Proses Transesterifikasi TINJAUAN PUSTAKA

2004; Meher et al., 2004. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Pada Gambar 2 disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester biodiesel. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya Meher el al., 2004. Faktor tersebut diantaranya adalah rasio molar minyak dengan alkohol, waktu reaksi, suhu, jenis katalis dan konsentrasinya, karakteristik trigliserida dan intensitas pencampuran, kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, dan penggunaan cosolvent organik. Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh kualitas bahan baku minyak feedstock, komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan Gerpen, 2004. Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis Gerpen, 1996. Reaksi transesterifikasi secara curah batch lebih sederhana, dan dapat mengkonversi minyak menjadi metil ester hingga 80 - 94 dalam waktu 30 – 120 menit. Reaktor esterifikasi secara kontinyu telah dikembangkan untuk mengurangi R 1 C O OCH 2 R 2 C O OCH R 3 C O OCH 2 + 3 CH 3 OH HOCH 2 HOCH HOCH 2 3 R C O OCH 3 + trigliserida metanol gliserin metil ester katalis Gambar 2. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol ukuran reaktor dan waktu reaksi. Noureddini et al. 1996 melaporkan memperoleh hasil 98 dalam waktu 1 menit sampai 1 jam.

2.3. Surfaktan

Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amphipatic atau amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Berdasarkan kegunaannya, surfaktan diklasifikasikan menjadi deterjen, bahan pembasah wetting agent, emulsifier, agen pendispersi, agen pembusa frothing agent Swern, 1979. Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi misalnya oil in water ow atau water in oil wo. Di samping itu, surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan coalescence dari partikel yang terdispersi Rieger, 1985. Klasifikasi surfaktan terbagi atas empat kelompok yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik Rieger, 1985. Menurut Hui 1996 dan Matheson 1996 surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar, yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Masing-masing kelompok surfaktan tersebut memiliki struktur kimia dan perilaku yang berbeda. Surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan yang bagian hidrofiliknya berhubungan dengan gugus anion ion negatif. Dalam media cair, molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus anion merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionik. Sebagaimana halnya surfaktan anionik, surfaktan kationik juga memecah dalam media cair, dengan bagian kepala hidrofilik pada surfaktan kationik adalah gugus kation yang bertindak sebagai pembawa sifat aktif permukaan. Surfaktan nonionik tidak memecah dalam cairan encer, daya larutnya disebabkan oleh gugus polar seperti poliglikol eter atau poliol. Surfaktan amfoterik dalam media cair mengandung gugus positif dan negatif pada molekul yang sama, sehingga rantai hidrofobik diikat oleh bagian hidrofilik yang mengandung gugus positif dan negatif. Sehubungan dengan aplikasi surfaktan pada industri, jenis surfaktan yang dipilih pada proses pembuatan suatu produk tergantung pada kinerja dan karakteristik surfaktan tersebut serta produk akhir yang diinginkan. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik suka air, merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik benci airsuka minyak, merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997. Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat, serta bahan emulsifier dan sanitasi pada industri pangan Hui, 1996. Pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan washing and cleaning applications. Menurut Matheson 1996, kelompok surfaktan terbesar dalam jumlah pemakaian adalah surfaktan anionik, dengan aplikasi terbesar untuk washing and cleaning products . Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu alkilbenzen sulfonat linear LAS, alkohol sulfat AS, alkohol eter sulfat AES, alfa olefin sulfonat AOS, parafin secondary alkane sulfonate, SAS, dan metil ester sulfonat MES. Hal yang sama tergambarkan dari aktivitas ekspor dan impor surfaktan Indonesia, dimana baik volume ekspor maupun impor surfaktan terbesar di Indonesia adalah surfaktan anionik. Pada Tabel 2 dan 3 disajikan data eskpor dan impor surfaktan Indonesia.