Jenis Data dan Instrumen Penelitian
masalah kawasan tersebut dan juga diperbolehkan untuk ikut dalam pemilukada yang diadakan pada waktu itu.
Mata pencaharian utama dari masyarakat dikawasan tersebut adalah petani baik petani padi maupun petani karet. Mereka menggarap lahan kawasan
yang mereka kuasai yang didapatkan dari “membeli” lahan tersebut dari koordinator perambah. Karena adanya proses jual beli tersebut pada akhirnya
ada beberapa perambah yang memiliki lahan sangat luas. Selain bertani, aktivitas masyarakat yang lain untuk mencari nafkah adalah berdagang, menjadi
buruh tani, dan wiraswasta. Akses ke kawasan tersebut sangat mudah karena berada di tepi jalan trans
nasional Lintas Timur Sumatera. Jarak terjauh kawasan tersebut dengan kota kecamatan sekitar 18 km sedangkan jarak terdekat cuma 1 km. Untuk mencapai
bagian terdalam kawasan tersebut tidak terlalu sulit karena hampir semua jalan yang ada di dalam kawasan tersebut sudah diperkeras oleh masyarakat
sehingga dapat dilewati dengan kendaraan roda empat. Jalan tersebut bekas jalan hutan yang dibuat oleh PT Inhutani V sewaktu melakukan pembukaan
wilayah hutan. Selain itu pemeliharaan jalan juga secara swadaya rutin dilakukan oleh masyarakat setempat. Beberapa jembatan permanen juga sudah secara
swadaya dibangun oleh masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab pesatnya perkembangan ekonomi masyarakat di dalam kawasan
tersebut dan juga naiknya “harga jual” tanah di daerah tersebut yang mencapai 100 juta rupiah per hektar bila sudah ditanami dengan tanaman karet.
Fasilitas kantor pos, sarana kesehatan, sarana ekonomi pasar dan lembaga perkreditan berada di luar komunitas walaupun letaknya tidak terlalu
jauh ± 1 km. Kendati demikian akses mereka terhadap pelayanan di bidang tersebut sangat mudah. Hal disebabkan perkembangan perekonomian di dalam
kawasan yang sangat pesat menyebabkan penyedia pelayanan kesehatan, ekonomi, komunikasi dan yang lainnya melakukan ekspansi pemasaran kedalam
kawasan tersebut jemput bola. Lembaga pendidikan yang terdapat didalam kawasan tersebut adalah
Sekolah Dasar sebanyak 4 unit dan Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 3 unit. Sarana pendidikan non formal yaitu pondok pesantren 2 unit dan TPA 2 unit.
Untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi masyarakat harus keluar dari kawasan dengan jarak ± 2 km Desa Muara Burnai II dan Desa Lubuk
Seberuk. Dalam tiga tahun terakhir masyarakat di Kawasan tersebut merasakan membaiknya mutu pelayanan pendidikan.
Akses masyarakat terhadap informasi dan komunikasi semakin membaik dalam tiga tahun terakhir. Hampir semua media komunikasi dapat diakses oleh
masyarakat. Media yang paling sering digunakan masyarakat dalam mendapatkan informasi adalah televisi yang hampir setiap hari ditonton.
Sedangkan yang jarang di gunakan adalah surat kabar dan internet. Akses terhadap internet sebenarnya bisa dilakukan oleh masyarakat melalui jaringan
selular yang telah tersedia di dalam kawasan tersebut namun hanya masyarakat yang masih berusia muda dengan latar belakang pendidikan yang cukup tinggi
yang mulai memanfaatkannya. Kondisi perekonomian masyarakat dalam tiga tahun terakhir meningkat
pesat seiring semakin meningkatnya harga komoditas karet yang merupakan komoditas utama di dalam kawasan tersebut. Pendapatan rata-rata masyarakat
setiap bulannya adalah Rp1.500.000 - Rp2.000.000 hasil FGD dengan tokoh masyarakat. lapangan pekerjaan juga sangat mudah untuk didapatkan bahkan
beberapa masyarakat merasakan kekurangan tenaga kerja untuk mengolah lahan yang mereka kuasai.
Sarana dan prasarana produksi pertanian seperti lahan, alat-alat pertanian, bibit, dan pupuk relatif mudah untuk didapatkan. Permasalahan yang dalam
sarana dan prasarana pertanian ini adalah masalah lahan dan pupuk. Lahan yang mereka kerjakan pada saat ini merupakan kawasan hutan produksi milik
negara. Karena permasalahan kepemilikan tersebut maka saat ini masyarakat kesulitan untuk memperoleh tambahan lahan walaupun masih terdapat lahan
kosong ± 300 ha di dalam kawasan tersebut namun mereka belum berani menggarap lahan tersebut dikarenakan lahan tersebut dijaga ketat oleh aparat
kehutanan. Untuk membeli lahan di kawasan tersebut sudah diluar jangkauan masyarakat karena harganya sudah sangat mahal. Sedangkan permasalahan
pupuk terletak pada masalah distribusi pupuk anorganik yang kurang merata dan tidak tepat waktu. Pada saat masyarakat memerlukan pupuk dalam jumlah
banyak terkadang pupuk tersebut tiba-tiba menghilang dari pasaran sehingga harganya menjadi naik.
Dalam tiga tahun terakhir ini masyarakat merasakan perbaikan dalam fasilitas penerangan. Mereka mulai dapat menikmati pelayanan fasilitas listrik
negara PLN walaupun pada saat-saat tertentu masih terjadi pengurangan arus
saat jam puncak pemakaian 18.00 – 21.00 WIB. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat menggunakan sumur. Kualitas dan kuantitas air sumur
dalam tiga tahun terakhir ini tetap. Masyarakat tidak dilayani oleh sistem pengumpulan sampah. Mereka membuang sampah dengan cara membakar atau
menimbun di dalam tanah. Fasilitas rekreasi yang dimiliki oleh masyarakat hanya lapangan olah raga. Untuk rekreasi mereka biasanya harus keluar dari
lingkungan komunitas dan ini pun jarang dilakukan. Masalah lingkungan yang ada di dalam komunitas adalah banjir dan
kualitas air sumur. Banjir setiap tahun pasti terjadi terutama di bagian Utara kawasan yang juga merupakan daerah rawa pasang surut. Untuk mengurangi
dampak banjir tersebut masyarakat tidak menebangi pohon-pohon yang terletak dipinggir-pinggir sungai supaya arus banjir tidak terlalu kuat dan secara swadaya
mereka juga membuat tanggul-tanggul penahan banjir dari karung pasir. Sedangkan kualitas air sumur yang sedikit berminyak dan keruh pada waktu
musim hujan terdapat di daerah-daerah lebak bekas lahan rawa yang terdapat
di bagian Utara kawasan. Untuk daerah-daerah talang lahan kering kualitas air
sumur biasanya masih bagus. Budaya masyarakat yang berkembang di dalam kawasan adalah budaya
masyarakat agraris yang menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian baik sawah maupun pertanian lahan kering. Di dalam kawasan terdapat tiga bentuk
pengelolaan lahan sebagai bentuk budaya masyarakat agraris yaitu: a Sawah
Berupa pertanian lahan basah yang dilakukan tanpa melakukan pergiliran tanaman. Tanaman utama yang dibudidayakan adalah padi dengan
mengandalkan sumber air yang berasal dari hujan tadah hujan yang disalurkan melalui jaringan iriigasi sederhana yang dibuat secara swadaya oleh petani.
Dalam melakukan budidaya padi ini terdapat tahapan-tahapan yang dilakukan oleh petani yaitu penyiapan lahan mencangkul,
ngluku, nggaru, pembenihan, penanaman, pemupukan, pendangiran, dan pemanenan.
b Sawah Pasang SurutLebak
Berupa pertanian lahan basah yang dilakukan di areal rawa. Tanaman utama yang dibudidayakan adalah padi yang ditanam pada musim kemarau
ketika lahan rawa tersebut mulai surut dan kering. Dalam pengolahan tanah di lahan ini tidak dikenal mencangkul,
nggaru dan ngluku namun yang ada adalah nebas atau pembersihan lahan dari ganggang dan tanaman air yang biasanya