Enhanced Oil Recovery EOR

bulk volume dari suatu batuan. Ruang kosong tersebut dapat merupakan pori- pori yang saling berhubungan satu sama lain, tetapi dapat pula merupakan rongga- rongga yang saling terpisah atau tersekat. Porositas memiliki satuan dalam persen. Klasifikasi porositas reservoir disajikan pada Tabel 5. Permeabilitas adalah ukuran kemampuan suatu batuan berpori untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas berpengaruh terhadap besarnya kemampuan produksi laju alir pada sumur-sumur penghasilnya. Besaran permeabilitas sangat bergantung dari hubungan antara pori dalam batuan dengan satuan Darcy atau miliDarcy mD, namun harga permeabilitas tidak ada hubungan langsung dengan porositasnya. Klasifikasi permeabilitas beberapa reservoir disajikan pada Tabel 6. Tabel 5. Klasifikasi porositas reservoir Porositas Keterangan 0 – 5 Porositas jelek sekali 5 – 10 Porositas jelek 10 – 15 Porositas sedang 15 – 20 Porositas baik 20 – 25 Porositas baik sekali Sumber : Koesoemadinata 1978. Tabel 6. Klasifikasi permeabilitas reservoir Permeabilitas mD Keterangan 5 Ketat tight 5 – 10 Cukup fair 10 - 100 Baik good 100 – 1000 Baik sekali 1000 Very good Sumber : Koesoemadinata 1978. Operasi perolehan minyak secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu primary recovery, secondary recovery dan tertiary recovery. Pada primary recovery , perolehan minyak diperoleh dengan menggunakan tenaga dorong alamiah yang diberikan oleh reservoir itu sendiri. Secondary dan tertiary recovery dilakukan setelah tahap primary recovery mengalami penurunan produksi. Teknologi ataupun metoda yang digunakan untuk meningkatkan recovery minyak bumi disebut sebagai improved oil recovery IOR. Salah satu teknik IOR yang melibatkan penginjeksian material untuk meningkatkan recovery minyak bumi disebut sebagai enhanced oil recovery EOR, yang biasanya menggunakan injeksi gas tercampur, bahan kimia chemical ataupun thermal energy untuk mengubah karakteristik dari suatu reservoir agar minyak yang diperoleh lebih besar dibandingkan pada tahap sebelumnya Lake, 1989. Peningkatan perolehan minyak merupakan suatu teknologi yang memerlukan biaya dan memiliki resiko yang tinggi. Untuk itu sebelum metode EOR diterapkan di lapangan maka harus dikaji baik secara teknik maupun ekonomi. Menurut Lake 1989, untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam penerapan metode EOR biasanya melalui tiga tahapan penyaringan berikut : a Memilih metode EOR yang tepat, yaitu dengan cara membandingkan karakteristik reservoir dengan kriteria penyaringan atau screening criteria yang telah dibuat berdasarkan pengalaman di lapangan dan di laboratorium, b Evaluasi reservoir dengan model sederhana yang menjelaskan proses utama dilengkapi dengan perkiraan perolehan minyak dan biaya yang dibutuhkan, dan c Evaluasi secara terperinci melalui simulasi reservoir dan percobaan di laboratorium pada contoh batuan reservoir. Pada Tabel 7 disajikan klasifikasi metode EOR berdasarkan mekanisme pendesakan. Pada Tabel 8 disajikan klasifikasi metode EOR berdasarkan jenis fluida yang diinjeksikan. Tabel 7. Klasifikasi metode EOR berdasarkan mekanisme pendesakan Current Enhanced Recovery Methods Solvent Extraction andor Miscible Type Processes Nitrogen and flue gas Hydrocarbon-miscible methods CO 2 flooding “Solvent” extraction of mined, oil bearing core IFT Reduction Processes Miscellarpolymer flooding included in miscible type flooding above ASP flooding Viscosity Reduction or Viscosity Increase and or driving fluid Processes Plus Pressure Steam flooding Fire flooding Polymer flooding Enhanced gravity drainage by gas or steam injection Sumber : Taber et al. 1997. Tabel 8. Klasifikasi metode EOR berdasarkan fluida injeksi Current and past EOR Methods Gas and Hydrocarbon Solvent Methods “Inert” gas injection Nitrogen injection Flue-gas injection Hydrocarbon-gas and liquid injection High-pressure gas drive Enriched-gas drive Miscible solvent LPG or propane flooding Improved Water Flooding Methods Alcohol-miscible solvent flooding Micellarpolymer surfactant flooding Alkaline flooding ASP flooding Polymer flooding Gels or water shut off Microbial injection Thermal Methods In-situ combustion Standard forward combustion Wet combustion O 2 -enriched combustion Reverse combustion Steam and hot water injection Hot-water flooding Steam stimulation Steam flooding Surface mining and extraction Sumber : Taber et al. 1997. Dalam kegiatan eksploitasi minyak dan gas bumi, selain minyak yang diproduksikan terdapat pula gas, baik yang terperangkap secara terpisah dari minyak maupun gas yang larut di dalam minyak. Selain itu diproduksikan juga air yang dikenal sebagai air formasi atau brine. Air formasi adalah air yang terkumpul bersama minyak dan gas di dalam lapisan reservoir, terletak pada kedalaman lebih dari 1000 meter dan terletak di bawah zona minyak. Pada awal produksi dari reservoir minyak, volume air formasi yang ikut terproduksi hanya sedikit dibanding dengan volume minyak yang diperoleh. Akan tetapi bertambahnya waktu produksi menyebabkan volume minyak di dalam reservoir tersebut semakin rendah dan volume air formasi menjadi dominan dibanding jumlah minyak itu sendiri. Kondisi ini diikuti pula oleh penurunan tekanan reservoir sehingga produksi minyak pada sumur tersebut perlu dibantu dengan teknologi secondary recovery ataupun tertiary recovery. Senyawa penyusun utama air formasi terdiri dari kation dan anion seperti kalsium, magnesium, besi, barium, natrium, klorida, karbonat dan bikarbonat, serta sulfat. Menurut Lake 1989, reservoir-reservoir minyak bumi berbeda dalam hal kondisi geologis alamnya, kandungan air dalam reservoir, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, metode optimum untuk merekoveri minyak bumi dalam jumlah yang maksimum pada suatu reservoir berbeda terhadap reservoir yang lain. Metode EOR telah umum diterapkan di negara lain, namun penerapan di Indonesia masih terkendala karena ketidaksesuaian antara air formasi dan batuan formasi dari sumur minyak di Indonesia dengan surfaktan komersial yang berbasis minyak bumi yang bila digunakan menyebabkan terjadinya penggumpalan dan menimbulkan gangguan pada sumur produksi. Hal ini menjadi peluang untuk dikembangkan jenis surfaktan berbasis sawit yang sesuai untuk sumur minyak bumi di Indonesia.

2.7. Kegunaan Surfaktan dalam Proses EOR

Surfaktan memegang peranan penting di dalam proses Enhanced Oil Recovery EOR dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, mengubah kebasahan wettability, bersifat sebagai emulsifier, menurunkan viskositas dan menstabilkan dispersi sehingga akan memudahkan proses pengaliran minyak bumi dari reservoir untuk di produksi. Minyak yang terjebak di dalam pori-pori batuan disebut blobs atau ganglia. Untuk mendorong ganglia maka gaya kapilaritas dalam pori-pori harus diturunkan yakni dengan cara menurunkan nilai IFT antara minyak sisa dengan brine di dalam reservoir. Surfaktan mampu menurunkan IFT dan menurunkan saturasi minyak. Surfaktan yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle yaitu surfaktan yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfaktan tersebut masih berupa monomer belum aktif. Untuk itu setiap slug perlu diketahui critical micelles concentration CMC yaitu konsentrasi tertentu, sehingga surfaktan yang semula monomer berubah menjadi micelles. Hal yang penting dalam proses penggunaan surfaktan untuk menghasilkan perolehan recovery minyak yang tinggi adalah: a memiliki IFT yang sangat rendah minimal 10 -3 dynecm antara chemical bank dan residual oil dan antara chemical bank dan drive fluid, b memiliki kecocokankompatibiliti dengan air formasi dan kestabilan terhadap temperatur, c memiliki mobility control dan d kelayakan ekonomis proses Pithapurwala et al., 1986. Proses injeksi surfaktan perlu memperhatikan besar bilangan kapiler terhadap penurunan saturasi minyak tersisa Sor. Biasanya reservoir yang diinjeksi surfaktan memiliki harga saturasi minyak tersisa di bawah 45 dengan harga bilangan kapiler berkisar 10 -4 – 10 -2 , sehingga pendesakan surfaktan dapat optimal. Semakin rendah saturasi minyak tersisa pada suatu reservoir, maka semakin besar bilangan kapiler yang dibutuhkan agar pendesakan surfaktan optimal Lake, 1989. Untuk memperbesar bilangan kapiler diperlukan tegangan antarmuka yang rendah, dengan pendekatan rumus Nc = µv σ, dimana Nca adalah bilangan kapiler, µ adalah viskositas fluida pendesak cP, v adalah laju injeksi fluida pendesak, dan σ adalah tegangan antarmuka dynecm. Penurunan nilai tegangan antarmuka dapat dilakukan dengan menambahkan surfaktan. Surfaktan yang baik adalah mampu menurunkan nilai tegangan antarmuka hingga ultra low IFT yaitu lebih rendah dari 10 -2 dynecm, karena pada kondisi tersebut maka capillary number Nc akan semakin tinggi sehingga recovery factor RF juga akan makin meningkat. Grafik hubungan bilangan kapiler terhadap saturasi minyak tersisa Sor disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Hubungan bilangan kapiler terhadap Sor Stegemeier, 1977