Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Selama hampir 32 tahun negara Indonesia dipimpin dengan struktur pemerintah pusat dan daerah melalui sistem sentralisasi baik kewenangan maupun sentralisasi fiskal. Konsep Otonomi Daerah sebenarnya merupakan konsep lama yang pelaksanaannya terus mengalami perubahan sesuai dengan perubahan Undang-Undang yang ditetapkan. Sebelum ditetapkan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi beberapa kali perubahan konsep otonomi. Diawali dengan Undang-Undang nomor 1 tahun 1945 menetapkan tiga jenis daerah otonom yaitu Karesidenan, Kabupaten, dan Kota. Otonomi pada rezim ini berupa kewenangan pangkal dan sangat terbatas, dan tidak ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang penyerahan urusan desentralisasi kepada daerah otonom. Undang-Undang nomor 22 tahun 1948, terfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Pada rezim ini terdapat dua jenis daerah otonom yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, disamping itu juga terdapat tiga tingkatan daerah otonom yaitu Provinsi, KabupatenKota besar, dan DesaKota kecil. Dalam undang-undang ini pemerintah mulai memperhatikan penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah dengan menerbitkan 33 peraturan pemerintah. Undang-Undang nomor 1 tahun 1957 merupakan pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia yang meletakkan titik berat pengaturan pada aspek otonomi yang seluas-luasnya. Dalam undang-undang ini ditetapkan tiga tingkatan daerah otonom yaitu Daerah Tingkat I termasuk Kotapraja Jakarta Raya, Daerah Tingkat II dan Daerah Tingkat III. Kewenangan pemerintahan diatur dengan sekitar 10 peraturan pemerintah. Undang-Undang nomor 18 tahun 1965 menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya seperti undang-undang sebelumnya. Namun dalam pelaksanaan peraturan pemerintah tidak terdapat aturan tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan desentralisasi kepada daerah. Dalam undang-undang ini terdapat tiga daerah otonom yaitu Provinsi sebagai Daerah Tingkat I, Kabupaten Kotamadya sebagai Daerah Tingkat II, dan KecamatanKotapraja sebagai Daerah Tingkat III. Undang-Undang nomor 6 tahun 1969 yang mengatur tentang pokok-pokok Pemerinrahan Daerah. Sejak terbitnya undang-undang ini maka undang-undang sebelumnya dianggap tidak berlaku lagi. Pemerintah menugaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara MPRS untuk meninjau kembali undang- undang ini, namun baru terwujud 9 tahun kemudian yaitu terbitnya Undang- Undang nomor 5 tahun 1974 yang mengatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat ke daerah. Dalam undang- undang ini secara prinsip tidak lagi menerapkan “otonomi yang riil dan seluas- luasnya” tetapi menerapkan “otonomi yang nyata dan bertanggung jawab”, dengan alasan bahwa otonomi yang seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan ketidakutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam undang-undang ini juga terdapat aturan tentang pentingnya azas dekonsentrasi yang dilaksanakan bersamaan dengan desentralisasi. Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Tuntutan Reformasi tahun 1998 mendorong MPR untuk menetapkan Ketetapan MPR nomor XVMPR1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Ketetapan ini juga menegaskan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah akan diatur kembali dalam undang-undang. Tujuan perubahan kewenangan pada undang-undang ini adalah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan, keadilan, demokrasi, penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi serta keragaman antar daerah. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintahan daerah. Pada undang-undang ini akan mengatur tentang pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, dan lain-lain yang berhubungan dengan pemerintahan daerah. Dengan ditetapkannya undang-undang yang baru ini maka setiap daerah di wilayah baik Provinsi maupun KabupatenKota diberi kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pemerintahannya sehingga memberikan peluang pada daerah untuk leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya sesuai dengan prakarsa dan potensi daerah masing- masing. Berdasarkan undang-undang ini maka pemerintah daerah sebagai daerah otonom akan menyusun dan membuat berbagai peraturan daerah untuk mengatur dan sekaligus dijadikan pedoman dalam memajukan daerahnya dan mensejahterakan masyarakatnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa daerah dipersiapkan untuk dapat mandiri dari sisi pemerintahan yaitu menjadi efektif dan efisien dalam pelayanan kepadaa masyarakatnya dan mandiri dari sisi perekonomiannya yaitu mampu mengatur dan mengalokasikan keuangan daerah sesuai dengan prioritas daerahnya. Salah satu aspek penting dari pelaksanaan otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal yaitu pemerintah daerah KabupatenKota mempunyai kewenangan yang luas dalam menjalankan pemerintahannya termasuk di bidang keuangan yaitu penerimaan dan pengeluaran daerah. Dari sisi penerimaan, daerah diberi keleluasaan dalam menggali berbagai potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya, sedangkan di sisi pengeluaran diberikan keleluasaan untuk mengatur alokasi anggaran pembelanjaan untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan daerahnya. 2.2. Desentralisasi Fiskal 2.2.1. Pengertian Desentralisasi Fiskal