Salinitas Air Formasi Kegunaan Surfaktan dalam Proses EOR

seperti NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan antarmuka minyak-air sehingga tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan oleh ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang mudah terurai menjadi ion Na + dan Cl - begitu juga dengan molekul-molekul surfaktan di dalam air akan mudah terurai menjadi ion RSO 3 - dan H + . Alkali merupakan salah satu chemical penting dalam proses EOR, khususnya untuk aplikasi alkaline flooding, yang ditambahkan ke air pada proses water flooding untuk memisahkan minyak dari pori-pori batuan reservoir dan memobilisasi globula yang terperangkap dalam pori-pori. Jenis dan konsentrasi yang digunakan bermacam-macam, seperti KOH, NaOH 0 - 1,6 ww Nedjhioui et al., 2005, dan Na 2 CO 3 0 - 0,6 Carrero et al., 2006. Kandungan minyak awal merupakan indikator kuantitas yang baik dari reservoir untuk menentukan kandungan sisa minyak. Untuk implementasi di lapangan, kandungan minyak awal tidak boleh kurang dari 20 PV sampai 30 PV. Adapun kondisi yang kurang baik untuk dilakukannya injeksi surfaktan yaitu pada kondisi reservoir yang sangat heterogen, reservoir yang berlapis-lapis, adanya mineral lempung montmorillonite, terdapat patahan atau rekahan, permeabilitas dan porositas yang kecil, adanya ion bervalensi dua dengan konsentrasi yang tinggi dan reservoir yang terlalu dalam. Bansal dan Shah 1978 telah meneliti pengaruh pemanfaatan surfaktan ethoxylated sulfonate sebagai co-surfaktan dan alkohol sebagai pelarut terhadap toleransi garam dan salinitas optimal dari formulasi surfaktan petroleum sulfonat untuk EOR. Pada salinitas optimal dengan penambahan NaCl sebesar 32, formulasi surfaktan yang dihasilkan memberikan kisaran nilai IFT sangat rendah ultra-low interfacial tension berkisar 10 -2 - 10 -3 dynecm. Untuk stimulasi sumur minyak bumi telah dimanfaatkan surfaktan fosfat ester dengan nomor US Patent 4541483. Fosfat ester atau Alkyland aralkyl polyoxyalkylene phosphate dapat diinjeksikan ke sumur minyak bumi baik sebagai pelarut yang bersifat dapat larut pada air water soluble maupun minyak oil soluble, dan dikenal sebagai surfaktan untuk aplikasi water-flood secondary recovery processes . Meskipun hingga saat ini surfaktan MES yang ada peruntukannya masih terbatas pada formulasi produk deterjen dan bahan pembersih, namun peluang untuk memanfaatkan surfaktan MES pada aplikasi EOR cukup besar melihat dari hasil penelitian Hambali et al. 2008 dan Hambali et al. 2009. Hambali et al. 2008 telah mengembangkan formula oil well stimulation agent dengan menggunakan surfaktan MES yang terbuat dari metil ester C 12 dari PKO dengan menggunakan reaktan NaHSO 3 . Formula tersebut terdiri atas 70 MES bahan dasar minyak sawit, 20 pelarut, 7 surfaktan nonionik dan 3 co-solvent. Hasil pengujian pada konsentrasi stimulation agent 0,5 dan 1 dengan tingkat salinitas 10.000, 20.000 dan 30.000 ppm, menunjukkan bahwa IFT minyak-air mencapai 10 -3 dynecm. Total recovery minyak bumi menggunakan core standar core sintetik pada skala laboratorium memperlihatkan bahwa pada konsentrasi stimulation agent 0,5 berkisar 88 - 94. Hambali et al. 2009 memanfaatkan surfaktan MES untuk aplikasi huff and puff pada batuan pasir skala laboratorium, dimana diperoleh formula dengan tegangan antarmuka berkisar 10 -2 - 10 -3 dynecm pada salinitas optimal 10.000 ppm.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Surfaktan MES merupakan surfaktan anionik yang dihasilkan melalui proses sulfonasi antara metil ester dari minyak nabati atau lemak hewani Robert, 2001; Watkins, 2001 dengan reaktan yang dapat digunakan pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat H 2 SO 4 , oleum larutan SO 3 di dalam H 2 SO 4 , sulfur trioksida SO 3 , NH 2 SO 3 H, dan ClSO 3 H Pore, 1976; Bernardini, 1983. Beberapa faktor penting yang menentukan kualitas surfaktan MES yang dihasilkan diantaranya yaitu rasio mol reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, konsentrasi gugus sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH dan suhu netralisasi Foster, 1996. Menurut MacArthur et al . 2002, suhu dapat meningkatkan laju reaksi, namun peningkatan suhu yang terlalu tinggi menyebabkan MES yang terbentuk terhidrolisis dan meningkatkan pembentukan komponen disalt yang tidak diinginkan. Peningkatan fraksi molekul yang memiliki energi kinetik melebihi energi aktivasi dilakukan dengan meningkatkan suhu Petruci, 1992. Setiap reaksi kimia memerlukan waktu reaksi yang berbeda-beda dalam menyelesaikan reaksi hingga dihasilkannya suatu hasil reaksi, tergantung pada karakteristik pereaksi, produk hasil reaksi, dan kondisi reaksi yang dilakukan Ebbing dan Wrighton, 1990. Menurut MacArthur et al. 2002, MESA hasil proses sulfonasi yang belum dimurnikan masih mengandung komponen disalt disodium karboksi sulfonat, yang dapat menurunkan kelarutan MES dalam air dingin, lebih sensitif terhadap air sadah, memiliki deterjensi 50 lebih rendah, dan daya simpan lebih rendah. Proses pemurnian dilakukan dengan menambahkan metanol sebanyak 31- 40 dan H 2 O 2 1-4 untuk memucatkan jika surfaktan MES yang dihasilkan dimanfaatkan untuk sabun dan deterjen. Sementara Sherry et al. 1995 memurnikan dengan hanya menggunakan metanol 10-15 pada suhu 54 o C, yang menghasilkan penurunan disalt sekitar 50 persennya. Untuk mendapatkan surfaktan MES yang memiliki nilai tegangan antarmuka sesuai untuk aplikasi EOR, maka penelitian ini melakukan perbaikan dan modifikasi terhadap kondisi proses yang telah dilakukan Hambali et al. 2009, mengingat nilai tegangan antarmuka minyak-fluida yang dihasilkan masih berkisar 10 -1 – 10 -2 dynecm sebelum diformulasi, sehingga perlu dilakukan modifikasi proses agar diperoleh nilai tegangan antarmuka yang memenuhi persyaratan untuk aplikasi EOR. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka faktor-faktor lama sulfonasi, penambahan udara kering untuk mengencerkan gas SO 3 , pH hasil netralisasi, dan metanol dikaji pengaruhnya terhadap karakteristik utama kinerja surfaktan MES dalam rangka menghasilkan surfaktan MES yang sesuai untuk aplikasi EOR yaitu memiliki nilai tegangan antarmuka terendah, minimal 10 -3 dynecm. Surfaktan yang diinjeksikan berkemungkinan untuk mengalami penurunan kinerja, sebagai akibat dari faktor suhu maupun keberadaan beragam kation dan anion pada fluida dan batuan reservoir yang dapat mempengaruhi kinerja surfaktan yang diujikan. Sebagai representasi kondisi riil di lapangan, maka formulasi dan pengujian formula surfaktan berbasis MES dilakukan dengan menggunakan fluida dari lapangan karbonat, meliputi air formasi, air injeksi dan minyak bumi, sedangkan untuk batuan corenya digunakan core sintetik yang dapat merepresentasikan batuan karbonat. Khusus pada pengujian coreflooding selain core sintetik digunakan juga native core formasi karbonat Pengujian dilakukan menggunakan fluida dari formasi karbonat, dengan pertimbangan untuk melihat kemampuan surfaktan MES dalam menurunkan tegangan antarmuka fluida karbonat yang memiliki tingkat kesadahan, salinitas dan suhu tinggi.

3.2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan baku olein sawit yang digunakan diduga akan meningkatkan kinerja metil ester sulfonat yang dihasilkan karena panjang rantai asam lemak C 16 dan C 18 yang dimiliki oleh olein dan gugus aktif sulfonat yang terbentuk selama proses sulfonasi menggunakan reaktan gas SO 3 akan meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan antarmuka fluida reservoir. Gugus aktif sulfonat akan meningkatkan kelarutan surfaktan dalam fluida reservoir sementara panjang rantai karbon pada olein akan meningkatkan kelaruan surfaktan dalam minyak.