatkan arus perdagangan sebesar 0,316 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan depresiasi nilai tukar masing-masing negara akan meningkatkan
nilai impor ke negara tersebut. Tidak jauh berbeda dengan sektor pertanian mentahbaku, dampak positif nilai tukar riil terhadap arus perdagangan juga
terjadi di sektor manufaktur, namun dengan nilai yang sedikit lebih besar. Negara-negara ASEAN+3 yang sebagian besar masih merupakan negara
berkembang, masih mengandalkan ekspor sektor pertanian baik itu pertanian barang mentahbaku maupun barang pertanian yang sudah diolah. Dilain pihak,
untuk memenuhi kebutuhan akan sektor manufaktur maka negara-negara ASEAN+3 mengandalkan impor sektor manufaktur dari negara lain. Disini
menunjukkan impor barang-barang sektor manufaktur merupakan barang yang penting bagi konsumen maupun produsen dalam negeri karena barang-barang ini
digunakan oleh sektor industri sebagai bahan baku utama maupun sampingan untuk memproduksi barang domestik negara pengimpor.
Sementara itu, hasil yang sama dengan estimasi pada sektor pertanian barang mentah juga ditunjukkan oleh variabel independen lainnya pada sektor
manufaktur, yaitu PDRB perkapita negara pengimpor dan PBRB perkapita negara pengeskpor berpengaruh secara positif terhadap arus perdagangan. PDRB
perkapita negara pengimpor memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada arus perdagangan impor dengan koefisien sebesar 3,155. Setiap
peningkatan secara riil satu persen derajat PDRB perkapita importir akan berakibat pada meningkatnya arus perdagangan impor sebesar 3,155 persen,
cateris paribus. Koefisien PDRB perkapita negara pengimpor yang signifikan
menyatakan bahwa perdagangan bilateral negara-negara ASEAN+3 dipengaruhi oleh kemampuan pendapatan agregat kedua negara yang saling berdagang.
Karena pendapatan agregat suatu negara adalah ukuran ekonomi negara tersebut. Sementara itu, PBRB perkapita negara pengeskpor juga berpengaruh
secara positif terhadap arus perdagangan. Peningkatan secara riil satu persen derajat PDRB perkapita negara eksportir akan berakibat pada meningkatnya arus
perdagangan impor sebesar 0,477 persen, cateris paribus. Sementara PDRB perkapita negara pengekspor yang signifikan secara positif mencerminkan
semakin besar perekonomian suatu negara akan membuat investasi suatu negara menjadi besar, hal ini disebabkan faktor modal yang kuat, sehingga akan
meningkatkan kapasitas produksi barang suatu negara. Jarak ekonomi memengaruhi arus perdagangan impor secara negatif
dengan koefisien 2,578. Setiap penambahan jarak ekonomi sebesar satu persen antar kedua negara yang saling berdagang akan menurunkan arus perdagangan
sebesar 2,57 persen, cateris paribus. Hal ini mencerminkan bahwa koefisien jarak ekonomi yang bernilai negatif mengindikasikan bahwa semakin besar PDRB
suatu negara maka perdagangan yang dilakukan semakin meningkat, atau bisa dikatakan given share PDRB maka jarak riil akan menjadi hambatan perdagangan.
Semakin besar PDRB maka akan memperkuat tarik-menarik dua negara dalam berdagang walaupun jarak secara riil berjauhan.
Trade facilitation di kawasan ASEAN+3 pada sektor manufaktur diwakili
oleh variabel efisiensi prosedur kepabeanan dan biaya administrasi impor. Variabel Efisiensi dalam prosedur kepabeanan sebagai proksi dari trade
facilitation berpengaruh signifikan secara positif terhadap arus perdagangan di
ASEAN+3 pada sektor manufaktur. Artinya, semakin tinggi perbaikan efisiensi dalam prosedur kepabeanan maka akan meningkatkan arus perdagangan impor.
Setiap peningkatan satu persen efisiensi prosedur kepabeanan akan berakibat pada meningkatkan arus perdagangan impor sebesar 0,873 persen, cateris paribus. Hal
ini serupa dengan sektor pertanian mentahbaku, dimana para eksportir lebih memilih prosedur kepabeanan yang efisien untuk mengurangi hambatan yang
mereka lalui diluar aturan dan jalur yang sesuai prosedur.
Dilain pihak, biaya administrasi impor memengaruhi arus perdagangan secara negatif, penambahan satu persen biaya administrasi impor akan
menurunkan arus perdagangan impor sebesar 0,292 persen, cateris paribus. Hal ini mencerminkan biaya administrasi yang tinggi akan menurunkan arus
perdagangan, karena biaya ini akan dimasukkan dalam biaya produksi. Sehingga akan membebani eksportir.
5.4 Perbandingan Dampak
Trade Facilitation pada Sektor Pertanian Barang MentahBaku dan Sektor Manufaktur
Dari hasil estimasi terdapat hal yang menarik yang dapat kita lihat dari dua objek penelitian yakni sektor pertanian mentahbaku dan sektor manufaktur.
Dampak dari variabel tarif sebagai hambatan dalam perdagangan menunjukkan hal berbeda antara sektor pertanian mentahbaku dan sektor manufaktur, di mana
pada sektor pertanian barang mentahbaku variabel tarif menunjukkan hasil estimasi yang tidak signifikan terhadap arus perdagangan impor di kawasan
ASEAN+3. Hal ini menncerminkan bahwa tarif tidak memiliki dampak terhadap arus perdagangan impor pada sektor pertanian mentahbaku, di mana ada dua
alasan yang dapat kita analisis. Pertama, sektor pertanian barang mentahbaku dalam menghadapi
perdagangan antar negara memerlukan penanganan bongkar barang yang relatif lebih cepat dibanding barang lainnya dikarenakan barang pertanian barang
mentahbaku memiliki resiko rusaka atau busuk serta membutuhkan tempat khusus yang lebih luas. Oleh sebab itu, semakin lama penanganan bongkar barang
pertanian mentahbaku di suatu negara maka akan semakin besar biaya dan kemungkinan kerugian yang ditanggung oleh eksportir juga semakin besar. Di
samping itu, prosedur untuk pertanian barang mentahbaku di beberapa negara memiliki prosedur yang lebih ketat seperti karantina, rule of origin, pemerikasaan
sanitary dan phytosanitary. Ketatnya prosedur kepabeanan di suatu negara juga
akan memengaruhi arus impor barang pertanian mentahbaku. Sehingga diperlukan prosedur kepabeanan yang cepat dan efisien, baik dalam waktu
bongkar maupun pengurusan administrasi kepabeanan. Kedua adalah skema penurunan tarif yang berlaku di sektor pertanian
mentahbaku diantara negara-negara ASEAN+3 sudah memperlihatkan hasil yang
baik. Skema ini merupakan buah dari kerjasama regional ASEAN dan ASEAN+3. Tabel 18 memperlihatkan tarif impor sektor pertanian mentahbaku ASEAN dari
negara-negara mitra dagang ASEAN+3 yakni China, Jepang dan Korea menunjukkan trend yang terus menurun dari tahun 2006-2010 dengan tarif impor
ASEAN bernilai dibawah 5 persen. Tarif impor ASEAN sektor pertanian mentahbaku tertinggi adalah sebesar 4,45 persen dengan eksportir negara Korea
Selatan, diikuti eksportir naegara Jepang 2,98 persen dan China 2,77 persen. Tabel 18 Tarif impor ASEAN dari negara mitra ASEAN pada sektor pertanian
mentahbaku tahun 2006-2010 persen
Negara Importir
Negara Eksportir
2006 2007
2008 2009
2010 Rata-
rata
1 2
3 4
5 6
7 8
ASEAN
China
2,71 2,87
2,8 3,11
2,38 2,77
ASEAN
Jepang
3,44 2,9
2,8 3,17
2,62 2,98
ASEAN
Korea
4,93 4,76
4,19 5,04
3,34 4,45
Sumber: WITS 2012 diolah
Sementara itu pada sektor manufaktur tarif masih menjadi hambatan perdagangan, di mana hasil estimasi tarif impor pada sektor manufaktur
berpengaruh negatif terhadap arus perdagangan impor. Sesuai dengan penelitian Wilson et al 2005, dalam penelitian ini faktor tarif memberikan dampak negatif
terhadap arus perdagangan. Begitu juga dengan variabel jarak yang memberikan dampak negatif terhadap arus perdagangan. Dampak negatif tarif dan jarak juga
ditemukan dalam penelitian Shepherd dan Wilson 2008, serta Duval dan Utokham 2009. Hal ini juga dikarenakan tarif pada sektor manufaktur masih
terbilang tinggi dibanding sektor pertanian mentahbaku. Jika dibandingkan, antara tarif manufaktur Tabel 18 dan tarif pertanian mentahbaku secara rata-rata
tarif manufaktur masih diatas 5 persen kecuali tarif impor ASEAN dari China yang berinilai 4,21 persen. Kemudian diikuti Korea Selatan sebesar 5,20 persen
dan Jepang 5,52 persen sebagai negara eksportir ke ASEAN.