Aspek Hasil-hasil Penelitian tentang Desentralisasi Fiskal

mencakup seluruh Indonesia. Untuk menjawab tujuan dimaksud, Wuryanto menggunakan pendekatan CGE Computable General Equilibrium dan pendekatan kualitatif. Untuk membangun model CGE digunakan IRSAM Interregional Social Accounting Matrix metode non survey tahun 1990, sedangkan untuk prosedur pendugaan menggunakan National SAM dan tabel Input-Output Nasional tahun 1990. Penelitian Isdijoso 2001 tentang desentralisasi fiskal dan implikasinya terhadap kondusifitas iklim usaha di daerah kota dan kabupaten Provinsi Sulawesi Selatan dengan daerah kasus Kota Makasar dan Kabupaten Mamuju. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif bagaimana respon pemerintah daerah terhadap dunia usaha dalam rangka desentralisasi fiskal.

2.4.2. Aspek Hasil-hasil Penelitian tentang Desentralisasi Fiskal

Beberapa hasil penelitian penting dari Panjaitan 2006 antara lain: 1. Sumber-sumber kebutuhan fiskal daerah baik sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat 2. Transfer ditentukan oleh tingkat perekonomian, kondisi fisik dan sosial daerah, sedangkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dipengaruhi oleh tingkat kepastian berusaha dan tingkat upah. 3. Peningkatan DAU ke daerah berhasil meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja serta distribusi pendapatan khususnya di Kota. 4. Peningkatan DAU yang akan datang berhasil meningkatkan penerimaan, pengeluaran, pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan khususnya di Kota. Hasil penelitian Nanga 2006 berbeda dengan penelitian Panjaitan 2006, Nanga lebih terfokus pada anggaran transfer antara lain: 1. Transfer fiskal dalam berbagai bentuk memiliki dampak kecenderungan memperburuk kemiskinan di Indonesia. Hal ini terjadi karena berbagai jenis transfer memiliki kecenderungan meningkatkan ketimpangan pendapatan, sementara kemiskinan memiliki hubungan positif dan elastis terhadap perubahan dalam ketimpangan pendapatan. 2. Transfer fiskal dalam berbagai bentuknya cenderung menguntungkan sektor non pertanian karena dana transfer lebih besar dampaknya pada PDRB dan kesempatan kerja di sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. 3. Setelah desentralisasi fiskal dilaksanakan, kemiskinan di daerah pedesaan semakin memburuk dan sebaliknya di perkotaan kemiskinan semakin berkurang. Hasil penelitian Usman 2006 pada aspek fiskal hampir sama dengan dua peneliti terdahulu, namun pada aspek distribusi dan kemiskinan ditemukan perbedaan, hasil penelitian tersebut antara lain : 1. Desentralisasi fiskal meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian, namun dampak perbaikan distribusi pendapatan dari desentralisasi fiskal baru sebatas dugaan karena belum terbukti secara nyata. 2. Desentralisasi fiskal menurunkan jumlah orang miskin, semakin kecil gap antara rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan, dan semakin kecil variasi pendapatan diantara penduduk miskin. 3. Dampak DAU terhadap kinerja perekonomian di Jawa-Bali dan Sulawesi lebih besar dibandingkan dengan dampak bagi hasil pajak dan non pajak. Sebaliknya di Sumatera, Kalimantan, dan Papua dampak bagi hasil lebih besar dibandingkan dengan DAU. Hasil penelitian Sumedi 2005 pada tingkat Provinsi, distribusidisparitas ekonomi semakin kecil, dan pada tingkat KabupatenKota distribusi pendapatan semakin memburuk. Secara ringkas, hasil penelitian ini adalah : 1. Implementasi kebijakan desentralisasi fiskal meningkatkan penerimaan daerah, pengeluaran, dan kinerja perekonomian nasional. Demikian juga setelah desentralisasi fiskal kapasitas fiskal dan celah fiskal juga meningkat. 2. Setelah desentralisasi fiskal, kesenjangan ekonomi antar Provinsi semakin kecil, sedangkan kesenjangan ekonomi antar KabupatenKota di Jawa Barat semakin besar. 3. Peningkatan transfer dari pusat DAU dan DAK meningkatkan kesenjangan antar daerah baik pada industri maupun pertanian, namun peningkatan pajak, retribusi, dan bagi hasil menurunkan kesenjangan antar daerah industri, dan sebaliknya meningkatkan kesenjangan antar daerah pertanian. Hasil penelitian Saefudin 2005, antara lain : 1. Desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah, kinerja ekonomi daerah, dan kelembagaan daerah. 2. Dana Alokasi Umum, Bagi Hasil Sumber Daya Alam, relokasi pengeluaran rutin dan pembangunan memperbaiki pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daerah. Di sisi lain, Bagi hasil Pajak dan penerimaan Pajak tidak memperbaiki pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daerah. 3. Setelah desentralisasi terjadi pergeseran sumber penerimaan utama dari retribusi daerah menjadi pajak daerah. Penelitian Pakasi 2005 di Sulawesi Utara menemukan : 1. Terdapat kompetisi dalam pengelolaan fiscal available menjadi pengeluaran pembangunan atau pengeluaran rutin. 2. DAU berdampak positif terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah di masing-masing KabupatenKota. 3. DAU dan pengeluaran rutin daerah berdampak positif terhadap fiscal available dan fiscal needs. 4. Meningkatnya fiscal needs akan meningkatkan upaya Pemda Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara untuk meningkatkan pengeluaran rutin dan pengeluaran sektoral yang selanjutnya berpengaruh pada produksi sektoral. 5. Realokasi pengeluaran dari pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan sektoral khususnya sektor publik dalam jangka pendek diramalkan akan meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian daerah. Hasil penelitian Pardede 2005, menunjukkan bahwa : 1. Kebijakan desentralisasi fiskal meningkatkan kinerja perekonomian daerah. Namun di sisi lain, desentralisasi fiskal menimbulkan disparitas outputkapita dan pendapatan kapita yang semakin besar antara dua daerah tersebut. 2. Alokasi pengeluaran daerah, setelah realokasi pengeluaran dari sektor non pertanian ke sektor pertanian di daerah Tapanuli Utara berdampak positip terhadap peningkatan output, pendapatan, dan kesempatan kerja. 3. Setelah desentralisasi fiskal, perekonomian di Sumatera Utara terjadi pergeseran peran dari swasta ke pemerintah, dari pendapatan asli daerah ke transfer pusat. Penelitian Sinaga dan Siregar 2003 menunjukkan bahwa : 1. Pelaksanaan desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap sisi penerimaan dan pengeluaran fiskal daerah. Pada sisi penerimaan terjadi peningkatan yang tinggi khususnya dari dana perimbangan dan PAD, di mana peranan dana perimbangan semakin tinggi sedangkan PAD semakin turun. 2. PDRB merupakan faktor dominan yang mempengaruhi penerimaan daerah pajak, retribusi, bagi hasil dan transfer, sedangkan dana perimbangan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran rutin dan pembangunan. Penelitian Brodjonegoro et al 2001 menganalisis dampak alokasi sumberdaya alam dan dana alokasi umum terhadap pemerataan dan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa : 1. Desentralisasi fiskal secara tidak langsung mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dimana variabel shock SDA menghasilkan koefisien variasi PDRB antar daerah meningkat sementara DAU cukup efektif menyeimbangkan kesenjangan fiskal. 2. Kebijakan alokasi sumberdaya alam dan dana alokasi umum merupakan kebijakan yang saling terkait dan memberikan dampak cukup besar terhadap perekonomian makro. Hasil penelitian Sartiyah 2001 menunjukkan bahwa : 1. Penerapan desentralisasi fiskal di daerah yang memiliki potensi dan sumberdaya yang lebih besar mampu meningkatkan penerimaan daerah dibandingkan daerah yang potensinya lebih kecil. 2. Hasil simulasi menunjukkan bahwa daerah yang memiliki potensi dan sumberdaya kecil mempunyai ketergantungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang potensi dan sumberdayanya tinggi. Studi Isdijoso 2001 menyimpulkan bahwa : 1. Respon daerah berbeda antara daerah kota dengan kabupaten dalam PAD, yaitu pemerintah kota lebih mengutamakan strategi intensifikasi pajak sedangkan kabupaten menekankan strategi ekstensifikasi pajak. 2. Di sisi pengeluaran baik pemerintah kota maupun kabupaten akan meningkatkan efektivitas pengeluaran APBD bagi kepentingan publik daerah. 3. Pengaruh respon daerah terhadap perubahan iklim usaha di daerah sangat dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan implementasi perubahan kebijakan di lapangan, di mana kebijakan di sisi penerimaan biasanya berjalan lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan implementasi perubahan kebijakan di sisi pengeluaran sehingga kondisi yang mungkin terjadi adalah memburuknya iklim usaha. Penelitian Antara 1999 menemukan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah secara bersamaan dengan pengeluaran wisatawan mendorong peningkatan kinerja perekonomian yang ditunjukkan oleh PDRB Bali. Akan tetapi, realokasi pengeluaran dari infrastruktur sosial ke infrastruktur ekonomi tanpa peningkatan total pengeluaran pemerintah meningkatkan kinerja perekonomian yang relatif rendah. Hasil penelitian Wuryanto 1996 menunjukkan bahwa pendesentralisasian sistem fiskal yang ada melalui suatu transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah regional, terutama dalam bentuk program-program Inpres blok, menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih besar dan menunjukkan bahwa untuk beberapa program Inpres yang alokasinya ditentukan oleh pemerintah regional, pada aktivitas dan proyek yang berbeda menghasilkan suatu kinerja ekonomi yang lebih meningkat. Hirawan 1993 menemukan bahwa besarnya dana alokasi secara signifikan ditentukan oleh jumlah penduduk, sementara bantuan Inpres terutama yang bersifat blok mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap PDRB dan tenaga kerja. Studi kasus yang dilalukan Syahrial 2005 tentang hubungan antara desentralisasi fiskal dan kemampuan pemerintah, mencoba mengestimasi menggunakan model persamaan tunggal di mana kemampuan pemerintah merupakan fungsi dari desentralisasi fiskal, kolusi, dan variabel kontrol. Indikator kemampuan pemerintah diproxy melalui share antara Pengeluaran pemerintah dalam PDRB dan total pengeluaran pemerintah per kapita di setiap provinsi. Indikator desentralisasi fiskal diukur dengan ukuran relatif setiap provinsi, yaitu share dari pengeluaran pemerintah daerah G KabKota terhadap total pengeluaran pemerintah G Prov, sedangkan indikator Kolusi antara pemerintah pusat dan daerah diukur menggunakan share dari transfer pusat ke daerah terhadap total penerimaan daerah Tax dan non Tax. Variabel kontrol diukur dari populasi penduduk setiap provinsi yang tergambar dari proxy permintaan terhadap provisi jasa pelayanan umum, disamping itu indikator desentralisasi juga menggunakan indikator share dari penerimaan Taxnon Tax daerah terhadap total penerimaan daerah, dan rasio fragmentasi setiap Provinsi jumlah KabupatenKota dalam satu Provinsi. Dalam hipotesisnya, Syahrial juga sependapat dengan Brennan Buchanan Collusion Hypothesis yang menyatakan bahwa terdapat ketergantungan kuat dari pemerintah daerah terhadap dana alokasi dari pusat. Mahi dan Brojonegoro 2003 mengindikasikan bahwa prosentase porsi lump sum dalam formula DAU secara jelas ditunjukkan besarnya intervensi politik dalam kebijakan fiskal nasional. Hasil studi Syahrial 2005 menunjukkan bahwa : 1. Terdapat hubungan positif antara ukuran pemerintah dan indikator desentralisasi pada saat kita menggunakan proxy ukuran relatif dari pengeluaran pemerintah daerah dan rasio fragmentasi, tetapi hubungan antara Pajak non Pajak daerah dan ukuran pemerintah tidak nyata dan berhubungan negatif. 2. Ketergantungan pemerintah daerah pada Dana Alokasi mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara dana Transfer antar pemerintahan khususnya Dana Alokasi dengan ukuran pemerintah. Kondisi ini juga mengindikasikan adanya besarnya muatan politik dalam penentuan Dana Alokasi Khusus.

2.4.3. Penelitian Desentralisasi Fiskal di Negara Lain