luas, pemekaran wilayah dan pemekaran aparatur dan tunjangan jabatan pegawai daerah. Hal senada disimpulkan oleh Isdijoso 2002, DAU yang merupakan
penyangga utama pembiayaan APBD di Surakarta sebagian besar digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin terutama untuk gaji pegawai akibat
pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dari instansi vertikal kepada pemerintah daerah.
5.2.3. Tingkat Kemampuan Fiskal Daerah.
Yang dimaksud dengan tingkat kemampuan fiskal dalam penelitian ini adalah kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan fiskal daerahnya fiscal
need melalui kapasitas fiskal daerahfiscal capacity. Kapasitas fiskalfiscal capacity menunjukkan kemampuan daerah dalam memperoleh sumber
penerimaan sendiri melalui pengelolaan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian kapasitas fiskal dapat diartikan sebagai jumlah dari PAD dan total bagi
hasil TBHS yang berasal dari bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam. Sedangkan kebutuhan fiskal daerahfiscal need merupakan seluruh pengeluaran
daerah. Apabila kebutuhan fiskal daerah lebih besar dari kapasitas fiskal daerah maka kesenjangan fiskalfiscal gap juga semakin besar atau semakin senjang.
Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan fiskal daerah di semua KabupatenKota setelah desentralisasi fiskal semakin besar, demikian juga
kapasitas fiskal daerah mengalami peningkatan. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa di tiga Kabupaten yang sebagian besar merupakan daerah agraris
membutuhkan pengeluaran yang lebih besar dibanding dengan Kota yang sebagian besar penduduknya bekerja di luar sektor pertanian. Setelah
desentralisasi fiskal pemerintah daerah berusaha meningkatkan penerimaan yang bersumber dari masing-masing KabupatenKota, namun demikian konsekuensi
dari pelaksanaan desentralisasi fiskal juga membutuhkan pembiayaan yang semakin besar sehingga kebutuhan fiskal semakin besar.
Tabel 7. Rata-rata Kapasitas dan Kesenjangan Fiskal Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu, Tahun 1998 - 2003
Juta rupiah
Uraian, Tahun Bengkulu
Selatan Rejang
Lebong Bengkulu
Utara Kota Total
Kab dan Kota
Kebutuhan Fiskal Total Pengeluaran Daerah
1998-2000 sebelum DF : 2001-2003 setelah DF :
peningkatan 50 553.5037
115 283.073 128.04
50 935.485 101 261.62
98.83 55 327.56
102 654.08 85.54
32108.649 74418.125
131.77 190290.70
393503.11 106.79
Kapasitas Fiskal PAD + Total Bagi Hasil
1998-2000 sebelum DF : 2001-2003 setelah DF :
peningkatan 4 248.40
10 890.43 156.34
4 074.88 8 668.98
112.74 4 365.64
10 174.44 133.06
4 192.79 8 270.94
97.26 17 418.93
38 004.85 118.18
Kesenjangan Fiskal Kebutuhan Fiskal –
Kapasitas Fiskal 1998-2000 sebelum DF :
2001-2003 setelah DF : peningkatan
46 305.1037 104 392.643
125.45 46 860.61
92 592.64 97.59
50 961.92 92 479.64
81.47 27 915.86
66 147.19 136.95
172871.77 355498.26
105.64
Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota, Tahun Dasar 1993. Berbagai Tahun
Dari besarnya kapitas daerah dan kebutuhan daerah yang diindikasikan sebagai kesenjangan fiskal terlihat bahwa di masing-masing KabupatenKota
menunjukkan kesenjangan fiskal semakin senjang. Sebelum desentralisasi fiskal, kesenjangan fiskal terbesar terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara, kemudian
Bengkulu Selatan, Rejang Lebong, dan terkecil adalah Kota Bengkulu. Setelah desentralisasi fiskal, kesenjangan fiskal di semua KabupatenKota meningkat
menjadi Rp.104.39 milyar atau 125.47, kemudian Rejang Lebong sebesar
Rp.92.59 milyar atau 97.59, Bengkulu Utara sebesar Rp.92.48 milyar atau 81.47, dan Kota sebesar Rp.66.15 milyar rupiah atau meningkat 136.95.
Apabila dilihat secara deskriptif, maka potensi daerah di tiga Kabupaten cukup besar untuk dikelola karena memiliki kawasan hutan dan lokasi
penambangan batubara, sedangkan Kota Bengkulu secara administratif paling kecil luas daerahnya, serta tidak memiliki kawasan hutan dan lokasi penambangan
justru kesenjangan fiskal daerahnya paling kecil karena sebagian besar penduduk di Kota Bengkulu bekerja sebagai pegawai negri dan swasta sehingga potensi
penerimaan PAD dan bagi hasil lebih besar dibanding 3 Kabupaten lainnya. Upaya untuk memperkecil kesenjangan fiskal yang semakin besar di setiap
KabupatenKota diberikan dana perimbangantransfer pusat berupa DAU dan DAK.
Tabel 8 menunjukkan rasio kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal yang menggambarkan kemampuan daerah dalam membiayai pengeluarannya terlihat
masih relatif kecil yaitu 10. Apabila dibandingkan dengan rata-rata kemampuan Kabupaten \Kota di Indonesia tahun 1999 sebesar 13.3, kondisi
KabupatenKota di Bengkulu memiliki kemampuan yang rendah hal ini terjadi karena daerah-daerah di Bengkulu masih didominasi oleh sektor primer atau
tradisional seperti Pertanian. Sementara di Kota Bengkulu hampir mendekati angka rata-rata Indonesia, karena sektor tersier Industri dan Jasa lebih
berkembang dari sektor primer pertanian dibandingkan di tiga Kabupaten lainnya. Hasil temuan ini sejalan dengan studi Landiyanto 2005 tentang Kinerja
Keuangan dan Strategi Pembangunan Kota di Surabaya, yaitu kapasitas fiskal kota Surabaya belum mampu digunakan untuk membiayai pengeluaran daerahnya
khususnya pengeluaran rutin. Oleh karena itu pemerintah kota Surabaya
melakukan upaya meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi, mengoptimalkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah BUMD.
Tabel 8. Rasio Kapasitas dan Kesenjangan Fiskal Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu, Tahun 1998 - 2003
Juta rupiah
Uraian, Tahun Bengkulu
Selatan Rejang
Lebong Bengkulu
Utara Kola Total
Kab dan Kola
Kebutuhan Fiskal Total Pengeluaran Daerah
1998-2000 sebelum DF : 2001-2003 setelah DF :
50 553.5037 115 283.073
50 935.485 101 261.62
55 327.56 102 654.08
32108.649 74418.125
190290.70 393503.11
Kapasitas Fiskal 1998-2000 sebelum DF :
2001-2003 setelah DF : 4 248.40
10 890.43 4 074.88
8 668.98 4 365.64
10 174.44 4 192.79
8 270.94 17 418.93
38 004.85 Rasio KapKeb fiskal
1998-2000 sebelum DF : 2001-2003 setelah DF :
8.40 9.45
2.10 8.56
7.89 9.91
13.06 11.11
9.15 9.66
Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota, Tahun Dasar 1993. Berbagai Tahun
Untuk melihat intensitas penggalian sumber-sumber potensi daerah serta penggunaan pengeluaran daerah disajikan pada Tabel 9. Intensitas dalam upaya
menggali sumber-sumber pendapatan daerah setelah desentralisasi fiskal di semua KabupatenKota menunjukkan peningkatan yang cukup berarti hampir 50 ,
peningkatan ini mengindikasikan adanya intensitas penggalian sumber-sumber penerimaan daerah baik berasal dari pajak, retribusi, maupun sumberdaya alam.
Kondisi demikian sebenarnya dikhawatirkan oleh kalangan investor daerah karena semakin besar pajak maupun retribusi yang dipungut akan berdampak negatif
terhadap investasi daerah yang akhirnya berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi daerah, oleh karena itu upaya peningkatan pajak dan retribusi harus
diimbangi dengan peningkatan pengeluaran pembangunan.
Tabel 9. Rasio Rata-rata Pengeluaran Daerah, Kapasitas dan Kesenjangan Fiskal Daerah terhadap Rata-rata PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi
Bengkulu, Tahun 1998 – 2003
Uraian, Tahun Bengkulu
Selatan Rejang
Lebong Bengkulu
Utara Kota Total
Kab dan Kota
Total PDRB Sektoral 1998-2000 sebelum DF :
2001-2003 setelah DF : 303279.08
382639.66 775478.60
656586.74 408260.38
458939.45 512860.21
604441.40 2162800.62
2399459.58 Rasio Kebutuhan Fiskal
dan PDRB 1998-2000 sebelum DF :
2001-2003 setelah DF : 13.78
43.95 6.98
22.61 11.88
32.79 6.02
18.17 8.84
24.05
Rasio Kapasitas Fiskal dan PDRB
1998-2000 sebelum DF : 2001-2003 setelah DF :
1.17 2.18
0.58 1.01
1.00 1.70
0.84 1.05
0.85 1.22
Rasio Kesenjangan Fiskal dan PDRB
1998-2000 sebelum DF : 2001-2003 setelah DF :
12.60 41.78
6.40 21.60
10.88 31.09
5.18 17.12
7.99 22.83
Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota, Tahun Dasar 1993. Berbagai Tahun
5.3. Kinerja Perekonomian Daerah