Pengukuran Tegangan Antarmuka Minyak-Air Formasi
minyak bumi disajikan pada Lampiran 12. Hasil sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95
α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan pH sebagai anak petak tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan surfaktan MES dalam
menurunkan tegangan antarmuka air formasi dan minyak bumi, sedangkan udara kering sebagai petak utama berpengaruh nyata terhadap kemampuan surfaktan
MES dalam menurunkan tegangan antarmuka air formasi dan minyak bumi. Uji lanjut Duncan terhadap perlakuan pada udara kering menunjukkan bahwa taraf
udara kering 0 dan 3,6 kgjam tidak berbeda nyata namun masing-masing berbeda nyata dengan taraf udara kering 1,8 kgjam terhadap kemampuan surfaktan MES
dalam menurunkan tegangan antarmuka air formasi dan minyak bumi pada tingkat kepercayaan 95. Sidik ragam dan uji lanjut hasil analisa tegangan antarmuka
minyak-air formasi disajikan pada Lampiran 13. Histogram nilai tegangan antarmuka minyak-air formasi setelah penambahan surfaktan MES dari perlakuan
laju udara kering dan pH disajikan pada Gambar 17.
0.00E+00 5.00E-03
1.00E-02 1.50E-02
2.00E-02 2.50E-02
3.00E-02 3.50E-02
6 7
8
pH Te
ga ng
a n
A n
ta rm
uk a
dy n
e c
m
0 kgjam 1,8 kgjam
3,6 kgjam
Gambar 17. Tegangan antarmuka minyak-air formasi setelah penambahan surfaktan MES dari perlakuan laju udara kering dan pH
Diduga nilai pH sampel surfaktan MES berkaitan dengan nilai tegangan antarmuka fluida yang dihasilkan. Surfaktan MES dengan pH 8 memiliki
kesamaan nilai pH dengan air formasi yang digunakan, dimana air formasi sampel yang diujikan memiliki nilai pH 8 Tabel 12, Lampiran 11. Kesamaan nilai pH
ini menyebabkan struktur ampifilik surfaktan yang terdiri atas gugus hidrofilik
dan gugus hidrofobik menurunkan gaya kohesi antara molekul minyak dan air formasi, sementara gaya adhesi antara molekul minyak dan air formasi menjadi
meningkat. Peningkatan gaya adhesi akan mengurangi resultan gaya kohesi minyak yang mengakibatkan gaya antarmuka minyak dan air formasi menurun,
sehingga mampu menghasilkan nilai tegangan antarmuka minyak-air formasi setelah penambahan MES yang lebih rendah dibandingkan pH 6 dan 7.
Pada penelitian ini bahan baku olein yang digunakan memiliki asam lemak oleat 43,990, asam lemak linoleat sekitar 11,89 dan asam lemak linolenat
0,85. Menurut Ketaren 1986, asam lemak linoleat dan linolenat memiliki struktur ikatan rangkap terkonjugasi. Ketika gas SO
3
ditambahkan, selain menyerang atom C
α ternyata SO
3
juga memiliki kemampuan untuk menyerang ikatan rangkap sebagaimana disebutkan oleh Foster 1997. Semakin pekat
konsentrasi gas SO
3
yang ditambahkan, menyebabkan kemungkinan terbentuknya senyawa polisulfonat pada ikatan rangkap terkonjugasi juga semakin besar, akan
tetapi kepekatan gas SO
3
ini juga memicu terbentuknya disalt dalam jumlah lebih banyak setelah netralisasi sebagaimana disebutkan oleh Roberts et al. 2008.
Menurut Yamada dan Matsutani 1996, senyawa polisulfonat yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi bersifat sangat anionik. Diduga sifat anionik disalt
tidak sebesar gugus sulfonat yang terbentuk pada atom C α ataupun pada ikatan
rangkap. Surfaktan MES dengan kondisi penambahan udara kering 1,8 kgjam memiliki nilai tegangan antarmuka yang lebih rendah dibanding tanpa
penambahan udara kering ataupun dengan penambahan udara kering yang lebih banyak. Diduga pada penambahan udara kering 1,8 kgjam inilah terjadi kondisi
ideal reaksi sulfonasi yang membentuk gugus sulfonat pada C α dan ikatan
rangkap. Sementara tanpa penambahan udara kering kecenderungan terbentuknya disalt
setelah netralisasi menjadi lebih tinggi dibanding terbentuknya gugus sulfonat pada C
α, demikian juga pada penambahan udara kering yang lebih banyak yaitu 3,6 kgjam kemungkinan SO
3
untuk berikatan dengan C α dan ikatan
rangkap makin rendah sehingga nilai tegangan antarmukanya menjadi lebih tinggi.